SIPD, Kemudahan dan Kendalanya
Guru Menulis | 2022-07-02 05:43:20
Sebagai guru yang diberi tugas tambahan oleh kepala sekolah sebagai pengelola keuangan sekolah yang bersumber dari Anggaran dan Pendapatan Belanja Daerah (APBD), ada saat-saat dimana penulis dituntut untuk segera menyelesaikan tugas membuat Tanda Bukti Pengeluaran (TBP) yang harus segera di upload ke sistem. Keterlambatan kerja penulis akan berakibat terlambatnya juga pembayaran gaji guru dan pegawai yang dananya bersumber dari APBD. Ambang batas yang digunakan agar gaji guru dan pegawai dapat dibayarkan adalah 70 persen dari dana yang dilimpahkan harus dilaporkan dan di upload TBP nya.
Sudah satu semester ini penerapan Sistem Informasi Pembangunan Daerah (SIPD) di sekolah-sekolah yang berada dibawah naungan Dinas Pendidikan Provinsi. Tahun-tahun sebelumnya, pengelolaan dana sekolah yang bersumber dari APBD selalu menggunakan aplikasi Sistem Informasi Manajemen Daerah (SIMDA). Sebagai pengelola keuangan, perbedaan yang terlihat jelas antara SIMDA dengan SIPD adalah bahwa pada aplikasi SIPD mengharuskan upload TBP sedangkan pada aplikasi SIMDA tidak.
Sebagai aplikasi yang baru digunakan, tentunya banyak kelemahan yang dirasakan oleh pengelola keuangan sekolah. Contoh yang paling banyak terjadi adalah ‘salah kamar’. Sering terjadi pengelola keuangan salah menginput data TBP ke anggaran sekolah lain. Hal ini dapat terjadi karena tidak dicantumkannya identitas sekolah pemilik anggaran tersebut. Beberapa sekolah menganggarkan belanja dengan nomor rekening yang sama, sehingga begitu akan diinput ke SIPD, maka semua anggaran dengan nomor rekening yang sama berada di halaman yang sama pula, dan akan bertambah bingung jika jumlah rupiah yang dianggarkan juga sama.
Kejadian seperti di atas tidak pernah terjadi selama penggunaan aplikasi SIMDA. Karena setiap pengelola sudah diberi ‘kamar’ tersendiri dengan nama pengguna dan kata kunci yang tidak sama antara satu dengan yang lainnya. Sementara di aplikasi SIPD, nama pengguna dan kata kuncinya sama untuk satu Cabang Dinas Pendidikan.
Menurut Permendagri Nomor 70 Tahun 2019 SIPD adalah pengelolaan informasi pembangunan daerah, informasi keuangan daerah, dan informasi Pemerintahan Daerah lainnya yang saling terhubung untuk dimanfaatkan dalam penyelenggaraan pembangunan daerah. SIPD adalah suatu sistem yang mendokumentasikan, mengadministrasikan, serta mengolah data pembangunan daerah menjadi informasi yang disajikan kepada masyarakat dan sebagai bahan pengambilan keputusan dalam rangka perencanaan, pelaksanaan, evaluasi kinerja pemerintah daerah. Sementara itu, tujuannya untuk mengoptimalkan pemanfaatan data dan informasi pembangunan daerah.
Sebelumnya di tahun 2021 sempat terjadi di mana rencana anggaran diinput di SIPD, sementara pelaporan penggunaannya diinput di SIMDA. Tampaknya hal ini terjadi karena kesiapan aplikasi SIPD itu sendiri yang belum matang. Banyak perbedaan mendasar dengan SIMDA sehingga belum bisa diterapkan sepenuhnya. Tetapi di awal tahun 2022 ini, khususnya satu semester ini, semuanya secara penuh menggunakan SIPD, mulai dari input rencana anggaran sampai pelaporannya.
Dikutip dari kontan.co.id, Direktur Jenderal (Dirjen) Bina Keuangan Daerah (Keuda) Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Agus Fatoni menjelaskan, Sistem Informasi Pemerintahan Daerah bukan hanya terkait dengan pengelolaan keuangan daerah semata. Namun, sistem itu juga berperan dalam proses integrasi e-Database, e-Planning, e-Monev, dan e-Reporting.
Masih menurut Agus Fatoni, SIPD bukan hanya menyangkut pengelolaan keuangan daerah saja. Tetapi integrasi keseluruhan proses mulai dari perencanaan pembangunan daerah di tingkat desa, pengelolaan keuangan, sampai dengan monitoring dan evaluasi, serta pelaporan penyelenggaraan pemerintahan daerah.
Jika kita mau mencermatinya, banyak sekali manfaat yang diperoleh dari penggunaan SIPD, di antaranya, tidak ada lagi duplikasi penganggaran, penyeragaman proses perencanaan dan tata kelola keuangan daerah, mengoptimalkan kegiatan utama, serta mempermudah pengawasan dan audit.
Di lain sisi, melalui SIPD anggaran daerah dapat dihemat. Sebab, daerah tidak perlu lagi menganggarkan aplikasi atau sistem ke dalam pengelolaan keuangan daerah. Dalam sistem tersebut juga, waktu yang diperlukan dalam perencanaan dan pengelolaan keuangan daerah menjadi lebih singkat. Tenaga yang diperlukan sangat jauh berkurang, dan jauh lebih hemat karena tidak perlu menggunakan kertas sama sekali.
Dengan masih ditemukannya kelemahan dalam aplikasi SIPD, penulis selaku guru pengelola keuangan sekolah berharap kelemahan tersebut segera diatasi. Kelemahan SIPD ini jangan sampai membuat kita mundur ke belakang. Jika ada kekurangan dalam SIPD, ke depannya jika ada hal yang dirasa kurang pas dalam komunikasi atau sosialisasi kebijakan penerapan SIPD, maka dirasa perlu koordinasi yang lebih intensif antara pusat dan daerah agar tercipta harmonisasi serta sinkronisasi satu data Pemerintahan. Untuk itu, SIPD harus diperkuat dan dipertahankan. Semoga dengan segala kritikan dan evaluasi yang ada, ke depan tata kelola Pemerintahan kita yang akuntabel dan transparan menjadi lebih baik.
Dan yang tidak kalah pentingnya adalah sosialisasi. Perlunya sosialisasi penggunaan aplikasi SIPD di tingkat pengelola keuangan sekolah, karena dengan sosialisasi yang dilakukan akan memberikan pemahaman dan pengetahuan serta keterampilan kepada setiap pengelola keuangan sekolah agar dapat menginput elemen data yang ada pada SIPD secara efektif sesuai dengan prosedur yang telah ditetapkan. SIPD tidak dapat beroperasi tanpa adanya user atau pengguna (operator) yang menjalankan, oleh karena itu pengelola keuangan sekolah harus benar-benar memahami prosedur dan cara kerja dari sistem ini serta keseluruhan mekanisme dari SIPD.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.
