Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Thresia Antiq

Mengangkat Nilai Kearifan Lokal Gotong Royong Sebagai Kebudayaan Untuk Hidup Berkelanjutan

Edukasi | 2022-06-22 10:18:01

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), gotong royong mempunyai arti bekerja bersama-sama (tolong-menolong, bantu-membantu). Atau dengan kata lain, gotong royong merupakan kegiatan yang dilakukan secara bersama dan bersifat suka rela dengan untuk meringankan pekerjaan. Gotong royong merupakan salah satu ciri khas kepribadian dan kebudayaan bangsa Indonesia, karena kegiatan seperti ini sudah dilakukan oleh nenek moyang bangsa Indonesia. Gotong royong di berbagai daerah di Indonesia dikenal dengan istilah yang berbeda-beda. Misalnya di Sumatera Barat dikenal dengan istilah Hoyak Tabuk, di Jawa Timur dikenal dengan istilah Sambatan, di Yogyakarta dikenal dengan istilah Gugur Gunung, di Bali dikenal dengan istilah Ngayah, dan masih banyak istilah lain menurut daerahnya. Hingga saat ini, gotong royong memiliki nilai kearifan lokal yang perlu dilestarikan setiap daerah di Indonesia. Kearifan lokal tiap daerah ini membentuk kebudayaan daerah yang memperkaya kebudayaan nasional Indonesia. Selain itu, kesadaran setiap elemen masyarakat dalam menerapkan kegiatan gotong royong bisa mempererat hubungan persaudaraan.

Kearifan lokal merupakan suatu konsep mengenai gambaran masyarakat yang berasal dari nilai-nilai luhur yang telah membudaya. Dengan kata lain, kearifan lokal adalah hasil dari proses adaptasi turun temurun dalam waktu yang lama terhadap suatu lingkungan alam tempat tinggal mereka dan menjadi tata nilai kehidupan yang diturunkan dari generasi ke generasi. Dalam membangun karakter bangsa kita perlu meningkatkan dan menyadari adanya nilai-nilai kearifan lokal. Nilai krarifan lokal dalam gotong royong merupakan bagian dari warisan budaya di Indonesia yang harus di kembangkan. Akan tetapi, seiring perkembangan zaman yang makin modern membuat kondisi masyarakat Indonesia pada saat ini cenderung individualistis dan materialistis, budaya dan nilai luhur mulai tergerus oleh dampak globalisasi.

Sebagai warisan budaya tak benda, gotong royong mengandung nilai-nilai luhur. Pertama, nilai kebersamaan, yakni gotong royong mencerminkan kebersamaan yang tumbuh dalam lingkungan masyarakat. Kedua, nilai persatuan, yakni kebersamaan yang terjalin dalam gotong royong sekaligus melahirkan persatuan antaranggota masyarakat. Ketiga, semangat rela berkorban, bahwa gotong royong mengajari setiap orang untuk rela berkorban dalam hal waktu, tenaga, pemikiran, bahkan uang. Keempat, tolong-menolong dalam masyarakat. Kelima, nilai sosialisasi, yakni gotong royong dapat membuat manusia kembali sadar jika dirinya adalah makhluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri.

Gotong rotong tak hanya meliputi kehidupan di dalam negeri. Namun, dapat diwujudkan melalui kolaborasi berbagai negara untuk mewujudkan sebuah visi dan tujuan. Dan dalam hal ini, dapat dilihat dalam G20 Indonesia. Selama presidensi G20 Indonesia, solidaritas dan kemitraan (solidarity and partnership) atau berkaitan dengan kearifan budaya bangsa Indonesia, yaitu gotong royong merupakan salah satu isu yang diangkat dalam agenda prioritas bidang pendidikan dan kebudayaan yang diperjuangkan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek). Dalam hal ini, gotong royong sangat penting dalam berkolaborasi untuk pulih bersama. Pentingnya transformasi berbasis gotong royong untuk pemulihan pendidikan. Menurut Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Mendikbudristek), Indonesia melihat ke masa depan, melompat ke arah masa depan, dan tidak ingin hanya mengejar ketertinggalan. Dengan demikian, jelas bahwa gotong royong menjadi salah satu modal solid dan jalan kebudayaan untuk hidup berkelanjutan.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image