Learning Lost dan Komitmen Penguatan Pendidikan Karakter
Guru Menulis | 2021-10-07 09:30:38Sejak diberlakukannya Pembelajaran tatap muka (PTM) secara terbatas 30 Agustus 2021 yang lalu, hampir semua sekolah di Indonesia mulai memberlakukan Pembelajaran Tatap Muka (PTM) terbatas pasca gelombang kedua pandemi Covid-19 mereda. Kemendikbudristek sendiri telah memberikan izin kepada satuan pendidikan yang berada di daerah PPKM baik level 1,2 maupun 3. Meskipun, sejujurnya pelaksanaan PTM ini cukup beresiko terhadap kesehatan siswa. Namun, kecemasan tersebut kiranya sekolah dapat mengantisipasinya dengan menerapkan protokol kesehatan yang ketat agar proses kegatan pembelajaran terlaksana dengan baik. Kecemasan terhadap proses Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) yang sudah 1.5 tahun lebih sebenarnya sudah terbaca oleh Kemendikbudristek yang telah mencatat terdapat tanda-tanda learning lost berdasarkan hasil asesmen diagnostik yang dilakukan guru selama masa pandemi Covid-19.
Learning Lost
Learning lost adalah kehilangan kemampuan dan pengalaman belajar pada siswa sehingga siswa sulit untuk mengikuti dalam ekosistem yang diterapkan sekolah. Awal mula istilah learning loss bermula dari riset pembelajaran di Amerika pasca break summer atau ketika masuk sekolah setelah liburan musim panas, anak-anak sudah lupa pelajaran, dan saat tertinggal pelajaran mereka sudah malas mengulang pelajaran. Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan dan Perbukuan Kemendikbud dalam rapat dengar pendapat di komisi X DPR RI mengungkapkan bahwa learning lost tanda-tandanya sudah mulai tampak, meskipun ini baru hasil analisis guru berdasarkan asesmen diagnostik. Namun, hasil analisis ini dapat dijadikan pegangan, sebab ada persentasenya. Terungkap sebanyak 47 persen sekolah/guru mengatakan, hanya 50 persen siswa memenuhi standar kompetensi. Selain itu, sebanyak 20 persen sekolah menilai, sebagian kecil siswa memenuhi standar kompetensi. Artinya, siswa yang memenuhi standar kompetensi hanya di bawah 50 persen. Sementara itu, sebanyak 31,9 persen guru yang menilai siswanya sebagian besar sudah memenuhi standar kompetensi. Jika sebagian besar guru menilai siswanya tidak memenuhi standar kompetensi, artinya sudah ada kecenderungan terjadi learning lost.
Anak-anak yang diduga mengalami learning lost juga diperkuat dengan data laporan tahunan UNICEF The State of Worlds Children 2021 yang mengandung data penting terkait isu-isu kunci yang mempengaruhi setiap anak, dimana jumlah remaja di Indonesia yang mengalami depresi terus bertambah sejak pandemi. Saat ini diperkirakan 1dari 3 remaja di Indonesia menurut temuan UNICEF mengalami depresi dan kehilangan minat untuk beraktivitas. Dampak jangka panjang dari learning lost adalah kemungkinan terbentuknya sifat takut salah. Sikap ini adalah sikap takut mengambil inisiatif, menghindari risiko, takut berbeda, takut dikritik, dan mencari zona aman. Dampak jangka panjang dari learning lost akan diwarnai oleh para individu yang ragu mengambil keputusan, menghindari tantangan serta rendahnya jumlah entrepreneur sehingga sulit untuk punya daya saing pada era disrupsi.
Kebijakan pemerintah untuk membuka kembali sekolah dengan tatap muka secara terbatas tentunya adalah upaya yang salah satunya dalam mencegah learning lost patut diapresiasi namun harus ada komitmen yang kuat dari guru dan orangtua untuk memulihkan kondisi psikologis sisw. Unsur-unsur pembelajaran haruslah terpenuhi. Idealnya unsur afektif, kognitif dan psikomotorik haruslah saling mempengaruhi. Ketiga, aspek ini harus balance .Saat PJJ tentu reduksi tiga aspek ini muncul sehingga berakibat pada learning lost. Dampak pandemi mengakibatkan ada ruang kosong dalam pemeblajaran, ada kendala yang tidak dapat dijangkau oleh teknologi yang lebih dari itu semua, bahwa teknologi tidak dapat menyentuh yang salah satu inti dari pendidikan, yaitu pendidikan karakter. Ketika pendidikan harus menerapkan pembalajaran jarak jauh, ketika siswa harus belajar dari rumah, ketika guru harus mengajar dari rumah, maka siapa yang bertanggung jawab terhadap pendidikan karakter siswa?
Penguatan Pendidikan Karakter
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) karakter atau watak adalah sifat batin yang memengaruhi segenap pikiran, perilaku, budi pekerti, dan tabiat yang dimiliki manusia atau makhluk hidup lainnya. Untuk mencari dan mendapatkan pengetahuan, keterampilan, dan karakter yang baik itu tidak harus berada di kelas melalui guru yang secara resmi mengajar di sekolah, namun seyogyanya bisa diperoleh dari orang tua dan lingkungan sekitarnya (community based education). Dalam pendidikann karakter Thomas Lickona (1992) menekankan pentingnya tiga komponen karakter yang baik yang disepakati secara global, Pertama, moral knowing atau memiliki pengetahuan tentang moral dan etika dalam bermasyarakat. Kedua, moral feeling yaitu memiliki perasaan yang sesuai dengan moral, dan Ketiga, moral action yaitu melakukan perbuatan â perbuatan yang sesuai dengan nilai â nilai moral. Ketiga karakter ini berlaku secara umum di seluruh dunia secara fitrah manusia dan untuk mencapai ketiga karakter ini diperlukan tiga tempat pendidikan yang bekerja secara bersamaan yaitu rumah, sekolah, dan masyarakat.
Pandemi menyebabkan setidaknya ada tiga perubahan perubahan mendasar di dalam pendidikan. Pertama, mengubah cara jutaan orang di didik. Kedua, solusi baru untuk pendidikan yang dapat membawa inovasi yang sangat dibutuhkan dan yang Ketiga, adanya kesenjangan digital menyebabkan pergeseran baru dalam pendekatan pendidikan dan memperluas kesenjangan. Pendidikan karakter melalui sekolah jarak jauh di saat peserta didik sedang school from home (sekolah dari rumah) dapat tetap dikawal dan dikontrol oleh para guru. Salah satu caranya ialah dengan memberikan lembar control karakter secara berkala dan terjadwal.
Sejatinya learning lost tidak akan terjadi manakala peran sekolah dan guru secara optimal merumuskan metode yang adaptif misalkan metode blended learning yang memungkinka siswa interaktif langsung dengan gurunya metode ini memang dirasa pas untuk kondisi siswa saat ini. Disamping pemilihan metode pembelajaran yang pas juga sekolah/guru harus adanya komitmen dalam menerapkan pendidikan karakter di masa pandemi sesuai kompetensi inti dalam kurikulum 2013 seperti memiliki sifat relijius, jujur, disiplin, tanggung jawab, peduli, toleransi, gotong royong, santun dan percaya diri. Salah satu upayanya adalah guru dapat juga menyusun dan mengembangkan lembar kontrol untuk diberikan kepada peserta didik dan untuk orang tua. lembar kontrol tersebut dinilai oleh guru, setelah itu guru memberikan umpan balik. Guru kemudian menguatkan karakter yang sudah baik dan mengubah karakter yang masih tidak sesuai melalui kompetensi dan tema belajar yang sudah dirancang. Guru dapat pula memberikan penghargaan (prizing) kepada siswa yang berprestasi setidaknya dengan mengucapkan selamat di group WA maupun media digital peserta didik, dan memberikan hukuman (punishment) melalui WA pribadi agar nama baiknya tetap terjaga dan anak tidak merasa direndahkan di depan teman â temannya.
Peserta didik juga dapat diberikan penghargaan jika mengerjakan tugas tepat waktu dan diberikan hukuman jika terlambat mengerjakan tugas sebagai bentuk penanaman karakter disiplin. Ketika ada kabar seorang peserta didik tidak dapat mengerjakan tugas karena tidak memiliki kuota internet, maka guru dapat mengajak teman â teman kelasnya untuk berbagi pulsa sebagai bentuk penanamna karakter empati dan peduli. Sebagai bentuk penanaman karakter sopan dan santun dalam berucap dan bertanggung jawab atas semua ucapan dan perbuatan guru harus siap mengontrol percakapan siswa dan memberikan arahan terhadap percakapan melalui WA dan media lainnya. Itulah salah satu upaya guru dalam memberikan pembelajaran karakter dimasa adaptif, banyak cara dalam merawat dan menumbuhkan mentalitas pesertadidik karena setiap anak adalah prioritas dan sekolah harus siap dengan cepat beradaptasi dengan segala perubahannya.
Dengan demikian tanggung jawab pendidikan ada di tangan kita bersama baik di sekolah, rumah maupun masyarakat. Pendidikan karakter harus benar-benar menjadi solusi atas keresahan dunia pendidikan selama pandemi. Anak-anak bangsa yang memiliki kecakapan intelektual dan berkarakter tentu akan menjadi harapan bersama dan semua pihak harus bahu membahu, bergotong-royong untuk mencari solusi dari ancaman learning lost pendidikan di Indonesia. Kecerdasan spiritual, kompetensi yang berkaitan dengan prinsip dan integritas bukan hanya ditumbuhkan dalam pendidikan agama semata melainkan bisa diimplementasikan melalui kehidupan sehari-hari. Muara dari pendidikan sesuai amat undang-undang adalah manusia Indonesia yang memiliki keimanan, ketakwaan, akhlak mulia dan budi pekerti yang luhur, memiliki kapasitas pikir dan daya intelektualitas untuk menguasai ilmu pengetahuan, serta memiliki kecakakapan dan keterampilan dan menjawab tantangan. Pandemi covid-19 membuat semua negara setara dan sama kondisinya pada titik ini, siapa yang lebih cepat berlari maka dialah pemenangnya. Kecepatan kita berlari sangat tergantung dari kesiapan kita sndiri dan merawat optimisme.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.