Sekrup Kecil Itu Bernama BPKH
Lomba | 2021-10-17 21:34:36Transformasi tata kelola perhajian di Indonesia memasuki babak baru. Pembentukan Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) menambah daftar perhatian pemerintah terhadap isu-isu aktual masyarakat. Melalui UU Nomor 34 tahun 2014 dan dilaksanakan dengan Peraturan Presiden nomor 110 tahun 2017 mengenai BPKH dan Peraturan Pemerintah Nomor 5 tahun 2018 mengenai Pengelolaan Keuangan Haji, eksistensi BPKH semakin diperhitungkan.
Dengan semakin terbukanya arus informasi dan tuntutan good governance, serta menguatnya implementasi sektor ekonomi keuangan Islam, fungsi dan peran BPKH dapat dipotret secara lebih lugas.
Optimisme seperti apa yang layak disematkan dari kemunculan lembaga ini? Di mana posisinya dalam akselerasi terciptanya ekosistem ekonomi keuangan Syariah Indonesia?
Arsitektur Ekonomi Syariah
Dalam forum Economic Challenges Metro TV edisi membangun peradaban ekonomi Islam di Indonesia, Syafii Antonio (2016) menegaskan bahwa bangunan sistem ekonomi sesungguhnya terdiri dari beberapa elemen: ideologi, nilai-nilai, instrumen, dan infrastruktur. Sistem ekonomi Islam merefleksikan keterkaitan di berbagai dimensi tersebut, dengan Tauhid sebagai basis pijakan dan maslahat sebagai tujuan. Melalui perspektif demikian, ekonomi Islam sudah waktunya untuk dilihat melalui lensa yang lebih luas lebih dari sekadar perbankan Syariah maupun zakat-wakaf.
Dalam konteks industri dalam negeri, Bambang Brodjonegoro (2019) menegaskan, pengembangan ekonomi Islam harus melibatkan berbagai sektor lainnya sebagai suatu integrasi sistem ekonomi berlandaskan Syariah. Tujuannya, agar pertumbuhan yang berlangsung pada sektor keuangan Syariah berdampak langsung dan signifikan pada pertumbuhan di sektor riil. Secara fundamental, pengembangan sektor riil merupakan fokus utama dalam sistem ekonomi Islam.
Setidaknya ada dua poin penting yang dapat disarikan dari pemikiran Syafiâi Antonio dan Bambang Brodjonegoro. Pertama, proyek pengembangan ekonomi Islam berangkat dari gagasan bagaimana pembumian Tauhid dalam dimensi ekonomi, bukan dari ruang hampa ataupun imajinasi. Kedua, hendaknya segenap pemangku kepentingan dalam pengembangan ekonomi Islam di Indonesia saling melakukan kolaborasi untuk mengimplementasikan nilai-nilai ekonomi Islam yang universal. Semuanya harus dalam kesatuan irama layaknya sebuah orkestra.
Seruan ini menjadi penting di tengah kecenderungan untuk terjatuh pada pragmatisme industri maupun utopisme gagasan. Dengan semangat ini pula, segenap kalangan menaruh harapan besar terhadap eksistensi BPKH sebagai salah satu pemain baru dalam ekosistem ekonomi Islam Indonesia.
BPKH: Sebuah Sekrup Kecil
Dibandingkan dengan sektor perbankan dan keuangan lainnya, harus diakui, selama ini sektor haji tidak cukup menjadi isu serius. Masterplan Arsitektur Keuangan Syariah Indonesia (2016) memasukkan haji dan dampak keekonomiannya ke dalam dana keagamaan dan sosial. Jamak dimaklumi, isu dominan yang lebih sering diperbincangkan di ranah ini berfokus pada Zakat, Infak, Sedekah, dan Wakaf.
Akan tetapi, dengan semakin besarnya permintaan haji di negeri ini, juga semakin panjangnya daftar tunggu calon haji, tantangan besar maksimalisasi pemanfaatan dana haji, berikut dampak keekonomian, baik yang berskala komersiil maupun sosial, menemukan momentum. Pembentukan BPKH menjadi jawaban taktis. Apalagi, saat mencermati kinerja mengesankan yang ditorehkan oleh beberapa negara tetangga di ranah yang sama. Tabung Haji Malaysia, misalnya. Dilihat dari track record dan model bisnis yang dijalankan, pengalaman Tabung Haji Malaysia sejak 1963, menjadi salah satu best practice bagaimana pengelolaan dana haji di zaman kiwari ini. Kabir Hassan (2019) menyebut Tabung Haji sebagai Innovator/First mover dalam lanskap pengembangan dana haji yang berdampak. Kesuksesan Tabung Haji seakan menggambarkan senyawa yang harmonis antara manajemen modern pengelolaan dana haji dan tradisi intelektualitas Islam.
Tren Positif
Dinahkodai oleh badan pelaksana dan diawasi oleh badan pengawas, kinerja BPKH menjadi sorotan publik. Melihat rekam jejak mereka, meskipun masih seumur jagung, kita menangkap semangat luar bisa untuk mengembangkan ekosistem ekonomi keuangan Syariah di Indonesia. Jika merujuk pada data 2020, tampak bahwa pengelolaan dan pemanfaatan dana haji mengalami peningkatan. Kepala Pelaksana BPKH, Anggito Abimanyu menjelaskan, saldo dana haji pada 2020 mengalami kenaikan sebanyak 15,08% dari Rp124,32 triliun di 2019 menjadi Rp143,1triliun di 2020. Nilai manfaat yang dibagikan kepada calon jemaah haji tunggu mencapai Rp7,46 triliun. Dari segi kekayaan, terjadi peningkatan sebesar 15%. Pada 2020, kekayaan BPKH mencakup dana penyelenggaraan ibadah haji sebesar Rp139,41 triliun ditambah dana abadi umat sebesar Rp3,65 triliun. Penambahan kekayaan berasal dari setoran jemaah baru dan nilai manfaat. Perolehan nilai manfaat juga naik di 2020 mencapai Rp7,46 triliun atau naik sebesar 2,33% dari 2019 yang sebesar 7,28% (Harian Jogja, 2021).
Capaian ini melengkapi tren kinerja positif BPKH tahun-tahun sebelumnya. BPKH harus terus berimprovisasi dan berinovasi. Di sisi lain, kinerja tersebut sudah seharusnya menjadi lecutan semangat bagi segenap pegiat ekonomi Islam di Indonesia untuk terus berikhtiar menggerakkan sektor ekonomi dan keuangan berbasiskan instrumen, nilai-nilai, juga ideologi yang dikembangkan dalam sistem ekonomi Islam. Ibarat sebuah bangunan, sekrup-sekrup kecil infrastruktur ekonomi Islam harus digerakkan dan diperkuat dalam semangat kolaborasi untuk melayani kemanusiaan.
Menuju Maslahat
Hidup di alam modern dengan dominasi epistemologi Konvensional termasuk dalam aras perekonomian dan bisnis, tidak mudah. Apalagi, bagi masyarakat yang berniat memasukkan variabel keberkahan sebagai salah satu preferensi. Variabel unik ini seakan menantang konstruksi rasionalitas sekuler yang lebih bertumpu pada satu mantra Homo Economicus: bahwa setiap manusia ekonomi selalu berusaha memaksimalkan sumber daya untuk sebesar pencapaian profit material semata.
Dalam worldview ekonomi Islam, batas antara motif ekonomi dan kepatuhan Syariah melebur. Motif ekonomi berusaha memastikan sustainabilitas proses bisnis. Sedangkan kepatuhan Syariah melayani aspek legal formal fikih, juga dimensi kehidupan secara lebih luas. Itulah peran-peran keseimbangan yang harus terus dimainkan.
Semoga BPKH terus berikhtiar secara istiqomah, menjadi salah satu sekrup kecil dalam ekosistem besar ekonomi Islam masa depan yang amanah dan berdampak maslahat.
#BPKHWritingCompetition
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.