Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Hamdani

FGD Optimalisasi Pengelolaan Wakaf IAEI Aceh, Berikut Hasilnya

Info Terkini | 2021-10-12 21:27:48
IAEI Aceh menggelar FGD Optimalisasi Pengelolaan Wakaf di Aceh, Selasa, 12/10/2021. Foto Dok IAEI

Banda Aceh - Ikatan Ahli Ekonomi Islam (IAEI) Aceh mengadakan Focus Group Discussion (FGD) terkait optimalisasi pengelolaan wakaf para stakeholder di Hotel Permata Hati, Blang Oi, Banda Aceh pagi tadi, Selasa, (12/10/ 2021).

FGD ini bertujuan menjaring pendapat Majelis Permusyarawatan Ulama (MPU), Bank Indonesia (BI), Baitul Mal Aceh (BMA), Badan Wakaf Indonesia (BWI), Kemenag, OJK, ACT, Rumah Zakat, Badan Pertanahan Nasional, Bappeda Aceh, DDII, Ikadi, Dewan Syariah Aceh, MES Aceh.dan stakeholder lainnya.

Sejumlah perwakilan IAEI seluruh Aceh ikut hadir, 13 BWI Kabupaten Kota, Muhammadyah, Nahdlatul Ulama, Mahkamah Syariah Aceh, FEBI UIN Ar-Raniry, FEB USK dan juga dihadirkan satu-satunya nazhir di Aceh yang bersertifikasi Yayasan Haroen Aly Aceh.

Acara berlangsung secara blended system di mana sebagian peserta (32 orang perwakilan tamu) mengikutinya secara offline Permata Hati, dan via online diikuti oleh 130 peserta dari berbagai daerah di Indonesia.

Mewakili IAEI Aceh, kata sambutan disampaikan oleh Sekretaris IAIE Aceh, Prof. Dr. M. Shabri Abd. Majid, M.Ec, "FGD kali ini berupaya menemukan solusi atas pengelolaan wakaf di Aceh hari ini yang masih dilakukan secara terpisah oleh tiga Lembaga, yaitu Baitulmal Aceh (BMA), BWI perwakilan Aceh, dan Kemenag Aceh yang masing-masing berjalan sesuai dengan regulasi yang berbeda".

Shabri menambahkan bahwa potensi wakaf yang besar di Aceh, jika mampu dioptimalkan pemanfatannya, maka akan berkontribusi besar terhadap penguatan ekonomi umat. Ibarat dunia sepak bola, perlu adanya kapten yang akan memimpin anggotanya demi mencapai tujuan.

Dimoderatori oleh Dr. Israk Ahmadsyah, M.Ec., M.Sc, dosen FEBI UIN Ar-Raniry, FGD ini menghadirkan nara sumber utama yaitu Bapak Hendri Tanjung, PhD (BWI Pusat), Bapak Drs. H. Tarmizi Tohor, MA (Direktur Pemberdayaan Zakat & Wakaf Kemenag Pusat), Prof. Dr. Nazaruddin A Wahid, MA (kepala Baitul Mal Aceh) dan Ir. Arief Rohman Yulianto, MM (Pusat Kajian dan Transformasi Digital Badan Wakaf Indonesia, Jakarta).

Berbagai masukan dari narasumber dan para peserta, telah melahirkan beberapa rekomendasi di antaranya:

1. Perlu ada sinergitas bagi ketiga lembaga pengelola wakaf di Aceh demi mengefektifkan manajemen pengelolaan wakaf agar manfaat wakaf bisa dirasakan secara optmal.

2. Direkomendasikan agar tiga lembaga pengelolaan wakaf di Aceh, BMA, BWI dan Kemenag Aceh untuk segera duduk bersama memperjelaskan tugas dan peran masing-masing sehingga tidak melemahkan upaya optimalisasi pengelolaan wakaf karena tumpah tindih klaim dan peran.

3. Perlu adanya leading player, dalam hal ini Baitul Mal Aceh, yang diharapkan memainkan peran utama dalam pengembangan wakaf di Aceh sesuai dengan amanah Qanun No. 10, tahun 2018.

4. Perlu adanya penguatan, bekerjasama dengan BMA, BWI Aceh dan lembaga terkait lainnya untuk melahirkan nazhir yang memiliki kompetensi dan tersertifikasi sehingga mampu mengelola wakaf di Aceh yang saat ini masih berstatus idle (tidak termanfaatkan).

5. Perlunya peningkatan upaya melakukan edukasi wakaf, peningkatan literasi wakaf termasuk pengelolaan wakaf secara digital demi mengoptimalkan kemaslahatan umat di Aceh.

6. Perlu dukungan Pemerintah Aceh secara kontinu dalam membantu upaya-upaya pemaksimalan pengelolaan harta wakaf dengan mengatur regulasi/qanun/pergub yang memberikan dukungan positif bagi para pengelolanya.

7. Jika diperlukan, merubah BWI Aceh berubah menjadi BWA (Badan Wakaf Aceh) atau Badan Kenaziran Aceh.

Hal ini disebabkan karena BWI saat ini mempunyai tupoksi yang besar namun memiliki anggaran yang terbatas, manakala BMA memiliki dana infaq yang besar yang bisa disinergikan dalam pengoptimalan pengelolaan wakaf.

Menurut ketua panitia FGD, Jalaluddin ST, MA, FGD ini terselenggara dengan baik karena adanya dukungan dari berbagai stakeholker, khususnya dari BMA, Bank Indonesia dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Aceh. (*)

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image