Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Wahyu Utami

Memutus Mata Rantai Guru Honorer, Mungkinkah?

Eduaksi | Sunday, 24 Oct 2021, 02:33 WIB

Tahun ini Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) merekrut 1 juta guru untuk mengisi kekosongan guru yang ada di seluruh Indonesia. Perekrutan tersebut melalui seleksi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK). Mendikbudristek Nadiem Makarim mengatakan sudah mengupayakan berbagai cara untuk membantu guru honorer, salah satunya dengan memberikan tambahan nilai afirmasi dalam seleksi PPPK.

Kepala Pusat Pengembangan Sistem Seleksi Badan Kepegawaian Negara (BKN) Mohammad Ridwan mengingatkan, setelah seleksi PPPK Guru berakhir, diharapkan tidak ada lagi sekolah-sekolah yang berada di pusat maupun daerah melakukan perekrutan guru menjadi status honorer. "Setelah seleksi PPPK Guru dan formasi terisi, sekolah tidak boleh lagi merekrut honorer guru baru. Rekrutmen guru hanya melalui seleksi CASN. Kita putus lingkaran malaikat guru honorer," kata Ridwan (14/10).

Selama ini pengangkatan guru honorer terjadi karena banyak guru ASN yang pensiun sementara pemerintah tidak mampu mengangkat guru ASN sesuai kebutuhan. Akhirnya sekolah terpaksa menutup kekurangan guru dengan merekrut guru honorer. Hanya saja kondisi ini memunculkan problem karena gaji guru honorer amat minim sehingga jauh dari sejahtera. Akhirnya tidak sedikit dari para guru honorer ini terpaksa mencari nafkah dengan kerja sampingan.

Kita melihat kontribusi guru honorer tidak bisa dipandang sebelah mata. Tanpa keberadaan mereka pastinya ada banyak kekosongan guru yang berimbas pada terlalaikannya hak anak didik mendapatkan pendidikan yang optimal. Mereka mempunyai beban kerja yang sama beratnya dengan guru ASN. Di tangan mereka, baik guru ASN maupun honorer, terpikul tanggung jawab besar mencetak generasi calon pemimpin bangsa di masa depan.

Kita tentu sangat setuju jika pemerintah hendak menjamin kesejahteraan guru dengan meniadakan guru honorer. Hanya saja perlu diperhitungkan, mungkinkah memutus perekrutan guru honorer? Jika pemerintah tetap tidak mampu memenuhi kebutuhan guru maka hal ini justru akan menciptakan masalah baru.

Program seleksi satu juta guru PPPK Tahun 2021 ini seolah menjadi harapan untuk memutus mata rantai guru honorer. Tetapi dalam pelaksanaannya masih banyak masukan dan kritikan baik dari guru honorer sendiri, pemerhati pendidikan maupun anggota DPR. Salah satunya adalah masih banyak formasi guru PPPK yang disediakan di sejumlah daerah tidak sebanding dengan jumlah guru honorer yang ada. Bahkan ada daerah yang tidak mengajukan formasi PPPK.

Oleh karena itu pemerintah perlu menghitung dengan cermat kemampuan perekrutan guru. Ini saja baru guru honorer yang ada di sekolah negeri. Bagaimana pula nasib guru honorer yang tersebar di berbagai sekolah swasta di seluruh Indonesia? Pengabdian mereka juga tidak bisa dipandang sebelah mata mengingat keterbatasan sekolah negeri yang tidak mampu menampung semua anak usia sekolah. Dalam satu kecamatan hanya ada satu sekolah negeri bahkan ada yang tidak ada.

Dari sini pemerintah harus memprioritaskan alokasi dana yang secukup-cukupnya untuk pendidikan khususnya gaji seluruh guru. Jika untuk biaya infrastruktur saja pemerintah mengalokasikan dana yang sangat besar maka seharusnya dalam bidang pembentukan sumber daya manusia lebih besar lagi.

Di masa Islam, negara sangat menghargai dan memperhatikan kesejahteraan guru. Semua guru adalah aparatur/pegawai negara (muwadlifin daulah). Semua guru akan dimuliakan karena peran strategisnya mendidik generasi penerus pembangun peradaban. Negara merekrut guru sesuai kebutuhan negara. Di dalam Islam tidak ada guru honorer, semua guru mendapat gaji yang sangat layak untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.

Pada masa Rasululloh saw, tawanan Perang Badar dapat bebas jika mereka mengajarkan baca tulis kepada sepuluh orang penduduk Madinah. Begitu pula pada masa Umar bin Khoththob. Imam ad Damsyiqi menceritakan sebuah riwayat dari al Wadliyah bin atho yang mengatakan bahwa di madinah ada tiga tenaga pengajar yang mengajari anak-anak kecil. Khalifah Umar bin Khoththob memberi mereka upah masing-masing 15 dinar per bulan (HR Ibn Abi Syaibah). 1 dinar = 4,25 gram emas. Jika dikonversi pada masa sekarang nilainya kurang lebih 33 juta rupiah. Nilai yang sangat sepadan dengan pengabdian yang telah diberikan.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image