Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Faizul Kirom

Perlindungan Hukum Konsumen Pinjaman Online (Pinjol)

Teknologi | Tuesday, 02 Nov 2021, 14:11 WIB

Perkembangan teknologi, khususnya di bidang financial technology (Fintech), berperan penting dalam mengakselerasi kemajuan perbankan di masa depan. Maraknya inovasi untuk mengembangkan sektor perbankan/keuangan yang mengarah ke Fintech, munculnya pinjaman online atau lending yang diyakini dapat mempermudah proses peminjaman uang.

Layanan pinjaman online cepat dan mudah karena merangkum rantai kebutuhan perbankan dengan menghilangkan bank secara fisik dan langsung ke produk dan layanan perbankan melalui aplikasi. Namun, ada beberapa masalah, termasuk: jebakan bunga dan hukuman tinggi yang dirasakan oleh pelanggan, penyalahgunaan data pelanggan, dan proses penagihan yang sering bermusuhan.

Selain teknologi yang relatif baru, orang sering kesulitan membedakan pinjaman legal dan ilegal. Nasabah rentan disesatkan oleh berbagai perhitungan bunga dan denda yang dikenakan oleh pemberi pinjaman karena ketidaktahuan nasabah akan bisnis perbankan. Minimnya pengetahuan perbankan ini juga dapat menyulitkan masyarakat untuk membedakan antara pinjaman legal dan pinjaman yang terdaftar secara legal.Prevalensi pinjaman ilegal tetap merajalela, yang dapat memperumit layanan ini dan reputasi Anda di masa depan.

Salah satu tujuan dibentuknya Otoritas Jasa Keuangan (OJK) adalah untuk melindungi kepentingan konsumen dan masyarakat dalam melakukan kegiatan usaha di sektor jasa keuangan. Perlindungan konsumen yang dipercayakan kepada OJK secara tegas diatur dalam pasal huruf c UU No. 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan (selanjutnya disingkat UUOJK), yang dibentuk sebagai berikut:

“OJK dibentuk dengan tujuan agar keseluruhan kegiatan di dalam sektor jasa keuangan: (c) mampu melindungi kepentingan konsumen dan masyarakat”

Perlindungan konsumen di sektor jasa keuangan bertujuan untuk menciptakan sistem perlindungan konsumen yang andal, meningkatkan pemberdayaan konsumen dan kesadaran perusahaan jasa keuangan. tentang pentingnya perlindungan konsumen dalam meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap sektor jasa keuangan. Layanan pinjam meminjam uang berbasis teknologi informasi dan peraturan Bank Indonesia no. 19/12/PBI/2017 Tahun 2017 tentang Penerapan Fintech sebagai Dasar Hukum Penyelenggaraan Kegiatan Perjanjian Pinjaman Online. Kedua aturan ini dibuat untuk mengimbangi pesatnya perkembangan financial technology. Dalam kegiatan perkreditan melalui sarana elektronik, semua perjanjian yang ditetapkan antara debitur dan kreditur dituangkan dalam kontrak elektronik. Disiplin yang berkaitan dengan kontrak elektronik terdapat dalam pasal 1 angka 17 Undang-Undang tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) yang menyatakan bahwa:

“Kontrak Elektronik adalah perjanjian para pihak yang dibuat melalui Sistem Elektronik”. Kekuatan hukum kontrak elektronik dapat dilihat di dalam Pasal 18 ayat (1) UU ITE yang menyatakan bahwa, “Transaksi Elektronik yang dituangkan ke dalam Kontrak Elektronik mengikat para pihak.”

Artinya dapat disimpulkan bahwa suatu transaksi yang menjadi perjanjian dan oleh karena itu dinyatakan dalam Kontrak elektronik memiliki sifat atau mengikat bagi para pihak, sebanding dengan perjanjian atau kontrak pada umumnya. Dalam kegiatan peminjaman melalui sarana telematika yang kontraknya dituangkan dalam suatu akta atau kontrak elektronik, jelaslah bahwa kualifikasi akta itu adalah akta di bawah tangan, artinya bukan akta otentik atau akta notaris. Meskipun suatu kontrak elektronik merupakan suatu perbuatan pribadi, dapat digunakan sebagai alat bukti, tetapi kekuatan pembuktian dari suatu perbuatan tersembunyi tidak sesempurna kekuatan suatu perbuatan otentik. Setidaknya ada dua kekurangan atau kelemahan dalam tulisan tangan.

Pertama, akan sulit membuktikan ketidakhadiran saksi tulisan tangan. Kedua, jika salah satu pihak menyangkal atau mengingkari tanda tangannya, maka kebenaran tulisan itu harus dibuktikan di pengadilan. Perlunya aturan tentang perlindungan konsumen dari layanan pinjaman online ilegal.

Berdasarkan PJOK n. 77 / POJK.01/2016 tentang Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi dan POJK n. 13/POJK.02/2018 tentang inovasi keuangan digital di sektor jasa keuangan. OJK hanya dapat memberikan sanksi kepada perusahaan jasa pinjaman online yang terdaftar resmi di OJK (berbadan hukum). Namun, OJK tidak dapat menjatuhkan sanksi selain penutupan usaha bagi perusahaan jasa pinjaman online ilegal. Bahwa di satu sisi banyak orang menderita kerugian akibat investasi atau pinjaman melalui perusahaan jasa pinjaman online ilegal. Dalam hal ini diperlukan regulasi atau kebijakan khusus mengenai perlindungan konsumen pengguna jasa pinjaman online ilegal. Perlunya evaluasi mekanisme pendaftaran atau otorisasi perusahaan jasa pinjaman online OJK. Begitu juga dengan aturan sanksi, berdasarkan PJOK No. 77/POJK.01/2016 tentang Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi dan POJK No. 13/POJK.02/2018 tentang inovasi keuangan digital di sektor jasa keuangan. OJK juga hanya berwenang mengawasi perusahaan jasa pinjaman online yang telah terdaftar di OJK. Keberadaan perusahaan jasa pinjaman online ilegal dapat muncul karena mekanisme otorisasi yang sulit di OJK. Hal ini perlu menjadi pertimbangan bagi OJK untuk mengevaluasi mekanisme perizinan atau registrasi bagi perusahaan jasa pinjaman online.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image