Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Syafa Nur Afifah

Salahkah Jika Muslimah Jatuh Cinta?

Agama | 2022-06-15 14:47:04
Sumber Gambar: www.kashorga.com

Jatuh cinta? Cinta itu apa sih? Apakah salah jika muslimah jatuh cinta?”

Wahai Muslimah..

Cinta adalah sesuatu yang Allah Subhannahu Wata’Ala fitrahkah untuk setiap hamba-Nya. Tidak salah jika kita mencinta selagi kita bisa menjaga kesucian fitrah kita sebagai Wanita Muslimah.

Sebut saja salah satunya adalah kisah cinta antara Ali bin Abi Thalib Radhiallahu ‘Anhu dan Fatimah Az-Zahra Radhiallahu ’Anha. Kisah cinta yang begitu mulia disisi Allah Subhannahu Wata ‘Ala.

Ya, Fatimah dan Ali saling mencintai dalam do’a, kisah cinta yang begitu suci sampai syaitan pun tidak mengetahuinya. Namun, bagaimana dengan remaja zaman sekarang? Di zaman yang canggih seperti saat ini menjadi tantangan besar bagi kaum adam dan juga hawa untuk bisa menjaga izzah nya masing-masing.

Pacaran? Ya, kalimat itu sudah tidak asing lagi dikalangan remaja zaman sekarang. Dari tingkat Sekolah Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP), Sekolah Menengah Atas (SMA), bahkan yang sekolah di pondok pun tidak terlepas dari kata pacaran atau bisa jadi yang sudah belajar ilmu agama di penguruan tinggipun sering lupa bahwa hukum pacaran adalah haram.

“ah, aku ga pacaran kok, cuman chattingan saja,“aku sahabatan doang kok”,“kita cuman saling mengingatkan dalam kebaikan kok”. Dsb.

Percayalah wahai sahabat seimanku, itu hanyalah tipuan manis yang syaitan buat untukmu. Bukankah kita tahu melihat seseorang yang bukan mahrampun termasuk zina mata? mengapa? Karna semua itu bermula dari pandangan mata, maka dari itu Allah Azza wa Jalla berfirman :

قُلْ لِّلْمُؤْمِنِيْنَ يَغُضُّوْا مِنْ اَبْصَارِهِمْ وَيَحْفَظُوْا فُرُوْجَهُمْۗ ذٰلِكَ اَزْكٰى لَهُمْۗ اِنَّ اللّٰهَ خَبِيْرٌۢ بِمَا يَصْنَعُوْنَ

”Katakanlah kepada laki-laki yang beriman,'Hendaklah mereka menahan pandangannya dan memelihara kemaluannya. Yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat.'” (Qur’an Surah An-Nur [24] : 30).

Dari ayat di atas kita dapat menyimpulkan bahwasanya kita diperintahkan untuk menjaga pandangan kita, terutama menjaga izzah kita sebagai wanita. Seperti yang dicontohkan Sayyidah Fatimah Az Zahra Radhiallahu ’Anha dalam menjaga izzah dan kehormatanya sebagai wanita shalihah. Maa Syaa Allah.

Begitupun dengan Ali, kesabarannya, tantangannya untuk meminang sang pujaan hati sangatlah tidak mudah, Ali merasa bahwa dirinya tidak pantas untuk Fatimah. Sampai tibalah dua sahabat Rasulullah Salallahu ‘Alaihi Wassalam yaitu Abu Bakar Radiyallahu ‘Anhu dan Umar bin Khattab Radiyallahu ‘Anhu meminang Sayyidah Fatimah, Ali merasa cemas dan gelisah.

Tetapi atas kehendak Allah dan doa-doanya, Fatimah Az-Zahra Radhiallahu ’Anha menolak lamaran tersebut. Ali yang mendengar hal tersebut kembali bergembira dan bersemangat. Namun di sisi lain, ia juga mulai merasa ragu. Jika Abu Bakar dan Umar yang begitu teguh keimanannya saja ditolak, bagaimana dengan dirinya yang belum ada apa-apanya.

Lalu Sayyidun Ali datang menemui Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam untuk melamar Fatimah Az-Zahra, sesampainya dirumah Rasul, Ali ditanya maksud kedatangannya, Ali tak berani menjawab. Rasul pun mempertegas pertanyaannya.

“Apakah kedatanganmu untuk melamar Fatimah?” ujar Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam. Ali pun menjawab , “ Iya”, lalu Rasulullahpun mengatakan, "Apakah engkau memiliki suatu bekal mas kawin?" Dengan tulus Ali menjawab, " Demi Allah, engkau sendiri mengetahui bagaimana keadaanku ya Rasulullah. Tak ada sesuatu tentangku yang tidak engkau ketahui. Aku tidak memiliki apa-apa selain sebuah baju besi, sebilah pedang dan seekor unta."

Mendengar jawaban Ali, Rasulullah pun tersenyum dan berkata, " Tentang pedangmu, engkau tetap memerlukannya untuk meneruskan perjuangan di jalan Allah. Dan untamu, engkau tetap memerlukannya untuk mengambil air bagi keluargamu juga bagi dirimu sendiri. Engkau tentunya memerlukannya untuk melakukan perjalanan jauh. Oleh karena itu, aku hendak menikahkanmu dengan mas kawin baju besi milikmu. Aku bahagia menerima barang itu darimu Ali. Engkau wajib bergembira sebab Allah lah sebenarnya yang Maha Tahu lebih dulu. Allah lah yang telah menikahkanmu di langit lebih dulu sebelum aku menikahkanmu di bumi." (Hadist Riwayat Ummu Salamah).

Menikahlah Ali dengan Fatimah dengan penuh hikmah. Dan malam harinya setelah dihalalkan oleh Allah SWT, terjadilah dialog yang sangat menyentuh.

Dalam suatu riwayat dikisahkan bahwa suatu hari setelah keduanya menikah, Fatimah berkata kepada Ali “Maafkan aku, karena sebelum menikah denganmu, aku pernah satu kali merasakan jatuh cinta kepada seorang pemuda dan aku ingin menikah dengannya”. Ali pun bertanya mengapa ia tak mau menikah dengannya, dan apakah Fatimah menyesal menikah dengannya. Sambil tersenyum Fatimah menjawab, “Pemuda itu adalah dirimu.”

Nah, begitulah akhir manis dari cinta Ali Radiallahu ‘Anhu dan saidah Fatimah Az-Zahra. Betapa Allah Shalallahu ’Alaihi Wassalam menjaga perasaan Ali dan Fatimah.

Ali dan Fatimah sudah saling mencintai, namun tak ada satu pun dari mereka yang mengumbar perasaaanya. Mereka sama-sama saling mencintai dan menjaga dalam doa. Tentunya bagi Ali, butuh usaha bertahun-tahun untuk memantaskan diri, agar dirinya pantas untuk Fatimah.

Beberapa halanganpun sempat Ali lalui. Namun, Ali tak pernah menyerah untuk melamar Fatimah. Begitupun Fatimah, ia mencintai Ali juga dalam doa. Bersama memantaskan diri, sehingga kisah cinta mereka begitu mulia disisi Allah Subhannahu Wata'ala.

Sahabat seiman ku, dari kisah ini kita bisa mengambil hikmah bahwasanya cinta itu tidak harus ditunjukan kecuali cinta kita kepada Sang Pencipta. Tentu saja rasa cinta yang datang itu adalah fitrah, namun kita harus bisa menjaga fitrah itu sebaik-baiknya, seperti qudwah kita Fatimah Az-Zahra Radiyaullahu`Anha.

Sebelum menikah pun, Fatimah Az-Zahra dan Ali Bin Abi Thalib tidak pernah mengutarakan cinta antara satu dengan yang lainnya. Namun, pada zaman sekarang ini banyak yang mengumbar kata-kata sayang dan cinta padahal belum memiliki ikatan yang halal.

Kisah cinta Fatimah Az-Zahra dan Ali Bin Abi Thalib ini memberikan kesimpulan bahwa memang tidak ada percintaan sebelum pernikahan. Kalaupun memang ada cinta sebelum pernikahan itu hanyalah hawa nafsu semata. ingatlah bahwa laki-laki yang baik tidak akan merusak perempuan yang baik.

Dan begitu juga sebaliknya, perempuan yang baik tidak akan merusak laki-laki yang baik. Apalagi dengan melakukan pacaran yang belum tentu berujung dengan pernikahan. Naudzubillahi min dzalik..

Wahai Muslimah, jadilah wanita yang disegani, yang tidak mencari kesempatan hanya karna kesepian, dirimu begitu berharga, selagi dia yang kau nanti belum datang, jadilah wanita yang hebat dan sibukkanlah dirimu untuk masa depanmu kelak. Karna wanita memang tercipta hanya untuk menunggu dan menanti dalam taat.

Tunggulah apa yang pantas kau tunggu dengan terus memperbaiki diri, bukan sibuk memikirkan siapa yang akan menjadi jodohmu nanti.

Ingatlah bahwa Allah telah menuliskan nama pasanganmu. Yang perlu kau lakukan adalah memperbaiki hubunganmu dengan-Nya. Inilah hakikat cinta yang sesunggunghnya. Dari Abdullah bin Amr, Rasulullah Shalallahu ’Alaihi Wassalam bersabda:“Dunia adalah perhiasan, dan sebaik-baik perhiasan dunia adalah wanita salihah.” (Hadist Riwayat Muslim). Wallahu’Alam..

Semoga kita bisa mengambil hikmah dan pelajaran dari kisah cinta sayyidun Ali Radihiyallahu ‘Anhu dan sayyidah Fatimah Az-Zahra Radhiallahu ‘Anha dan tetaplah berusaha memperbaiki diri.

Referensi:

https://www.liputan6.com/ramadan/read/4258983/kisah-cinta-ali-bin-abi-thalib dan-fatimah-az-zahra-saling-mendoakan-tanpa-umbar-perasaan, diakses pada 02 Maret 2022 pada pukul 14.56

Di Depan Meja Perizinan Putri, Sukabumi, 05 Mei 2022 Pukul 16:30 WIB

*Mahasiswi Angkatan III Prodi KPI STIBA Ar Raayah, Sukabumi

**Pemenuhan Tugas Mata Kuliah Komunikasi Islam

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image