Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Ade Sudaryat

Menghindari Arus Putaran Mabuk Teknologi

Agama | Monday, 25 Oct 2021, 17:14 WIB

TAK DAPAT dipungkiri, kini kita berada di tengah-tengah kehidupan yang serba teknologi canggih. Hampir segala aktivitas kehidupan kita dibantu dengan perangkat teknologi. Kecerdasan buatan yang diwakili komputer hampir telah menggantikan kecerdasan otak manusia.

Perhitungan matematis yang dulu benar-benar hanya mengandalkan otak, kini tergantikan dengan kehadiran berbagai program dan aplikasi perhitungan. Demikian pula halnya dalam dunia gambar-menggambar, kini sulit rasanya mencari gambar ilustrasi di buku misalnya yang gambarnnya benar-benar hasil coretan tangan. Dalam teknologi mekanika, tenaga manusia telah tergantikan dengan sistem robot.

Satu hal dari kemajuan teknologi yang paling banyak dirasakan hampir semua orang adalah kemajuan dunia teknologi informatika. Kemajuan teknologi yang satu ini benar-benar telah memperkecil ruang dan memperpendek jarak antar tempat. Meskipun hanya di dunia maya, kini kita hampir dapat terhubung dengan siapapun di belahan dunia manapun mereka berada.

Kemajuan teknologi informatika pun telah merubah rasa dan gaya kehidupan kebanyakan orang. Rasa takut akan dampak kemajuan teknologi informatika bercampur dengan pemujaan terhadap kemajuan teknologi ini. Kaburnya perbedaan antara yang nyata dan semu sudah terjadi di sekitar kita, bahkan bisa jadi sedang menimpa diri kita pada saat ini. Salah satu dampak dari kemajuan teknologi yang dirasakan semua adalah kemajuan di bidang internet dan komunikasi.

Selain berdampak positif, kemajuan teknologi internet dan komunikasi juga telah melahirkan efek samping negatif. Kini banyak orang yang lebih senang hidup melangit di jumantara, seraya tak sadar diri, mereka tengah hidup di atas buana. Internet, media sosial, smartphone, dan berbagai teknologi komunikasi canggih lainnya menjadi sahabat setia.

Banyak diantara mereka yang begitu “khusyuk” dengan gadget yang dipegang, melupakan kondisi orang-orang yang ada di sekitarnya. Mereka lebih senang menempuh hidup dengan “program s-3” (senyum-senyum sendiri) sambil menggenggam smartphone, facebook, instagram, whatsapp, twitter, atau media sosial lainnya menjadi teman berkencan dan berbincang.

Banyak orang yang jaya di dunia maya, tapi tak berdaya di dunia nyata. Banyak pula orang yang songong dan sombong di dunia maya, tapi bengong di dunia nyata. Ribuan follower menjadi saudaranya di dunia maya, tapi mereka tak kenal dengan tetangga di dunia nyata.

Banyak orang yang duduk berdekatan, tapi tidak saling menyapa. Banyak orang yang menitikkan air mata karena menonton atau membaca kisah-kisah fiksi yang menyedihkan di dunia maya, namun air matanya mendadak kering tatkala melihat tetangga yang benar-benar nyata hidup dalam kubangan derita. Kehidupan nyata dianggap maya, sebaliknya kehidupan maya dianggap nyata.

Sementara itu, akibat dari permainan dan tayangan adegan kekerasan dalam game mengakibatkan orang-orang menganggap wajar terhadap kekerasan yang terjadi di sekitar lingkungannya. Mencerca, menghina, dan menghujat orang lain melalui media sosial dan media lainnya sudah dianggap hal yang biasa, tak dianggap lagi perbuatan nista.

John Neisbit ( 2001 : 13) dalam bukunya High Tech High Touch berpendapat, pada saat ini manusia pada umumnya tengah masuk ke dalam putaran Zona Mabuk Teknologi (Technologically Intoxicated Zone). Gejalanya ditandai dengan lebih senang menyelesaikan segala permasalahan secara instan; takut sekaligus memuja teknologi; mengaburkan perbedaan yang nyata dan yang semu; menyenangi teknologi sebagai mainan dan hiasan; menerima kekerasan sebagai sesuatu yang wajar; dan menjalani kehidupan yang berjarak dan terenggut.

Kita tak memungkiri apa yang dikatakan John Neisbit tersebut. Instan menjadi kata kunci utama dalam kehidupan pada saat ini. Makanan, gizi, meraih tubuh langsing, kesehatan, meraih kekayaan, menjadi seorang politikus dan pemimpin, dan lain sebagainya dapat diperoleh secara instan.

Untuk mendapatkan informasi, tangan kita tak perlu kotor lagi karena membulak-balik lembaran buku, koran, atau majalah, cukup dengan satu klik saja, bertanya kepada “Mbah Google”. Demikian pula dengan gelar keilmuan yang dahulu harus ditempuh bertahun-tahun dengan setumpuk buku yang harus dibaca dan dianalisa, kini bisa ditempuh dalam waktu singkat, gelar berjejer di depan atau belakang nama akhirnya didapat.

Dahulu, gelar ustadz merupakan gelar kehormatan yang diberikan masyarakat atas jasa dakwah dan kompetensi ilmu keagamaan yang dimiliki seseorang. Proses menempuhnya sangat panjang, selain harus benar-benar melalui pendidikan di pondok pesantren yang memakan waktu lama, mengkaji setumpuk kitab-kitab berbahasa Arab gundul yang rumit, juga keilmuannya harus benar-benar handal dan teruji. Kini semua itu dapat dilewati dengan berbagai metode serba cepat.

Pemujaan terhadap teknologi menjadi ciri utama orang yang dianggap maju. Jika tidak menguasai teknologi disebut gagap teknologi (gaptek) sebagai bahasa halus dari kata kuno atau ketinggalan zaman. Di sisi lainnya kemajuan teknologi dijadikan hanya sebagai mainan.

Industri game di satu sisi menghasilkan uang, namun di sisi lain menghancurkan nilai-nilai kemanusiaan. Banyak orang yang menghabiskan waktu dan uang jutaan rupiah demi kesenangan bermain game. Tak sedikit pula dari permainan game ini melahirkan tindak kekerasan di dunia nyata karena pikiran mereka seakan-akan sedang hidup dalam game di dunia maya.

Demikian pula dengan dunia media sosial. Awal kehadirannya bertujuan untuk menghubungkan komunikasi antar manusia di belahan dunia agar mendapatkan kemudahan berkomunikasi. Seiring kemajuan dan memasyarakatnya media sosial, kini media sosial terkadang menjadi media untuk menghujat, mencerca, atau menjelek-jelekan orang lain.

Kondisi-kondisi tersebut merupakan kenyataan yang tengah melanda kehidupan kita pada saat ini. Haruskah kita lari dari kemajuan teknologi?

Tentu saja tidak boleh, sebab jika kita lari dari kemajuan teknologi, kita akan menjadi orang yang tertinggal. Satu hal yang harus kita lakukan adalah menciptakan filter agar kita tidak menjadi orang yang lupa diri, tetap menggunakan teknologi seraya tidak melupakan nilai-nilai moral kemanusiaan diiringi nilai-nilai keagamaan.

Syaikh Al-Waraq seorang ulama salaf seperti yang dikutif Imam al Ghazali dalam karyanya Bidayat al Hidayah berkata, “hiduplah kalian bersama ahli zamanmu, sesuai dengan kemajuan zaman, tapi kalian harus pintar-pintar menghindari dampak negatifnya.”

Rasulullah saw bersabda, “berlindunglah kalian dari jaari al suui“ (Sunan An-Nasai, hadits nomor 5502).

Dalam kamus bahasa Arab jaari al suui artinya kejelekan tetangga. Kata tetangga bisa bermakna sebenarnya, bisa pula bermakna kiasan. Tetangga dalam arti sebenarnya adalah mereka yang rumahnya berdekatan dengan kita. Sementara tetangga dalam arti kiasan adalah sesuatu yang berdekatan dengan kita.

Pada saat ini, kita sangat lekat bertetangga dengan teknologi. Seperti halnya dengan tetangga dalam arti sebenarnya yang bisa memberikan manfaat dan mudarat, demikian pula halnya dengan teknologi. Karena itu, kita harus benar-benar arif dalam memanfaatkan kemajuan dan kecanggihannya, sebab pada saat ini segala yang kita inginkan benar-benar berada dalam ujung ibu jari kita, hal yang bermanfaat dan mudarat, pahala dan dosa, tinggal satu klik saja.

Ade Sudaryat, Penulis Lepas bidang Agama, Pendidikan, dan Sosial Budaya. Tinggal di Kampung Pasar Tengah Cisurupan Garut Jawa Barat

Papan Ketik dan Robot.

Sumber Gambar :Sumber gambar https://pixabay.com/id/illustrations/papan-ketik-tangan-robot-4482270/

 

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image