Memblokir Akun Media Sosial Milik Istriku
Curhat | 2022-06-11 10:09:08MEMBLOKIR AKUN MEDIA SOSIAL MILIK ISTRIKU
“Mengapa posting seperti itu, Mas?” katanya suatu hari.
“Jangan menulis seperti itu apa!” serunya di hari lain.
“Bisa nggak sih posting yang lain gitu!" Celotehnya lagi.
Pada waktu itu, istriku selalu memantau apa yang aku posting di Facebook. Dia sering mengomentari postingan saya. Tak jarang dia menyalahkan, kenapa saya menulis status seperti itu. Terkadang ia melarang aku menulis ini dan itu. Intinya, ia ingin mengendalikan apa yang akan aku lakukan.
Seolah-olah, saya mesti bertanya ke dia dulu apa yang sebaiknya saya posting. Saya perlu meminta pendapat dia soal content yang mau saya share. Saya harus izin ke dia dulu boleh nggak saya menulis status seperti ini. Dengan kata lain, dia laksana “Badan Sensor Status (BSS)” gitu deh hehe
Entah mengapa, kekesalan saya memuncak. Dalam keadaan emosi akhirnya akun FB istriku saya blokir. Beberapa hari kemudian, istriku bertanya kenapa dia tidak menemukan status Facebook saya lagi. Dengan santai dan singkat saya jawab, “Mana kutahu”. Entah dia percaya atau tidak dengan jawabanku, sepertinya dia masih terlihat bingung. Dia terlihat berpikir keras.
Untung saja, dia tidak terlalu paham soal pengaturan di Facebook, terutama terkait blokir akun. Jadi, dia tidak tahu jika akunnya telah saya blokir.
Litaskunu Ilaiha
Cerita di atas hanyalah sekedar pengantar saja. Setiap kali ada yang melangsungkan akad nikah dan resepsi pernikahan, kita selalu mengucapkan doa “Semoga menjadi keluarga yang sakinah, mawaddah, wa rahmah”. Kalimat doa ini terinspirasi dari Q.S. Ar-Ruum: 21.
Secara struktur kalimat dan asal-usul kata (istilah), doa tersebut kuranglah tepat. Pertama, kata “rahmat”. Kata ini disebut sebanyak 114 kali di dalam Al Qur’an. Tidak diminta pun, Allah telah memberikan rahmat kepada seluruh makhluk ciptaannya, sejak alam semesta diciptakan hingga yaumil qiyamah nanti. Sejak manusia dilahirkan hingga kini. Semua yang ada di jagad raya ini adalah rahmat Allah bagi semua manusia.
Kedua, kata mawaddah. Artinya kasih-sayang dan cinta yang membara. Kata mawadah ini memiliki arti khusus untuk seseorang yang memiliki perasaan menggebu-gebu dengan pasangannya. Bukankah rasa ini juga sudah Allah berikan kepada manusia sejak lahir. Sudah menjadi fitrah manusia bahwa seorang laki-laki akan jatuh cinta kepada perempuan. Begitu pun sebaliknya. Tanpa diminta, rasa ini sudah ada dengan sendirinya di setiap insan.
Jikalau rahmat dan mawaddah sudah diberikan, mengapa mesti meminta (lewat berdoa)?
Menurut Cak Nun dalam sebuah ceramahnya, yang perlu diminta manusia (doa kepada pengantin) adalah perihal SAKINAH. Kata sakinah dalam Ar-Ruum: 21 menggunakan struktur kalimat “litaskunu ilaiha”, dengan pengertian “sesuatu yang harus diusahakan secara terus-menerus”.
Apa pasal, ketenangan dan ketemteraman di dalam keluarga adalah sebuah PROSES, suatu yang perlu diperjuangkan dari sejak ijab qabul hingga maut menjemput. Sebab, dalam perjalanan panjang mengarungi bahtera rumah tangga, akan selalu ada perbedaan pendapat, perselisihan, padhu, konflik, dll.
Dengan demikian, sepertinya doa yang lebih tepat disampaikan kepada kedua mempelai adalah “Dengan Rahmat dan Mawaddah dari Allah, semoga keluarga kalian Sakinah”.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.