Pentingnya Mempelajari Fiqih Muamalah Kontemporer
Agama | 2022-06-26 21:15:29Saat ini bermunculan amalan-amalan muamalah baru yang belum pernah ada di zaman Rasulullah saw maupun ulama salaf sesudahnya. Sebagai contoh: waralaba, saham, bursa mata uang, asuransi, perbankan, financial technology (fintech), uang kripto (cryptocurrency), jual-beli online (marketplace), dan masih banyak lagi.
Oleh karena itu, para ulama kontemporer perlu melakukan ijtihad untuk menentukan hukum dari muamalah-muamalah tersebut. Tujuannya agar umat Islam memiliki pedoman dalam menjalankan aktivitas kehidupan sehari. Selain itu, agar umat Islam terhindar dari dosa dan terhindar dari mengumpulkan harta haram.
Pada kenyataannya, sebagian besar umat Islam hanya sekedar ikut arus. Ada ini ikut ini. Muncul itu gabung itu. Lebih banyak ikut-ikutan tanpa mengetahui hukumnya dari sudut pandang syariat Islam. Hal ini akan berakibat fatal, karena jangan-jangan nanti kaum Muslimin terjebak ke dalam lingkaran dosa dan amalan haram.
Maka dari itu, setiap orang Islam wajib hukumnya belajar ilmu fiqih muamalah (kontemporer). Ini yang masih jarang dipelajari oleh orang Islam. Padahal ini bersifat urgen dan signifikan. Kita tahu bersama, tidak sedikit dari kita yang terjebak dengan riba, tidak jarang kita melakukan akad jual-beli yang tidak sah, mengambil hak orang lain, berlaku zalim, termasuk mendapatkan harta-benda secara haram.
Kita merasa amal ibadah kita sudah cukup banyak. Tilawatil Qur’an, shalat rawatib, puasa sunnah, infaq-sedekah, dzikir, dan lain-lain. Kita sudah merasa yakin dan percaya nanti akan dimasukkan ke surga. Padahal di sisi lain, tanpa kita sadari, kita melakukan amalan-amalan muamalah yang bertentangan dengan syariat Islam. Atau dengan kata lain, amal baik kita banyak sekaligus amal buruk kita juga banyak. Impas. Sayang sekali bukan?
***
Apabila kita tak lagi berkesempatan untuk belajar tentang fiqih muamalah secara formal, kita bisa belajar dengan cara mengikuti kajian-kajian ekonomi syariah (offline maupun online), atau belajar sendiri dengan cara membeli buku. Terkait buku, saya ada rekomendasi, yaitu buku karya Dr. Erwandi Tarmizi, MA; seorang pakar fiqih muamalah kontemporer yang berjudul “Harta Haram Muamalat Kontemporer”, diterbitkan oleh Berkat Mulia Insani (BMI) Publishing Bogor, yang sampai saat ini sudah masuk cetakan ke-24.
Dalam buku tersebut dibahas: 1) harta haram hasil kezaliman; 2) gharar harta haram; 3) riba harta haram; 4) tolong-menolong dalam dosa dan maksiat; 5) bertaubat dari harta haram; 6) bermuamalah dengan pemilik harta haram. Pembahasan mengenai fintech masuk dalam bahasan riba harta haram.
Salah satu kelebihan dari buku ini adalah setiap menghukumi sesuatu, penulis selalu menyampaikan berbagai perbedaan pendapat ulama disertai dengan dalil-dalilnya. Setelah itu, penulis memberi kesimpulan mana pendapat yang terkuat dan disepakati mayoritas ulama. Sekalipun demikian, secara pribadi kita diberi kebebasan untuk memilih (memakai) pendapat yang mana, sesuai dengan keyakinan dan kadar pengetahuan kita.
Sekiranya kita ingin terbebas dari dosa dan terhindar dari mengumpulkan harta haram, maka mempelajari ilmu fiqih muamalah adalah sangat penting. Terlebih bagi kita yang pekerjaan utamanya adalah dalam dunia perdagangan. Harapannya, setiap akad yang kita lakukan adalah sah, setiap syarat dan rukun dalam bertransaksi sudah sesuai dengan syariat Islam. Sehingga harta yang kita peroleh dari keuntungan dalam berniaga adalah harta halal, baik, dan barakah. Lebih dari itu, syukur kita bisa memberikan keteladan bagi orang lain dalam hal bermuamalah.
Di akhir zaman seperti sekarang ini, barang siapa yang dalam bermuamalah masih berpedoman kepada syariat Islam, maka mereka itulah orang-orang yang beruntung. Wallaahu a’lam bish-shawab.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.