Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Desi Nur Cahyasari

KEKECEWAAN MASYARAKAT TERHADAP PENEGAKAN HUKUM YANG SERING TERJADI

Info Terkini | Friday, 15 Oct 2021, 17:24 WIB

Belum lama tagar percuma lapor polisi menjadi viral di media sosial twitter. Sekejap muncul sejak dihentikannya kasus dugaan pemerkosaan yang dilakukan bapak kepada tiga anaknya. Pasca tagar tersebut menjadi trending, selanjutnya POLRI menjelaskan bahwa penyidik tidak akan menghentikan proses hukum jika alat bukti lengkap. Namun sebaliknya apabila tidak lengkap, penyidik tidak akan melanjutkan laporan tersebut.

"Ketika satu laporan ternyata alat-alat bukti yang menjurus pada laporan tersebut tidak mencukupi, dan ternyata memang penyidik berkeyakinan tidak ada suatu tindak pidana, tentunya penyidik tidak akan melanjutkan laporan tersebut," ujar Rusdi.

"Tapi ini tidak final. Apabila memang ditemukan bukti baru maka penyidikan bisa dilakukan kembali," imbuh Rusdi. (nasional.okezone.com)

KEKECEWAAN MASYARAKAT

Terlepas dari hal ini, dan melihat kasus kriminal yang pernah terjadi pada diri sendiri. Laporan yang pernah saya ajukan kepada pihak berwajib memang tidak ada keberlanjutan. Padahal semua prosedur yang diminta oleh kepolisian terpenuhi. Namun menjadi nasib korban, kasus penjambretan yang terjadi tidak dapat memberikan hukum jera bagi pelaku kemaksiatan.

Dan pada faktanya, potret ketidakpuasan masyarakat terhadap penegakan hukum di Negri ini sering terjadi. Dilansir dari hasil survei sejak tahun 2013 lalu. Dewi Arum peneliti Lembaga Survei Indonesia (LSI) menunjukkan jumlah ketidakpuasan. Dalam survei tersebut cakupan ketidakpuasaan masyarakat terhadap penegakan hukum di Indonesia merata pada lapisan masyarakat. Dilakukan pada 1.200 responden di 33 Provinsi. Hasilnya, 56% tidak puas.

"Hanya 29,8 persen yang menyatakan puas terhadap penegakan hukum di Indonesia. Yang paling terlihat adalah di desa yang berasal dari ekonomi bawah, dan berpendidikan rendah, lebih tidak puas dibandingkan mereka yang berada di kota dan berpendidikan tinggi. Di desa yang tidak puas 61,1 persen dan di kota 48,6 persen," ungkapnya. (dinasional.sindonews.com)

Maka bukan suatu hal mengejutkan lagi jika tagar hilangnya kepercayaan masyarakat terhadap pelayanan hukum di Negri ini menjadi trending secara tiba-tiba. Sebab, masyarakat yang paling bisa merasakan adanya ketidak adilan. Kekecewaan akibat ketidak puasan pelayanan penegakan hukum.

Padahal dalam mengukur kualitas layanan suatu lembaga, penilaian masyarakat menjadi hal penting untuk diketahui. Jika masyarakat sudah tidak percaya, keadilan berarti menjadi barang langka di Negri ini. Gambaran keamanan suatu Negri menjadi sulit ditemui. Karena yang membantu masyarakat mewujudkan rasa adil dan aman adalah lembaga penegak hukum.

BUAH SISTEM SEKULER

Menghimbau pada sistem yang menaungi konsep hidup bernegara saat ini. Sistem sekuler lahir dari pemikiran manusia itu sendiri. Sehingga hukum-hukum yang berlaku bersifat lemah dan terbatas. Ketidak adilan kerap dirasakan dari tahun ke tahun.

Mengaca pada banyak kasus kriminal yang terjadi, seharusnya menjadi bahan muhasabah bersama. Apakah rasa keadilan yang diinginkan semua pihak selama ini sudah terpenuhi? Bukannya berkurang, tetapi pelaku kemaksiatan justru semakin banyak? Alasan kriminalitas juga beragam, dari himpitan ekonomi, ketidak puasan naluri, dan masih banyak faktor pendukung lain.

Kalau saja masyarakat mau menyadari, inilah buah pemberlakuan sistem sekuler. Hukum yang dibuat dan ditegakkan oleh manusia yang rentan kepentingan dan mudah dimanipulasi. Sebagai warga Negara yang beriman dan memimpikan keamanan. Sudah sepantasnya hukum yang diterapkan adalah hukum yang berasal dari Allah SWT, bukan buatan manusia.

KEUNGGULAN SISTEM ISLAM

Dalam cara pandang Islam, keadilan merupakan fitrah kebutuhan setiap manusia. Untuk itu hukum Islam tidak berpihak pada manusia manapun. Hal ini dikarenakan Islam memiliki ketentuan kadar baku. Yang bersumber langsung dari petunjuk Sang Pencipta yang Maha Adil, yaitu syariah Islam.

Hukum Islam adalah hukum terbaik dan selalu cocok diterapkan segala zaman. Tidak berubah mengikuti kepentingan manusia tertentu, melainkan untuk melegitimasi kebenaran dan keadilan. Hal tersebut ditegaskan dalam Al-Qur’an surat Al-Maidah ayat 8 yang bunyinya,

“Wahai orang-orang yang beriman! Jadilah kamu sebagai penegak keadilan karena Allah, (ketika) menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah kebencianmu terhadap suatu kaum mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah. Karena (adil) itu lebih dekat kepada takwa. Dan bertakwalah kepada Allah, sungguh, Allah Mahateliti terhadap apa yang kamu kerjakan.”

Dalam hukum Islam, keadilan merupakan cita-cita terpenting yang tidak dapat terpisahkan dari suatu kepemimpinan bernegara. Sebagaimana dicontohkan pada masa kepemimpinan Ali bin Abi Thalib ketika kehilangan baju besi.

Singkat cerita, baju besi amirul mukminin Ali yang hilang dianggap ditemukan oleh Dzimmi (non muslim). Padahal Dzimmi juga memiliki baju besi dan hendak dijual. Perselisihan pun terjadi lantaran Amirul merasa baju besi yang dipegang oleh Dzimmi adalah miliknya. Kemudian hakim memutuskan bahwa baju besi adalah milik Dzimmi bukan milik amirul Ali. Dikarenakan amirul Ali tidak memiliki bukti.

Gambaran ini menunjukkan bahwa hukum Islam tidak memandang kedudukan atau kuatnya status seseorang. Hukum yang diterapkan mewujudkan cara pandang dan perlakuan yang sama terhadap individu dan masyarakat. Tanpa mengenal status sosial, tingkat ekonomi, semua sama di hadapan hukum secara objektif tanpa unsur kepentingan yang kerap terjadi pada hukum sekuler saat ini.

Jika hukum Islam diterapkan secara menyuluruh, maka cita-cita keadilan akan masyarakat dapatkan. Mewujudkan keberlangsungan hidup orang banyak dengan sejahtera dan aman. Bahkan dalam hukum Islam, tidak hanya mengukur sejauh mana rezim berkuasa namun juga mampu menggapai ridha Allah SWT.

Pemimpin dalam Islam menegakkan keadilan melalui penerapan hukum atas dasar nilai ketakwaan. Landasan inilah yang melahirkan perilaku individu dan masyarakat sadar akan nilai keamanan bersama. Sebab pemimpin dan rakyat paham bahwa setiap perbuatan di dunia akan dimintai pertanggung jawaban di akhirat.

Wallahu A'lam Bish Shawab

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image