Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Ahmad Dahri

Buya Syafii Maarif dan Lantangnya Suara

Politik | Saturday, 28 May 2022, 13:21 WIB

Tokoh Islam kelahiran kudus itu wafat jumat 27 Mei 2022. Buya Syafii orang mengenalnya. Ia memilih jalan sederhana dalam kehidupannya. Namun juga keras dan lantang saat membela kemanusiaan.

Buya, mendapatkan gelar guru bangsa. Pergerakan Islam Muhammadiyah dan Karya-karyanya adalah bukti. Buya juga mengenalkan kepada kita semua tentang nilai keberagaman. Nilai yang seharusnya menjadi anugerah bagi kita semua.

Enam tahun lalu adalah bukti bahwa ia membela kemanusiaan. Kasus Ahok misalnya. Buya menjelaskan fenomena sosial yang terjadi. Bahwa tidak sedikit politisi yang kerap menggunakan senjata ayat. Ayat suci kerap digunakan untuk mencari suara. Buya tidak sepakat akan hal itu.

Buya memandang ayat Suci al-Quran adalah Ritus pengetahuan dan petunjuk. Umat manusia mendapatkan pengetahuan dari sana. Oleh sebab itu, Buya tidak sepakat jika Al-Quran digunakan alat memuluskan laju politik. Lalu membunuh karakter lawan politiknya.

Berpolitik dalam al-quran adalah fastabiqul khairat. Berlomba-lomba dalam kebaikan. Mewujudkan cita-cita rahmatan lil'alamin. Bukan sebaliknya, hanya untuk mencari suara dan memuluskan egoisme kelompok parpol tertentu.

Oleh sebab itu, suara Buya selalu lantang. Buya Syafii Maarif benar-benar menanamkan ketegasan namun juga menyiramnya dengan kesantunan nilai Islam. Nilai yang seharusnya dimiliki semua umat Muslim. Nilai yang seharusnya menjadi jembatan menuju saling menghargai dan menghormati perbedaan.

Kini Buya telah pergi. Menuju ilahi rabbi. Menemui Kanjeng Nabi. Bisa jadi berjumpa dengan Gus Dur dan Cak Nur di sana. Buya memberikan kita yang masih hidup bekal pengetahuan. Agar mampu menjalani hidup yang beragam tanpa saling mendiskriminasi golongan tertentu.

Sumber Gambar: Tempo

Buya menyadarkan kita tentang pentingnya bersikap sederhana, namun tegas. Tegas menghadapi problem keragaman dan keberagamaan. Keragaman adalah anugerah dari Tuhan. Dan Keberagamaan adalah proses personal menuju Tuhan. Tanpa mengurangi rasa saling mengasihi satu dengan lainnya.

Hablumminallah dijaga dengan keimanan, hablulminannas dijaga dengan saling menghargai dan menghormati perbedaan. Nilai-nilai kemanusiaan itu lalu menjadi sebuah pendidikan penting dalam perjalanan kehidupan kita kedepan.

Buya mewariskan itu semua, agar kita menjadi manusia yang paripurna. Menjadi manusia yang insan Kamil. Memiliki kedewasaan berpikir. Serta memiliki kesadaran akan keragaman yang ada di Nusantara ini. Inilah apa yang disebut oleh Buya tentang Keislaman dan keindonesiaan.

Akhir kata, semoga apa yang telah ditanam oleh Buya menjadi buah yang bisa kita nikmati bersama. Agar dapat menghilangkan sesak dada egoisme. Serta melegakan dahaga sempitnya cara berpikir. Sehingga perjalanan kehidupan kedepannya menuju pada baldatun tayyibatun warabbun ghafur.[]

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image