Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Solehatun Marfuah

Pesta Budaya Negeri di Atas Awan

Wisata | Tuesday, 12 Oct 2021, 14:33 WIB
festivaldieng" />
Upacara Ruwatan Pemotongan Rambut Gimbal. Sumber foto dari Instagram @festivaldieng

Provinsi Jawa Tengah menyuguhkan begitu besar potensi atraksi wisata yang menggugah. Salah satu destinasi wisata yang paling mencolok sekaligus menjadi icon pariwisata dari provinsi tersebut adalah Dataran Tinggi Dieng yang terletak di Kabupaten Banjarnegara. Menurut Jejaring Desa Wisata dari Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, daerah wisata ini ‘berada pada ketinggian 2.000 – 2.500 mdpl dan memiliki luas sekitar 337.846 ha dengan landscape dominan berupa perbukitan’. Sebagian besar dari luas ini pada awalnya merupakan kawasan konservasi, namun beralih menjadi kebun pertanian utamanya komoditi umbi-umbian seperti kentang yang menunjang mata pencaharian mayoritas masyarakat lokal sebagai petani kebun.

festivaldieng" />
Seorang petani kebun di Dieng. Sumber foto dari Instagram @festivaldieng

Bentang alam yang menawan dibarengi cuaca dengan suhu yang selalu dingin menjadikan Dieng disebut-sebut sebagai ‘Negeri di Atas Awan’. Sebut saja Desa Wisata Dieng Kulon yang secara administratif terletak di Kecamatan Batur, Kabupaten Banjarnegara. Desa wisata ini tercatat memiliki beberapa daya tarik wisata alam dan buatan yang paling terkenal, di antaranya ada Kompleks Candi Arjuna, Kawah Sikidang, Sendang Sedayu dan Sendang Maerokoco hingga Telaga Balai Kembang.

@festivaldieng" />
Kabut dan cuaca dingin menyelimuti Kompleks Candi Arjuna. Sumber foto dari Instagram @festivaldieng

Menurut laman situs resmi Sistem Informasi Desa Dieng Kulon, Kawah Sikidang ‘terkenal dengan fenomena kolam kawahnya yang bisa berpindah atau melompat dalam suatu kawasan yang luas’. Sementara itu, Kompleks Candi Arjuna, masih dari sumber yang sama, ‘terletak di tengah kawasan Candi Dieng dan terdiri atas 5 candi yaitu Candi Arjuna, Candi Srikandi, Candi Sembrada, Candi Puntadewa, dan Candi Semar’. Candi-candi peninggalan zaman kejayaan agama Hindu di Dieng memang tidak terlalu populer seperti Kompleks Candi Prambanan di Yogyakarta. Namun, Dieng disebut-sebut menyemai julukan Negeri Para Dewa selain oleh sebab eksistensi Kompleks Candi Arjuna, akan tetapi juga dikarenakan kata ‘Dieng’ berasal dari kata ‘Dihyang’ yang memiliki makna Dewa.

festivaldieng" />
Kompleks Candi Arjuna yang diselimuti kabut awan. Sumber foto dari Instagram @festivaldieng

Objek wisata alam Sendang Sedayu dan Sendang Maerokoco merupakan sumur yang ‘airnya masih digunakan untuk memandikan atau menjamas anak yang memiliki rambut gembel’. Sedangkan Telaga Balai Kembang sendiri terletak di sebelah selatan Kompleks Candi Arjuna yang konon katanya telaga ini merupakan bekas letusan gunung Dieng’ dan menjadi lokasi pelarungan cukuran rambut gembel. Kedua objek wisata alam ini memiliki peran yang esensial dalam prosesi ritual Dieng Culture Festival yang akan menjadi topik utama pembahasan mengenai Pesta Budaya Negeri di Atas Awan.

festivaldieng">
Salah satu anak Dieng berambut 'gimbal'. Sumber foto dari Instagram @festivaldieng

Dieng Culture Festival atau biasa disingkat DCF merupakan agenda nasional tahunan yang konsisten diselenggarakan di Desa Wisata Dieng Kulon, Kabupaten Banjarnegara. Pada tahun awal kemunculannya di 2010 silam, acara ini masih menyandang nama ‘Pekan Budaya Dieng’ yang dipelopori oleh Equator Sinergi Indonesia, Dieng Ecotourism dan Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) Dieng Pandawa. Mengusung konsep luar ruangan, pesta rakyat ini menggelar beberapa acara utama yaitu Pagelaran Jazz di Atas Awan hingga upacara sakral Ruwatan Pemotongan Rambut Gembel bagi anak-anak ‘spesial’ di Dieng.

festivaldieng" />
Seorang musisi berpakaian tebal saat manggung di Pagelaran Jazz di Atas Awan. Sumber foto dari Instagram @festivaldieng

Dieng Culture Festival akan dibuka oleh Pagelaran Jazz di Atas Awan yang lazimnya dilaksanakan pada malam hari dengan suhu di bawah nol derajat. Para pengunjung akan merasakan pengalaman bak konser di Hollywood yang mewajibkan pakaian hangat dan tebal seperti mantel, syal dan kaos tangan selama menikmati para musisi lokal menyanyikan tembang. Lazimnya, Festival Lampion atau penerbangan lampion akan mengiringi pesta Jazz di Atas Awan sehingga acara terasa jauh lebih berkesan dan meriah.

festivaldieng" />
Festival Lampion di Dieng Culture Festival. Sumber foto dari Instagram @festivaldieng

Di pengunjung acara sekaligus yang menjadi puncak dari Dieng Culture Festival ini akan ada tradisi Ruwatan. Tradisi ini mengemas kebudayaan lokal dalam suatu atraksi upacara sakral pemotongan rambut gembel anak-anak Dieng. Upacara Ruwatan sendiri terdiri atas serangkaian kegiatan seperti ‘kirab’ (arak-arakan), ‘penjamasan’ (keramas), dan ‘tasyakuran’ (pelarungan). Tradisi Ruwatan ini dibuka dengan kirab atau berkeliling membawakan anak-anak gembel dari rumah-rumah penduduk sampai ke Kompleks Candi Arjuna, dan kerap disaksikan oleh ribuan wisatawan.

festivaldieng" />
Seorang anak yang meminta domba saat upacara Ruwatan. Sumber foto dari Instagram @festivaldieng

Sebelum sampai di Komplek Candi Arjuna, anak-anak gembel akan dipanjamaskan atau dikeramaskan di sumur Sendang Sedayu dan Sendang Maerokoco, dalam prosesi ini hanya wisatawan yang terdaftar dan memiliki kartu ID saja yang bisa masuk sekaligus menyaksikannya langsung. Setelah panjamas, rambut anak-anak gembel akan dipotong dan hanya akan dilakukan pemotongan apabila si anak sendiri yang meminta. Sebelum dicukur, anak-anak juga diizinkan meminta sesuatu kepada orang tua mereka dan akan lekas dikabulkan. Di akhir prosesi Ruwatan, rambut anak-anak gembel yang telah dicukur akan dilarungkan di Telaga Balai Kembang sebagai simbolis membuang malapetaka dan mara bahaya. Kegiatan tersebut kemudian ditutup oleh tasyakuran atau pemanjatan doa-doa.

festivaldieng" />
Lonjakan wisatawan yang mengikuti DCF sebelum pandemi. Sumber foto dari Instagram @festivaldieng

Ritual inilah yang begitu menarik anomali wisatawan untuk menghadiri Dieng Culture Festival sehingga sah untuk menyatakan bahwa ritual Ruwatan ini sebagai ‘gong’ dari agenda nasional tahunan. Selain agenda utama tadi, oleh serangkaian kegiatan lain juga turut memeriahkan Dieng Culture Festival, seperti pagelaran wayang kulit, pemutaran nominator festival film Dieng, jalan sehat dan minum Purwaceng khas Dieng. Kegiatan-kegiatan tambahan tersebut sekaligus juga mengangkat unsur alam, sosial budaya dan seni dari masyarakat Dieng kepada wisatawan lokal maupun asing sekaligus mempromosikan kuliner khas berupa minuman Purwaceng.

purwaceng.official" />
Tanaman Purwaceng (Pimpinella pruatjan) yang hanya tumbuh di Dieng. Sumber foto dari Instagram @purwaceng.official

Dilansir dari situs resmi Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Pemerintah Kabupaten Banjarnegara, Purwaceng merupakan minuman khas dari Dieng dengan bahan utamanya merupakan tanaman Purwaceng (Pimpinella pruatjan) yang hanya tumbuh di dataran tinggi Dieng sekaligus berstatus hampir punah. Tanaman Purwaceng tumbuh seperti semak kecil dan dikatakan bentuk fisiknya mirip dengan tanaman pakis. Daun dari tanaman inilah yang dimanfaatkan sebagai bahan baku utama dari minuman Purwaceng. Jika wujud tanamannya tampak seperti pakis, rasa dari minuman Purwaceng sendiri lebih mirip dengan air jahe yang hangat dan meninggalkan kesan pedas di tenggorokan.

festivaldieng" />
Wisatawan mengenakan baju hangat sekalipun di siang hari akibat cuaca dingin. Sumber foto dari Instagram @festivaldieng

Bagi masyarakat Dieng yang mayoritas tinggal di daerah dataran tinggi dan akrab dengan cuaca sangat dingin, minuman Purwaceng menjadi andalan sekaligus kebudayaan yang mengakar di antara masyarakatnya. Khasiatnya bukan sekadar menghangatkan tubuh dan mencegah masuk angin, minuman Purwaceng ini juga begitu terkenal sebagai obat peningkat gairah seksual atau viagra tradisional. Informasi yang didapatkan mengatakan bahwa sejak jaman raja-raja Jawa, Purwaceng memang dikenal luas sebagai tanaman herbal yang bersifat afrodisiak sehingga kerap difungsikan untuk obat kuat. Inilah yang menjadikan Purwaceng sebagai kuliner wajib dicoba ketika bertandang ke Dieng, utamanya saat menghadiri Dieng Culture Festival.

la32riders" />
Bubuk Purwaceng yang siap diseduh. Sumber foto dari Instagram @la32riders

Pesta budaya masyarakat negeri di atas awan ini telah berlangsung sejak 2010 silam dan didapuk sebagai agenda nasional tahunan yang mengakselerasi prospek pariwisata sekaligus menunjang ekonomi masyarakat Kabupaten Banjarnegara utamanya yang tinggal di kawasan Desa Wisata Dieng Kulon. Kendati demikian, setelah peristiwa pandemi mewabah, Dieng Culture Festival terpaksa digelar secara daring sebagaimana yang diberitakan melalui akun resmi Instagram mereka di @festivaldieng.

festivaldieng " />
Suasana sekitaran Kompleks Candi Arjuna yang membeku di suhu -6 derajat Celcius. Sumber foto dari Instagram @festivaldieng

Kendati demikian, upacara sakral ruwatan pemotongan rambut gembel tetap dilaksanakan secara luring dengan mengikuti protokol kesehatan yang berlaku, hanya sedikit saja wisatawan yang boleh datang dan menyaksikan langsung prosesi tersebut di Kompleks Candi Arjuna. Terhitung sudah dua periode acara ini diselenggarakan lewat virtual, namun tidak mengurangi antusias dari para wisatawan untuk ikut memeriahkan pesta budaya ini dari rumah mereka masing-masing. Pesta rakyat ini akan selalu dirindukan dan dinantikan oleh wisatawan domestik maupun mancanegara karena selalu konsisten mempersembahkan yang terbaik dari percampuran kearifan lokal, keindahan bentangan alamnya, dinginnya atmosfer, kehangatan minuman khasnya hingga keramahtamahan masyarakat lokalnya.

Sumber: Dieng Culture Festival (DCF) Ruwatan Anak Rambut Gimbal (Bajang Dieng) - Desa Dieng Kulon, Sejarah Desa - Desa Dieng Kulon, Purwaceng - Pesona Wisata Kabupaten Banjarnegara, Pariwisata Provinsi Jawa Tengah Dieng Culture Festival 2020

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image