Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Beta Mukti

Pandemi dan Proyeksi Pendidikan Abad 21

Guru Menulis | Saturday, 09 Oct 2021, 21:00 WIB
https://www.tanotofoundation.org/id/news/mengadaptasi-pembelajaran-masa-depan-sudah-siapkah-kita/

Mengutip kata-kata dari seorang penulis sekaligus musikus kenamaan asal Amerika, Criss Jami. Ia mengatakan, “Ada kebahagiaan yang menular melalui tawa anak-anak”. Sudah hampir dua tahun, dunia pendidikan kita telah kehilangan tawa dan bahagia anak-anak yang setiap hari semangat belajar dan bermain di ruang-ruang kelas sekolah mereka. Hal ini dikarenaka sejak pandemi covid-19 melanda, semua sektor kehidupan telah terkena dampaknya, termasuk di sektor pendidikan juga mengalami kelumpuhan. Hingga detik ini aktifitas pendidikan dari mulai tingkat dasar sampai pendidikan tinggi belum bisa berjalan normal, sehingga dibuatlah kebijakan untuk belajar dari rumah, meskipun sudah dibuat kebijakan baru untuk sekolah tatap muka secara bertahap, namun dilihat dari hasil pembelajarannya juga belum mencapai keberhasilan yang maksimal. Dalam kondisi seperti sekarang memang tidak bisa sepenuhnya bergantung kepada pemerintah, harus ada kemauan dan mempunyai rasa kepemilikan (ownership) terhadap masalah yang terjadi, baik semangat dari gurunya, motivasi dari orang tua dalam mendampingi ananda ketika belajar di rumah, tentu juga perlu dukungan masyarakat untuk menciptakan suasana belajar yang baik dan kondusif di lingkungan masing-masing.

Bicara pendidikan maka kita sedang bicara tentang masa depan. Bicara tentang menyiapkan generasi baru, penerus cita-cita perjuangan agama dan bangsa. Yang perlu difahami bahwa hakikat pendidikan bukanlah “membentuk” tetapi pendidikan adalah “menumbuhkan”. Karena ia menumbuhkan, maka hal paling fundamental yang dibutuhkan adalah lahan yang subur dan iklim yang baik. Lahan yang subur itu diantaranya, keluarga, sekolah dan lingkungan. Ketika di masa pandemi sekolah belum bisa melaksanakan proses belajar mengajar dengan maksimal, maka peran pendidikan di dalam keluarga dan lingkungan masyarakat sangat diperlukan, karena anak lebih banyak menghabiskan waktu di rumah dan lingkungannya.

Selain menumbuhkan dari aspek kognitifnya, di dalam tiga lahan itulah, khususnya keluarga dan lingkungan, aspek afektif dan psikomotorik seperti akhlak, karakter, kejujuran, etika, moral, sopan santun, hal-hal baik anak bisa ditumbuhkan. Ketiga lahan tersebut perlu menjadi lahan yang subur dengan sering disiram, disemai dan dijaga iklimnya agar anak tumbuh menjadi baik. Memang tidak mudah dan mungkin hasilnya belum bisa kita lihat dan nikmati sekarang. Tapi sejatinya proses pendidikan adalah proses pembiasaan.

Penilaiannya bukan hari ini, tetapi hari esok. Mengutip perkataan Anies Baswedan saat masih menjabat sebagai Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, bahwa ibarat biji, anak masih berproses tumbuh dalam pembiasaan, sehingga belum nampak batang, daun dan bunganya. Tapi suatu saat, dia akan tumbuh menjadi bunga yang semerbak menebarkan wangi dan keindahan bagi sekelilingnya. Tugas pendidik adalah memastikan biji itu tumbuh dan berkembang ke arah yang diharapkan.

Selain itu, di masa pandemi ini, pendidikan kita telah dituntut untuk menyesuaikan diri dan terbiasa dengan norma atau kebiasaan baru. Cara-cara dalam proses pembelajaran saat ini sudah berpindah dari cara tradisional ke arah pembelajaran yang berbasis teknologi. Para guru termasuk orang tua di rumah dituntut mengerti dan memahami teknologi dengan baik. Hal ini dikarenakan, proses pembelajaran masih dilakukan secara virtual atau daring. Meskipun tuntutan ini juga menimbulkan masalah baru, khususnya bagi guru atau orang tua yang masih gaptek “Gagap Teknologi”.

Untuk itu, ini menjadi tanggungjawab kita bersama bagaimana menyiapkan masa depan bagi generasi baru. Masih dalam ruang-ruang keluarga dan sekolah, paling tidak ada tiga komponen mendasar proyeksi pendidikan abad 21 yang perlu dilakukan. Meskipun pandemi menuntut kecakapan dalam penguasaan teknologi, namun fungsi dan tujuan pendidikan tetap perlu dikembalikan sesuai kepada UUD No.20 Tahun 2003. Di antara poin-poin tujuan pendidikan yang bisa dihuraikan adalah. Pertama, anak perlu memiliki karakter atau akhlak. Karakter ini ada dua, yaitu karakter moral (iman, taqwa, jujur, rendah hati, dll) dan karakter kinerja (ulet, tangguh, pekerja keras, tidak mudah menyerah, tuntas, dll). Tentu kita tidak ingin anak-anak kita tumbuh hanya menjadi anak yang jujur tapi dia malas atau dia seorang pekerja keras tapi culas. Dua karakter ini sangat penting untuk dimiliki. Kedua, mereka perlu memiliki kompetensi, antaranya berfikir kritis, kreatif, komunikatif, dan kolaboratif. Ketiga, kemampuan terhadap literasi (keterbukaan wawasan akan baca, budaya, teknologi, dan keuangan. Bagaimanapun, teknologi hanyalah alat dan sarana untuk mencapai tujuan pembelajaran. Namun tidak kalah penting dan menjadi hal yang utama adalah tujuan pendidikan sesuai yang diamanatkan UUD bisa diwujudkan.

Zaman sudah berubah, sekarang masuk abad ke-21, menuntut sebuah paradigma pendidikan yang baru, terutama dalam bidang pendidikan. Ada seloroh yang agak menggelitik soal potret pendidikan kita di Indonesia, “Siswa abad 21, guru abad 20, kelas abad 19”. Kita berharap proyeksi pendidikan ke depan, murid-muridnya abad 21, cara gurunya mendidik dengan pendekatan abad 22, dan kelasnya pun sudah abad 23, makin canggih dan semakin kreatif. Tentu kecanggihan pendidikan itu, tetap harus dibarengi dengan nilai-nilai karakter dan akhlak yang melekat dalam diri anak didik yang diwujudkan dalam kehidupan sehari-hari.

Di akhir opini ini, mengutip pepatah Melayu yang menyatakan, "Didiklah anak-anakmu itu berlainan dengan keadaanmu sekarang, karena mereka telah dijadikan Tuhan untuk zaman yang bukan zamanmu".

#GuruHebatBangsaKuat

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image