BPKH Perkuat Ekonomi dan Keuangan Syariah
Lomba | 2021-10-07 09:38:45Sebelumnya telah hadir UU No.17 / 1999 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji bahwa menetapkan bahwa penyelenggaraan haji merupakan tugas nasional dan menjadi tanggung jawab pemerintah di bawah koordinasi Menteri Agama, sejalan dengan amanat UU No. 13 / 2008 yang sebagai dasar pengelolaan dan pemanfaatan optimalisasi serta pengembangan dana haji Indonesia, bahwa biaya awal dana haji (BPIH) diinvestasikan ke instrumen-instrumen keuangan tabungan âdepositoâ di Bank Penerima Setoran (BPS) dan ke Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) atau Sukuk dengan optimalisasi sebesar 7.5% pertahun. Namun pengelolaan dana haji hanya bersiat nirlaba tidak boleh diproduktifkan untuk memperoleh profi/laba. Sebelum adanya permasalahan terkait dana haji, pengelolaan dan pengembangan dana haji tersebut dikelola tidak sesuai prinsip-prinsip atau sistem ekonomi islam.
Hadirnya Undang â Undang No 34 / 2014 tentang Pengelolaan Keuangan Haji bertujuan untuk meningkatkan kualitas penyelenggaraan ibadah haji, rasionalitas dan efisiensi penggunaan Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH), dan memberi manfaat bagi kemaslahatan umat Islam. Dalam pasal 20 Pengelolaan Keuangan Haji yang dilakukan oleh Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) bersifat mandiri dan bertanggung jawab kepada Presiden dan pengelolaan Keuangan Haji dilakukan secara korporatif dan nirlaba. Dijelaskan bahwa Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) menjalankan tugas menerima, mengembangkan, mengatur pengeluaran dan bertanggungjawab atas keuangan haji yang berhasil dihimpun dan memiliki berwenang: menempatkan dan menginvestasikan Keuangan Haji sesuai dengan prinsip syariah, kehati-hatian, keamanan, dan nilai manfaat; dan melakukan kerja sama dengan lembaga lain dalam rangka pengelolaan Keuangan Haji. Keuangan Haji diinvestasikan ke dalam beberapa bentuk: Produk Perbankan (Giro, Tabungan, Deposito), surat berharga (Saham Syariah, SBSN-PBS, Sukuk), emas, investasi langsung Dalam Negeri-Luar Negeri, Investasi Hotel/Katering/Transportasi di Arab Saudi dan investasi lainya (Penyertaan Usaha), dengan porsi 80% dana haji untuk penempatan dan investasi dan 20% ditempatkan pada instrument yang likuid.
Dalam Peraturan Pemerintah No. 5 / 2018 tentang Pelaksanaan UU No 34 / 2014 tentang Pengelolaan Keuangan Haji disebutkan bahwa persentase batasan investasi dana kelolaan di antaranya: Emas maksimal 5%, Investasi Langsung Maksimal 20%, Investasi lainya maksimal 10% dan investasi surat berharga sisa dari ketiga investasi di atas.
Berdasarkan laporan posisi dana kelolaan BPKH mencatat total dana kelolaan haji mencapai Rp 143,06 Trilliun pada 2020. Naik sebesar 15,08% dibandingkan pada 2019, melebihi target yang dipatok sebesar 139,57% Trilliun, dan dana yang ditempatkan pada perbankan sebesar 43,53 Trilliun dan diinvestasikan sebesar 99,53 Trilliun.
Dana kelolaan BPKH berdasakan pembagianya, 1. Investasi sebanyak 69% ditempatkan pada: Sukuk Negara (SBSN/SDHI-PBS, RDST) 85%, Sukuk Korporasi 8%, Pembiayaan Syariah melalui BS/UUS dan APIF/IsDB 7%, dan 2. Penempatan di Bank Syariah / UUS sebanyak 31% di produk perbankan: Giro, Tabungan, dan Deposito Syariah.
Berdasarkan laporan dari Dirjen Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) Kementrian Keuangan Penempatan Dana haji pada SBSN dimulai sejak tahun 2009 adanya MoU pertama antara Kemenkeu dan Kemenag terkait Private placement (PP) Sukuk Dana Haji Indonesia (SDHI) sebesar Rp 1,5 Trilliun dan Penempatan Dana Abadi Umat (DAU) pada SDHI sebesar Rp 336 Miliar, MoU kedua pada 2013 berisi Dana Haji dapat ditempatkan pada SBSN Nontradable dengan struktur akad ijarah al khadamat, pada 2014 Penempatan DAU pada SDHI sebesar 1 Triliun sehingga totalnya 4,68Trilliun.
Pada tahun 2017 BPKH dibentuk dan total penerbitan SDHI sebesar Rp 62,17 Trilliun, di tahun 2018 MoU ketiga lanjutan antara BPKH dan Kemenkeu, BPKH dapat berinvestasi melalui lelang maupun Private Placement dengan instrument yang dapat bersifat non-tradable maupun tradable. Pada tahun 2019 penerbitan seri USD PBS (Project Based Sukuk /Underlying) total penempatan sebesar USD 200 Juta, dan pada 2019-2021 BPKH berinvestasi pada SBSN melalui lelang maupun PP, dengan total kepemilikan SBSN per 10 September 2021 sebesar Rp. 98,097 Triliun.
Penempatan dana keuangan haji pada SBSN tersebut, pada prinsipnya merupakan bentuk sinergitas kebijakan antar lembaga Negara dalam rangka memberikan manfaat yang optimal bagi kedua belah pihak, manfaat yang didapatkan oleh BPKH adalah mengurangi risiko dalam pengelolaan dana calon jamaah Haji melalui penempatan instrument yang bebas risiko default; memberikan imbal hasil/ keuntungan investasi yang kompetitif sebagai sumber peningkatan kualitas layanan penyelenggaraan ibadah haji; meningkatkan transparansi pengelolaan dana haji dan mempermudah pengelolaan portofolionya yang selama ini sering mendapat sorotan dari masyarakat.
Berdasarkan laporan OJK per April 2021, total asset keuangan syariah Indonesia (tidak termasuk saham syariah) mencapai Rp. 1.899,09Trilliun (USD 131,26 Miliar), sedangkan perbandingan dana haji pada penempatan di Bank Syariah / UUS dengan total asset perbankan syariah di tahun 2018 sebanyak 65,2T setara 13%, tahun 2019 sebanyak 54,7T setara 10 % dan tahun 2020 sebanyak 44,8818T setara 7%. Dari data tersebut untuk penempatan pada Bank Syariah / UUS mengalami pengurangan yang awalnya dialokasikan dari 50% menjadi 30% sesuai dengan aturan yang ada.
Kenapa Dana Haji Peru dinvestasikan?
Sebuah strategi untuk mengoptimalkan pengelolaan dana haji agar manfaatnya bisa digunakan untuk peningkatan kualitas penyelenggaraan ibadah haji yang dilaksnakan dengan kebijakan investasi. Hal tersebut dikuatkan dengan dikeluarkanya Fatwa DSN-MUI No: 122/DSN-MUI/II/2018 Tentang Pengelolaan Dana BPIH dan BPIH Khusus Berdasarkan Prinsip Syariah.
Sebagai perwujudan partisipasi Dana Haji untuk Pembangunan Nasional terkait Investasi SBSN untuk pembangunan keumatan dan Bangsa, dalam beberapa tahun terakhir Kementrian Keuangan tengah menggalakan Pembiayaan insfraktruktur melalui penerbitan Sukuk Negara berbasis Pembiayaan proyek (Project Based Sukuk). Salah satu kementerian yang cukup banyak memperoleh pembiayaan dari Sukuk PBS adalah Kementerian Agama, terutama untuk pembangunan gedung baru (gedung UIN atau IAIN, gedung Asrama Haji dan gedung KUA yang jumlahnya ratusan). Sehingga masyarakat menghubungkan praktik penempatan dana haji pada SDHI selama ini dengan pembiayaan proyek-proyek Kementerian Agama.
Sebenarnya pemanfaatan proceeds penerbitan SBSN SDHI maupun SBSN PBS bukan merupakan wilayah dari Kementerian Agama, sehingga tidak dapat secara otomatis dana haji dimanfaatkan untuk pembangunan infrastruktur Kementerian Agama. Penentuan penggunaan proceeds adalah kewenangan Kementerian Keuangan sebagaimana tersebut dalam UU Nomor 19 Tahun 2008 tentang SBSN. Dalam aturan ini dijelaskan bahwa pemanfaatan dana hasil penerbitan SBSN (proceeds) dapat digunakan untuk pembiayaan umum APBN dan pembangunan proyek-proyek Pemerintah. Jadi apabila dana haji ditempatkan dalam SBSN, maka penentuan penggunaannya ada pada Kementerian Keuangan dan tidak dapat diarahkan langsung ke proyek infrastruktur Kementerian Agama. Apabila Kementerian Agama menginginkan proyek infrastrukturnya dibiayai dengan penerbitan SBSN, maka pengusulannya harus sesuai dengan mekanisme APBN yang telah ada termasuk harus melalui Bappenas. begitu juga dengan kementrian dan lembaga negara lainya, harus mengusulkan ke Bappenas dan masuk dalam RPJP Nasional.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.