Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image melia senita

Nasib Pekerja di Bawah UU Cipta Kerja

Info Terkini | Saturday, 18 Jun 2022, 08:58 WIB
Aksi Demonstrasi Buruh " />
Aksi Demonstrasi Buruh

DPR secara resmi telah mengesahkan revisi Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (RUU PPP) dalam Rapat Paripurna DPR ke-23 masa sidang V tahun sidang 2021-2022, Selasa (24/5).

Revisi UU PPP ini nantinya akan menjadi landasan hukum untuk memperbaiki UU Cipta Kerja Nomor 11 Tahun 2020 yang dinyatakan inkonstitusional bersyarat oleh Mahkamah Konstitusi (MK). Pengesahan RUU PPP Dinilai Abaikan Putusan MK soal UU Cipta Kerja

Ketua DPR Puan Maharani menyebut revisi UU PPP dilakukan pemerintah dan DPR karena sebelumnya tidak mengatur mengenai mekanisme pembentukan UU secara omnibus law atau gabungan. Sebab, salah satu hal yang disoroti MK dalam putusan soal UU Cipta Kerja, yaitu omnibus law tidak diatur dalam mekanisme pembentukan UU di Indonesia. MK pun memerintahkan pemerintah dan DPR untuk memperbaiki UU Cipta Kerja dalam jangka waktu paling lama dua tahun sejak putusan diucapkan.

Badan Legislasi (Baleg) DPR RI telah menyepakati revisi UU PPP mencantumkan 19 poin perubahan. Beberapa poin perubahan itu di antaranya mengatur terkait penyusunan peraturan perundang-undangan dapat menggunakan metode omnibus law, penanganan pengujian peraturan perundang-undangan, serta asas keterbukaan. DPR Resmi Sahkan Revisi UU PPP Terkait Omnibus Law (dikutip: CNN Indonesia Kamis, 26 Mei 2022 08:30 WIB).

Jika dilihat sepintas dengan berbagai alasan pemerintah bisa diterima akal dengan memberikan kesan terdalam bahwa begitu peduli pemerintah terhadap pekerja dengan berupa sekeras apa pun merubah RUU terkait Omnibus Law seakan berpihak kepada rakyat,benarkah begitu? Berbagai upaya ditempuh yakni dengan adanya perubahan Revisi UU PPP terkait Omnibus Law sampai hari ini belum menunjukkan keberpihaknya kepada rakyat artinya upaya ini adalah jalan buntu guna mensejahterakan rakyat, disetiap pasalnya yang memberikan satu tanda pengekangan hak mereka sebagai pekerja. Dengan berbagai cara agar hak mereka juga diambil secara paksa dengan cara mengatasnamakan omnibus law. Dengan desakan oleh Said Iqbal bersama serikat buruh antara lain KSPI, ORI, KPBI, KSBSI, SPI, FSPMI, FSPKEP, SPN, ASPEK Indonesia, FSP ISI, dan lain-lain ini menolak pengesahan UU P3. “DPR bersama pemerintah melakukan revisi UU PPP hanya sebagai akal-akalan hukum agar omnibus law UU Cipta Kerja bisa dilanjutkan pembahasannya agar bisa segera disahkan,”

Hal ini menunjukkan bahwa upaya ini adalah upaya pemerasan upah yang disembunyikan, hal ini yang membuat para pekerja sukar mencari celah yang diselewengkan pemerintah. Dengan berbagai pasal "Omnibus Law ada 1071 pasal. Setumpuk pasal ini kita gak tahu sebetulnya bagian yang gelap, sebut Ada Maksud Kejahatan di Balik UU Omnibus Law. Jika diteliti UU dengan secara tiba-tiba menpolhukam akan menyelesaikan selama 20 hari ke depan itu artinya perlu pengkajian ulang karena sulit untuk diterima oleh akal kita,hal ini memunculkan upaya untuk membahas tentang omnibus law terabaikan secara jelas para pekerja sama sekali tidak dipedulikan, dengan UU yang dibuat tertutup pekerja tidak mengetahui hak-hak mereka,ini adalah upaya jahat yang lahir dari sistem kapitalis sekuler.

Upaya revisi dikebut bersifat kejar tayang, bisa disimpulkan jika isi revisi sangat bermuatan kepentingan sesaat. Tidak melibatkan publik yang meluas dan syarat kepentingan dari kelompok tertentu,” sebagai bentuk keuntungan yang jelas dengan desakan Revisi UU PPP ini.

Islam Solusi Dari Pemerasan

Islam membuktikan dengan sistemnya yang khas yakni memperlakukan manusia bagaimana yang diajarkan didalam aturannya yakni berbagai sumber hukum yang menentramkan hati penganutnya yang sumbernya pasti tanpa harus menrevisikan yang mempersulitkan hamba yakni hokum syara’. Islam hadir ditengah-tengah umat sebagai bentuk kepatuhan kepada sang Khaliq (Pencipta) dengan penerapan suatu sistem yang mudah diterima oleh akal secara fitrah, Ajaran Islam yang direpresentasikan dengan aktivitas kesalehan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan bentuk sebaik-baiknya contoh

sosial yang dengan tegas mendeklarasikan sikap anti diktator untuk membangun tata kehidupan masyarakat yang toleran dan berkeadilan. Islam sangat mengatur upah dan kerjasama atas manusia yang satu dengan manusia yang lain. Bahkan Islam akan memberikan saksi tegas terhadap pelaku-pelaku curang dalam pembagian upah. Sebagaimana didalam hadist ibnu majah menjelaskan

“Berikan kepada seorang pekerja upahnya sebelum keringatnya kering.” (HR. Ibnu Majah, shahih).

Islam tidak mentolerir sistem pemerasan dengan alasan apa pun. Terlebih lagi adanya praktik jual-beli pekerja dan pengabaian hak-haknya yang sangat tidak menghargai nilai kemanusiaan.

Upaya dan sangsi bagi mereka mengabaikan hak-hak umat sebagai Surat Mutaffin Ayat 14-15 ini berbunyi :

Sekali-kali tidak (demikian), sebenarnya apa yang selalu mereka usahakan itu menutupi hati mereka. Sekali-kali tidak, sesungguhnya mereka pada hari itu benar-benar tertutup dari (rahmat) Tuhan mereka. Kemudian, sesungguhnya mereka benar-benar masuk neraka. Kemudian, dikatakan (kepada mereka): 'Inilah azab yang dahulu selalu kamu dustakan."

Demikian sekomplit aturan yang tertata rapi dalam hukum-hukumnya yang dikemas secara menyeluruh dalam bentuk penerapan suatu sistem yang khas yakni daulah khilafah islam,Wallahu’alam bish shawab

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image