Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Rosidi Hadi Siswanto

SINERGIKAN G.O.D (Guru, Orang tua, Daring)

Guru Menulis | Thursday, 30 Sep 2021, 12:40 WIB

Sudah lebih dua sasi Covid-19 menyelimuti Indonesia. Para pemangku jabatan di pemerintahan kalang-kabut mencari solusi, perekonomian terombang-ambing, semua sistem dan agenda yang sudah dirancang secara matang serta sistematis mengalami kekacauan. Tidak hanya perekonomian tapi semua sector dan tidak luput juga dengan dunia pendidikan. Agenda-agenda besar di dunia pendidikan kacau balau. Dunia pendidikan juga kalang-kabut menyikapi semakin merebaknya virus Corona di Indonesia. Hingga Menteri Pendidikan mengambil langkah meliburkan sekolah tanpa ada kepastian kapan kembali seperti semula dan tercetuslah pembelajaran sistem daring (online). Sebuah sistem yang belum pernah di terapkan di Indonesia. Sebuah sistem yang masih baru dan belum pernah diuji coba secara masal. Tapi itu bukan masalah besar. Masalah besarnya, bagaimana menyatukan komponen penting untuk ikut bersinergi menyukseskan sistem daring ini.

free image

Di era teknologi yang serba canggih seperti sekarang ini, pembelajaran secara daring tentu mudah untuk dilakukan. Pembelajaran secara daring atau pembelajaran berbasis online tentu banyak sekali ragam dan variasinya. Sekolah dan guru memiliki keleluasaan untuk memilih dan memilah aplikasi yang nantinya akan digunakan sebagai penunjang dalam proses pembelajaran berbasis online. Bahkan ada kabar yang viral menyebutkan salah satu CEO aplikasi pembelajaran online memeroleh penghasilan berkali-kali lipat dari aplikasinya. Sungguh luar biasa.

Sekarang ini di era pandemi, teknologi menggantikan peran guru. Guru dipaksa menyerah oleh keadaan. Siswa hanya bisa pasrah mengikuti kebijakan dari sekolah. Orang tua kalang-kabut, bingung bagaimana dengan nasib pendidikan buah hatinya. Pada hakikatnya siswa membutuhkan sosok panutan, figur, yang dapat memberi motivasi bahkan menjadi role model dalam kehidupannya. Tetapi jika pembelajaran dilakukan secara daring, suasana pembelajaran yang ceria, penuh kehangatan, nyaman seperti di kelas tidak bisa dirasakan. Pembelajaran melalui media elektronik akan membuat suasana kaku, dingin, dan tidak memiliki feel. Pembelajaran di kelas dengan bertatap muka secara langsung akan membuat pikiran siswa menjadi lebih kreatif. Hal ini karena terjadinya komunikasi antara manusia dan manusia yang melibatkan suasana hati, sehingga siswa bisa dengan leluasa menyampaikan pendapatnya.

Pembelajaran secara daring mau tidak mau harus dilakukan. Siap atau belum siap semua harus menjalankannya. Telisik demi telisik ada beberapa kelemahan pembelajaran secara daring yaitu pertama, tidak ada kontak fisik. Dalam pendidikan, interaksi bersifat edukatif dengan maksud bahwa interaksi itu berlangsung untuk mencapai tujuan pribadi anak mengembangkan potensi pendidikan. Jadi, interaksi dalam hal ini bertujuan membantu pribadi anak mengembangkan potensi dalam diri sepenuhnya sesuai dengan cita-citanya, serta pola hidupnya dapat bermanfaat bagi dirinya sendiri, keluarga, masyarakat dan negara. Ketika tidak adanya interaksi antara guru dan siswa secara langsung, proses mengajarkan dan mewariskan nilai-nilai sulit untuk terjadi dan diimplementasikan.

Kedua, proses pembelajaran akan cenderung mengarah kepada pelatihan bukan mengarah pada pendidikan. Bagaimana tidak? Jika tidak adanya sinergi antara orang tua dan guru, proses pendidikan akan lebih condong ke arah pelatihan. Guru membuat latihan soal untuk dikerjakan oleh siswa. Tujuannya yaitu untuk mendidik siswa supaya memiliki sifat jujur dan kerja keras. Namun, ketika orang tua apatis dengan buah hatinya begitu juga tugas dari gurunya, siswa akan mengerjakan secara asal-asalan. Hal ini karena siswa mengerjakan tugas dari guru tanpa arahan dari orang tua, misalnya membuka google untuk mencari jawaban. Ini bisa saja terjadi. Guru tidak mengetahui bagaimana proses siswa dalam mengerjakan latihan, tugas yang diberikan. Nah, di sini guru meminta kerja sama dengan orang tua supaya mengawasi dan mengarahkan buah hatinya untuk melancarkan proses pendidikan.

Ketiga, menurunnya motivasi belajar siswa. Bagaimana bisa turun? Melalui mbah google semua tugas yang diberikan oleh guru akan sangat mudah diselesaikan, bahkan nilainya akan bagus. Berbeda ketika ada di sekolah. Apakah itu bagus untuk perkembangan siswa? Tentu tidak. Siswa akan sangat meremehkan dan kehilangan sifat jujur dan kerja keras serta motivasi untuk menggali pengetahuan dan keterampilannya dari dalam dirinya. Mbah google menjadi jalan pintas yang hanya memberikan pengetahuan yang sesaat bagi siswa. Kenapa demikian? Siswa tidak akan melakukan yang namanya proses kejujuran.

Apakah pembelajaran sistem daring bisa efektif dilakukan terus menerus? Bisa iya juga bisa tidak. Di dalam dunia pendidikan teknologi sifatnya sebagai pendukung dalam memudahkan proses Kegiatan Belajar Mengajar (KBM). Namun, pembelajaran secara daring akan berjalan lancar apabila elemen kunci bisa bersinergi, yakni sekolah, guru, dan orang tua. Memang tidak bisa disangkal, jika guru dan siswa kesulitan mengikuti cara belajar yang relatif baru ini. Sudah dua sasi lebih pembelajaran daring dilaksanakan oleh sekolah dari Sabang sampai Merauke, 5-6 pertemuan daring siswa masih happy dan enjoyable. Tetapi di pertemuan selanjutnya, siswa mulai gusar dan mulai bosan dengan pembelajaran daring. Guru mulai pusing memikirkan metode supaya siswa terus termotivasi untuk belajar dan tidak bosan selama daring. Kenapa demikian? Karena pembelajaran daring menyisakan banyak pilu dibenak peserta didik yaitu tugas yang menumpuk.

Tidak hanya itu, suasana di rumah yang terkadang tidak kondusif, gangguan dari adik misalnya atau suara-suara yang mengganggu secara tiba-tiba dari tetangga rumah, serta tidak ada pendampingan secara fisik dari guru. Skenario pembelajaran daring yang dirancang oleh guru secara terencana dan efektif akan sia-sia tanpa adanya sinergi dengan orang tua. Guru juga dituntut untuk menyatukan persepsi dengan siswa. Percuma guru memeras otaknya untuk meramu materi yang kreatif, membuat metode pengajaran yang menyenangkan, dan membuat tugas-tugas yang mampu memberi rangsangan kepada siswa untuk berkolaborasi, jika tidak ada yang bisa diajak diskusi atau bertanya karena orang tua yang juga disibukkan dengan agenda online yang menumpuk. Nah di sini, diperlukan sinergi antara guru dan orang tua supaya mampu terus melakukan kontrol dan follow up terhadap anak.

Oleh sebab itu, guru dan orang tua harus sering membangun komunikasi secara intens. Guru dan orang tua harus bersinergi untuk menciptakan atau membawa budaya belajar di sekolah ke dalam rumah, Hal seperti ini sangat sederhana. Tapi manfaat signifikan bisa terasa jika benar-benar diterapkan. Orang tua harus memahami meskipun berada di rumah, buah hati mereka harus tetap konsentrasi dengan pembelajaran. Dari proses ini akan diketahui bagaimana seharusnya orang tua memberikan pendidikan pertama kepada buah hatinya sekaligus memahami apa saja yang menjadi tugas para guru. Karena itu, orang tua juga perlu mendampingi bagaimana buah hati mereka dalam belajar.

Jika sinergi antara guru dan orang tua berjalan sesuai planning, pembelajaran secara daring pun bisa dilakukan terus menerus dan bahkan bisa merubah sistem pendidikan. Pendidikan tidak harus di sekolah lagi. Proses mendidik bisa dilakukan dari rumah tanpa harus face to face antara guru dan siswa.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image