Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Ani Rahmawati

Standardisasi Lewat Media Sosial, Benarkah?

Gaya Hidup | Sunday, 12 Jun 2022, 20:50 WIB
Sumber : Pinterest

Sosial media, tidak asing didengar terutama bagi para pengguna aktif internet. Sebagai pengguna aktif, sosial media menjadi salah satu tujuan seseorang untuk membagikan informasi seputar kehidupan pribadi, menambah koneksi, media penghibur dan masih banyak hal lain. Di Indonesia sendiri, sosial media merupakan salah satu tempat dengan perkembangan yang cepat dan telah meluas kepada berbagai rentang usia. Berdasarkan data dari hasil riset We Are Social, sebuah lembaga riset media sosial dari Inggris bersama Hootsuite yang dirilis Januari 2019 menunjukkan bahwa pengguna media sosial di Indonesia sudah mencapai 150 juta orang dari total populasi sebesar 268,2 juta jiwa. Ini menggambarkan bahwa sosial media beberapa kali lipat lebih cepat perkembangannya daripada media lain.

Sosial media tentu banyak sekali menebar manfaat dalam kemudahan akses di era teknologi yang serba cepat ini, selain sebagai media informasi sosial media juga menjadi media penghibur dan tempat untuk mencari uang. Dari perkembangan tadi, kita seakan dituntut untuk terus mengikuti alur agar tidak tertinggal jauh dari masa peradaban. Dari perkembangan tadi, kita seakan dituntut untuk terus mengikuti alur agar tidak tertinggal jauh dari masa peradaban. Namun, disisi lain sosial media juga memberikan dampak buruk terutama dalam pengembangan diri dan standarisasi suatu hal. Salah satu permasalahan utama yang ada di sosial media adalah tentang standarisasi kecantikan. Kecantikan yang diakui adalah cantik yang sesuai dengan standarisasi masyarakat, cantik harus putih, cantik harus memiliki tubuh yang proporsional dan masih banyak lagi. Padahal, cantik itu relatif diukur dari sudut pandang orang yang berbeda.

Dilansir dari line today, marak fenomena "glow up challenge" yang mana ada seseorang yang mengunggah foto atau video transformasi perubahan fisik yang dialami. Ini menimbulkan kritik dari berbagai pihak salah satunya dari instagram organisasi perempuan @y_kalyanamitra dituliskan bahwa tren glow up challenge ini membuktikan bahwa masyarakat masih menerapkan standar pemikiran bahwa perempuan itu harus cantik. Perempuan cantiklah yang akan mendapat banyak penghargaan dan pengakuan dari masyarakat. Padahal, untuk ukuran cantik kita tidak dapat menilai dari satu sisi lain saja. Selain dampak negatif yang didapatkan, sosial media juga dapat membuat sebagian orang merasa insecure dengan dirinya sendiri. Untuk itu, solusinya adalah memberikan kritik dan edukasi kepada masyarakat tentang pengertian cantik secara mendetail, dan yang kedua sosialisasi bahwa cantik bukan diukur karena ukuran warna kulit tertentu, namun cantik adalah ketika seseorang dapat mensyukuri keberkahan dan kenikmatan yang Tuhan beri.

Cantik, diukur dengan relatif. Kita tidak dapat mengubah apa yang diberi oleh Tuhan Yang Maha Kuasa, semua wanita adalah wanita tercantik untuk orang yang tepat. Jangan pernah mengukur dari apa yang kita lihat diluar saja, karena semua tentu memiliki cantiknya sendiri. Menjadikan sosial media sebagai tempat sehat untuk terus berkembang di era teknologi adalah hal tepat yang harus kita lakukan bersama.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image