Penghapusan Honorer, Sudahkah Pro Rakyat?
Politik | 2022-06-11 16:37:02Wacana penghapusan pekerja honorer di lingkungan instansi pemerintah telah dicanangkan oleh Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Tjahjo Kumolo. Dilaporkan dalam Republika.co.id bahwa kebijakan tersebut diambil untuk meningkatkan kesejahteraan mereka. Kemudian Menteri tersebut mendorong para pegawai honorer untuk mengikuti seleksi CPNS atau P3K.
Entah apa maksud Menteri Tjahjo Kumolo dengan klausa untuk meningkatkan kesejahteraan para pegawai honorer tersebut, karena jelas-jelas jika kebijakan ini diterapkan, maka mereka akan kehilangan sumber penghasilan mereka. Mungkin hanya beliau yang paham dengan klausa tersebut. Berkaca dari kasus ini, maka kita bisa menyimpulkan bagaimana sebenarnya negara ini mengurusi rakyatnya, dalam hal ini, para tenaga honorer.
Selain tentang bagaimana negara ini mengurusi rakyat, ada satu lagi kesimpulan yang bisa ditarik, yaitu tentang kondisi keuangan negara yang sebenarnya. Jika memang baik-baik saja, mana mungkin gonjang-ganjing seleksi P3K ataupun CPNS, dan yang terkini, penghapusan tenaga honorer ini terjadi? Tentang pengangkatan P3K misalnya, terjadi tarik ulur mengenai siapa yang bertanggung jawab atas gaji mereka, dimana pada akhirnya itu dibebankan pada pemerintah daerah.
Maka ambyarlah nasib rakyat pada akhirnya. Dan ini adalah hal yang wajar dalam negara demokrasi. Ironis memang, mengingat motto demokrasi adalah dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat. Di negara-negara demokrasi lainpun, kondisi seperti ini juga lazim terjadi. Negara tidak sepenuh hati mengurusi rakyatnya.
Jika sepenuh hati dalam mengurus rakyat, Indonesia misalnya, tidak akan mengambil solusi tambal sulam semacam penghapusan tenaga honorer seperti ini. Negara harus mengambil alih Sumber Daya Alam- Sumber Daya Alam yang dimiliki untuk dikelola oleh BUMN, dan digunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat. Bukannya malah dibagi-bagikan kepada asing dan aseng, karena ketidak beranian kita melakukannya. Ingat, Indonesia adalah negara kaya raya. Jika tidak kaya raya, mana mungkin Portugis, Belanda, Inggris, dan sekarang Amerika Serikat dan Cina saling berebut untuk menguasai aset-asetnya.
Dan ini adalah kunci dari segala permasalahan yang terjadi di negara ini. Ketika ini terjadi, negara bisa mendapatkan income yang cukup besar untuk menutup segala biaya operasional dalam menjalankan negara dan pemerintahan. Kita pasti mampu menggaji tenaga-tenaga honorer tersebut dengan layak sebenarnya, bahkan menurunkan biaya pendidikan, dan pemeliharaan kesehatan, atau apapun yang urgen bagi rakyat.
Namun demokrasi tidak mungkin bisa mewujudkan mimpi-mimpi ini, sebab dengan mengadopsi bentuk pemerintahan seperti ini, kita disetting untuk menjadi negara tidak mampu selamanya, seperti yang terjadi pada kasus IPTN beberapa tahun lalu. Karena diterpa krisis moneter, IMF bersedia mencairkan dana untuk Indonesia demi mengatasi krisis tersebut, namun dengan syarat berat yaitu membatalkan proyek IPTN.
Asri Hartanti
Ibu Rumah Tangga
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.