Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Maria Alsabina Ningsih Lado

Memaknai Janji di Bulan Oktober

Sastra | Thursday, 28 Oct 2021, 14:55 WIB
Ilustrasi Bulan Oktober | Istockphoto.com

Oktober, iya bulan yang terkenal dengan makna yang cukup mendalam bagi bangsa Indonesia. Saya akan mengajak Anda untuk melihat lebih jauh ke belakang apa yang sebenarnya terjadi pada 93 tahun lalu, tepatnya di tanggal 28 Oktober 1928. Waktu yang cukup lama, dan bisa dikatakan sejarah itu masih hidup sampai saat ini. Para pemuda pada saat itu mengikrarkan sebuah “JANJI” yang dikenal dengan Sumpah Pemuda. Janji tersebut akan terus diperingati setiap tanggal 28 Oktober. Inilah yang menjadi cikal bulan Oktober disebut sebagai bulan Bahasa Nasional.

Berbicara tentang “Janji” tentu saja perlu ditepati bukan? Lantas janji apa yang harus ditepati? dari ketiga janji yang diikrarkan terdapat satu janji yang membuat saya berpikir janji ini belum ditepati. Janji itu berbunyi “Kami Putra dan Putri Indonesia Menjunjung Bahasa Persatuan, Bahasa Indonesia” itulah bunyi janji yang diikrarkan dan masih terdengar hingga saat ini.

Ada kata yang saya tekankan dalam janji ini, yakni Menjunjung . Menjunjung, terdiri dari kata dasar junjung ditambah awalan me sendiri dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) memiliki arti membawa sesuatu di atas kepala. Hal ini berarti Bahasa Indonesia harus dimuliakan, dan dihormati. Tetapi hingga saat ini masyarakat Indonesia sendiri bak melupakan Bahasanya sendiri.

Berbagai kegiatan dirayakan untuk memaknai momentum tersebut, tetapi bagi saya pemaknaan ini bukan semata-mata hanya untuk dirayakan dengan perlombaan, namun ada hal lain yang jauh lebih bermakna dari itu. Lalu apa yang harus dilakukan?

Jika anda mengikuti sebuah perlombaan maka ada dua kemungkinan yang dapat terjadi, Pertama Anda akan menjadi orang yang turut aktif dalam perlombaan tersebut dengan mengambil peran dalam salah satu mata lomba. Kedua Anda akan menjadi penonton dari lomba yang diadakan atau bisa dikatakan Anda hanya turut meramaikan lomba dengan kehadiran Anda disana. Lantas apa hubungannya dengan bulan bahasa? Saya mengatakan bahwa percuma saja jika kemeriahan yang dirayakan pada saat bulan bahasa ini dirayakan jika kenyataannya kita belum menjunjung bahasa persatuan ini.

Maka sudah sepantasnya kita merenung dan memaknai penggunaan bahasa Indonesia yang bisa dikatakan semakin buruk dari hari kehari. Hal ini dikarenakan generasi saat ini cenderung lebih berkeinginan untuk belajar bahasa asing dibandingkan bahasa sendiri. Penggunaan istilah-istilah asing adalah salah satu cara melupakan bahasa sendiri. Memang betul belajar bahasa asing itu baik, tetapi alangkah lebih baik lagi jika kita dapat melestarikan bahasa Ibu terlebih dahulu daripada bahasa tetangga kita. Baik bukan, ketika kita mampu berbahasa dengan baik dan benar lalu memperkenalkan bahasa kita ke orang luar?

Berbicara tentang bahasa Indonesia, kita sendiri telah mempelajari bahasa ini sejak kecil. Ayah dan Ibu kita adalah orang pertama yang memperkenalkan Bahasa Indonesia kepada kita. Kita dididik untuk berbahasa dengan baik dan benar. Saya dan Anda yang sedang membaca tulisan ini pasti mendapatkan pelajaran yang sama tentang berbahasa sejak menginjak Sekolah Dasar hingga duduk di bangku perkuliahan.

Sudah cukup lama kita belajar Bahasa Indonesia, namun pertanyaannya apakah Anda dan saya sendiri telah berbahasa dengan baik dan benar? Tentu saja belum, sama seperti saya dan beberapa orang di luar sana yang berpikir bahwa kita belum menepati janji kita untuk Menjunjung Bahasa Indonesia.

Maka dari itu saya mengajak kita semua untuk berbahasa secara baik dan benar, kita harus memaknai bulan bahasa ini lebih dalam lagi, kita juga harus meneruskan semangat pemuda pada 28 Oktober 1928 yang dengan beraninya mengikrarkan sumpah untuk menjunjung tinggi bahasa Indonesia. Kita sebagai generasi penerus harus meneruskan ikrar yang telah dibuat 93 tahun silam. Mari bersama-sama menggunakan bahasa Ibu kita.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image