Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Fatimah Azzahra

Dilema RUU KIA

Gaya Hidup | 2022-06-23 22:20:19

Oleh: Fatimah Azzahra, S. Pd

"Pertimbangan cuti enam bulan itu kalau kita lihat dari sisi manfaatnya memang sangat, sangat, sangat bermanfaat," kata Hasto Wardoyo, Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN).

Begitulah dukungan terhadap bahasan RUU Kesejahteraan Ibu dan Anak yang diantaranya mengatur cuti melahirkan bagi ibu pekerja selama 6 bulan.

Cuti Ibu Melahirkan

Indonesia, walau sudah lama merdeka ternyata kasus angka kematian ibu, kematian bayi, kelahiran prematur, hingga angka stuntingnya masih cukup tinggi. Kebijakan cuti melahirkan digelontorkan dengan harapan menjadi sebagai salah satu solusi bagi permasalahan-permasalahan ini.

Cuti melahirkan ini bertujuan mengamankan kehamilan agar ibu tak bekerja terlalu berat ketika hamil besar. Juga untuk ASI bayinya, dan pemulihan ibu pasca melahirkan.

Dilansir dari laman republika.com (20/6/2022), Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI, Diah Pitaloka, menyatakan bahwa mungkin nanti dalam hal kerangka pembahasan RUU kesejahteraan ibu dan anak bisa jadi akan banyak topik. Tidak hanya menyangkut cuti, tapi juga ada jaminan sosial, ada pelayanan, ada ruang laktasi misalnya. Yang bisa terukur secara mikro sebagai bentuk komitmen negara terhadap tumbuh kembang anak atau hak perempuan.

Presidium Kaukus Perempuan Politik Indonesia (KPPI) Rahayu Saraswati mengungkapkan akan ada bahasan mengenai pengupahan juga dalam RUU ini. Di mana dalam tiga bulan pertama cuti pekerja perempuan akan mendapatkan gaji 100 persen. Sementara tiga bulan selanjutnya sebesar 75 persen.

Membela atau Mengancam

Sungguh angin segar bagi para ibu pekerja yang memiliki kodrat hamil dan melahirkan. RUU ini seolah membawa ketenangan akan posisi ibu pekerja. Dari mulai cuti melahirkan, pengupahan, ruang laktasi, bahkan daycare di kantor dibahas disini.

Tapi jika dipikir kembali, dalam sistem kapitalisme yang berstandar pada manfaat dan keuntungan. Tentu kebijakan ini tak menjadi keuntungan bagi perusahaan dan pengusaha. SDM mereka berkurang karena cuti melahirkan, tapi mereka tetap harus membayar gaji karyawan yang tengah cuti ini. Belum lagi fasilitas ruang laktasi, daycare yang dituntut hadir.

Wajar jika timbul kekhawatiran pada perempuan jika mereka justru akan jadi sulit untuk diterima atau bertahan bekerja karena kebijakan ini. Apalagi kondisi perekonomian masih belum stabil setelah ditempa pandemi.

Kesejahteraan ibu dan anak memang harus diperjuangkan. Secara umum, kesejahteraan seluruh rakyat harus diperjuangkan. Apalagi kini angka kemiskinan kian meningkat. Tapi, apakah benar jika perusahaan yang harus bertanggung jawab atas kesejahteraan ibu dan anak? Jika benar tugas perusahaan, lantas apa fungsi negara?

Indonesia dicengkeram Kapitalisme

Indonesia dianugerahi kekayaan alam yang melimpah ruah. Gunung, laut, tambang, semuanya kekayaan yang banyak. Sayang kondisi kita bak ayam kelaparan di lumbung padi. Karena sistem yang diterapkan tak mengijinkan rakyat menikmati kekayaan alam yang ada.

Kapitalisme membuat simbiosis mutualisme antara penguasa dan pengusaha. Membuat jarak antara si kaya dan miskin kian menganga. Negara hanya berfungsi sebagai regulator saja. Ide manis diucapkan, didiskusikan, dilontarkan, tapi banyak yang tak sampai pada penerapan. Apalagi jika sudah bersinggungan dengan kepentingan para pengusaha. Sudah jelas siapa yang akan dimenangkannya.

Inilah potret buram yang menghasilkan keterpurukan ibu dan anak. Kekayaan yang Allah titipkan tidak digunakan untuk rakyat tapi diberikan pada pengusaha dan memperkaya penguasa. Sehingga saling lempar tanggung jawab untuk menyejahterakan rakyat, termasuk ibu dan anak. Negara pun menuntut perusahaan untuk bisa menyejahterakan ibu dan anak.

Islam Menyejahterakan Ibu dan Anak

Ini sangat berbeda dengan sistem Islam. Dalam Islam, negara berkewajiban untuk memenuhi kebutuhan seluruh rakyatnya, termasuk ibu dan anak. Mulai dari sandang, pangan, papan hingga kesehatan, pendidikan, keamanan. Wajibnya sama seperti kita wajib menegakkan sholat. Dosa jika tidak dilakukan.

Maka negara akan memanfaatkan seluruh pos pemasukan demi terpenuhi kebutuhan rakyatnya, tak terkecuali ibu dan anak. Sumber daya alam akan dikelola sesuai dengan syari'at Allah dan hasilnya digunakan untuk memenuhi kebutuhan rakyat per kepala bukan per kapita.

Para pemimpin dalam sistem islam bervisikan akhirat. Mereka takut akan hisab berat yang menanti. Sehingga mereka bersungguh-sungguh mengurus dan melayani rakyatnya. Aturan islam yang diterapkannya pun bersumber dari qur'an dan sunnah. Sehingga insyaallah berkah kala hidup di dalamnya.

Allah turunkan islam sebagai solusi problematika kehidupan. Ia dilengkapi dengan berbagai aturan yang menunjang. Misalnya ada politik ekonomi islam yang mengatur agar kekayaan tidak hanya berputar pada segelintir orang. Ada pengaturan kepemilikan juga agar sumber daya alam yang melimpah bisa dinikmati oleh rakyat.

Selain itu, ada sistem nafkah dan perwalian sehingga ibu tidak dipaksa oleh keadaan untuk meninggalkan anaknya demi mencari nafkah. Maka wajar jika lahir generasi yang mulia saat islam diterapkan.

Tidakkah kita rindu ia hadir kembali?

Wallahu'alam bish shawab.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

Terpopuler di

 

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image