Workshop Pengolahan Bambu di Sumba Barat Daya
Teknologi | 2022-06-29 12:19:40Bambu adalah salah satu produk hasil hutan bukan kayu (HHBK) Indonesia yang belum mendapat perhatian optimal dalam pengembangan dan pemanfaatannya.
Disebutkan bahwa nilai HHBK dapat mencapai 90% dari nilai hasil hutan, sementara kayu yang selama ini identik menjadi hasil utama kehutanan sebenarnya hanya menyumbang 10% dari produksi hasil kehutanan (KLHK 2019). Merujuk hal tersebut maka bambu yang sudah sangat dikenal di masyarakat memiliki potensi luar biasa untuk menjadi sumber bahan baku berbagai produk. Pemanfaatan modern pada skala industri komunitas seyogyanya akan menciptakan peluang nilai tambah yang lebih tinggi untuk bambu serta meningkatkan pendapatan masyarakat.
Karena itu peningkatan kapasitas tenaga kerja non pertanian melalui pengolahan bambu menjadi salah satu program prioritas di sejumlah desa tertinggal di Indonesia salah satunya di Sumba Barat Daya, Nusa Tenggara Timur.
Kerajinan bambu di Sumba Barat Daya saat ini dikembangkan di Kecamatan Wejewa yang terbagi menjadi empat desa atau wilayah yaitu Wejewa Barat, Timur, Selatan dan Utara. Selama ini hasil produk kerajinan bambu di Sumba Barat Daya belum dikembangkan secara optimal. Produk-produk mereka hanya terbatas pada penggunaan untuk keperluan sehari-hari seperti untuk pagar, kandang, dinding bangunan dan peralatan dapur sederhana. Di sisi lain Kabupaten Sumba Barat Daya mempunyai banyak potensi parawisata seperti wisata pantai, situs bersejarah warisan Unesco dan wisata tradisional lainnya yang memikat banyak wisatawan dari berbagai daerah termasuk manca negara.
Keterkaitan hasil kerajinan bambu dan wisata sangat erat karena hasil kerajinan dari bambu bisa mejadi alternatif cendera mata. Selain bisa dijual ke wisatawan hasil kerajinan bambu juga bisa dijual ke dareah lain baik secara langung mamupun online. Hal ini karena Pulau Sumba memiliki motif tradisional yang layak disematkan pada produk-produk kerajinan bambu rakyat.
Karena itulah guna mengoptimalkan potensi pengembangan pengolahan mete dan bambu di Sumba Barat Daya maka pada tanggal 16 sampai 17 Juni 2022 lalu Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LPPM) Universitas Mataram (Unram) bekerja sama dengan Kementrian Desa Tertinggal Republik Indonesia (Kemendes) melaksanakan kegiatan workshop peningkatan kapasitas tenaga kerja usaha non pertanian di Sumba Barat Daya melalui pengolahan bambu dengan lokasi kegiatan di Desa Radamata, Kecamatan Wejawa, Kabupataen Sumba Barat Daya, Nusa Tenggara Timur.09om
Pelaksanaan kegiatan workshop dilakukan melalui penjelasan cara pengolahan bambu dan prospek kerajinan bambu melalui ceramah dan diskusi di depan audiens yang terdiri para pengrajin bambu di Sumba Barat Daya. Disertai dengan demonstrasi penggunaan alat.
Isi ceramah secara garis besar adalah menjelaskan pengetahuan umum mengenai bambu, cara pengawetan bambu, cara pengolahan bambu, alat-alat yang digunakan dalam pengolahan bambu, produk produk dari kerajinan bambu dan potensi atau cara pemasaran produk bambu. Namun sebelum ceramah dimulai, panitia kegiatan workshop mengedarkan kuisioner atau pretetest kepada para peserta berisi sejumlah 28 pertanyaan untuk bahan evaluasi.
Peserta diberi kesempatan untuk bertanya atau membagikan pengalaman mengenai aktivitas mereka dalam megolah bambu dan kegiatan ekonomis dalam meningkatkan perekonomian mereka berkaitan dengan pengolahan bambu.
Pertanyaan yang muncul antara lain bagaimana mereka mengawetkan bambu secara efektif, bagaimana memasarkan produk bambu, kendala mereka dalam pemasaran hasil produk kerajinan bambu, dan lain-lainnya.
Adapun jawaban untuk pengawetan bambu secara efektif yaitu memanaskan bambu mentah secara perebusan merupakan cara paling efektif untuk pengawetan bambu, karena selalma ini para pengrajin bambu di Sumba Barat Daya mengawetkan bambu dengan cara merendam, cara ini membutuhkan waktu yang lama yaitu minimal dua minggu baru bambu bisa digunakan. Namun dengan cara pemanasan melalui perebusan, bambu bisa diolah langsung setelah melewati perebusan selama kurang lebih 2 jam.
Dalam hal pemasaran hasil prosuk kerajinan bambu bisa dilakukan dengan cara online atau dengan menitipkan hasil olahan kerajinan di lokasi-lokasi wisata yang ada di Sumba Barat Daya. Selama ini para pengrajin produk bambu tidak optimal dalam pemasaran hanya mengandalkan metode konvensional yaitu menunggu pembeli datang ke lokasi pengrajin, akibatnya hasil yang diperoleh dari penjualan hasil kerajinan bambu tidak optimal.
Terlihat sikap antusiasme peserta menggunakan alat pengirat bambu. Sebelumnya peserta menyediakan dua lonjor bambu utuh. Kemudian bambu tersebut dipotong sepanjang 50 cm, lalu dibelah hingga seukuran lebar 3 cm. Hasil belahan tersebut dimasukkan ke dalam rol pembelah. Dari rol pembelah, belahan bambu keluar menjadi seukuran 1 cm sebanyak 3 buah belahan. Selanjutnya belahan tersebut dimasukkan di sisi lain dari alat hingga keluar iratan sebesar 3 mm sebanyak 3 buah.
Hasil dari iratan bambu ini sudah dalam keadaan halus sehingga bisa langsung dipakai sebagai tusuk sate, sumpit, jeruji kandang burung, piring anyaman bambu dan lain lain.
Kinerja alat diukur dengan parameter waktu pengiratan dan kuantitas material bahan baku dan produk iratan. Untuk satu lonjor bambu berukuran 12 m, dihasilkan 24 botong bambu. Selanjutnya tiap potongan bambu dibelah menjadi selebar 3 cm. Dari 3 cm ini diperoleh iratan bambu sebanyak sekitar 15 iratan seukuran tebal 3 mm.
Waktu yang dibutuhkan dari memasukkan satu belahan bambu seukuran tebal 3 mm menjadi iratan setebal 3mm adalah rata rata 15 detik saja. Ini kinerja yang cukup cepat dibanding jika diirat menggunakan pisau manual atau parang biasa tanpa mesin yang membutuhkan waktu 20 menit untuk hasil yang sama belum termasuk waktu untuk merautnya.
Penulis
Dr. Ing Salman, ST., MSc.
Staf Pengajar Teknik Mesin Universitas Mataram
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.