Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image tyaspitaloka

Pejuang Long Distance Relationship

Guru Menulis | Monday, 27 Sep 2021, 22:22 WIB

Jika kita berbicara tentang rindu. Rindu bukan satu-satunya milik mereka yang sedang jatuh hati. Rindu bukan saja milik orang yang mempunyai pasangan. Rindu milik siapapun. Bagaimana jika rindu itu terhalang oleh jarak? Melipat jarakpun sulit. Dewasa ini, sekolah yang biasanya menjadi candu, justru menggiring jeri. Sekolah yang biasanya aman, menjadi tempat yang seram. Namun, dibalik itu tak sedikit penghuninya mengungkapkan,”Aku merindukan sekolah.”

Tak bisa dipungkiri. Aktivitas anak-anak yang biasanya disekolah, semenjak keluarnya keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Anwar Makarim menerbitkan Surat Edaran Nomor 4 Tahun 2020 tentang Pelaksanaan Pendidikan Dalam Masa Darurat Coronavirus Disease (Covid-19). Siswa sekolah baik SD-SMP- hingga SMA Belajar Dari Rumah (BDR). Berkat adanya himbauan untuk BDR guru harus memutar otak. Materi seabrek harus bisa tersampaikan kepada siswa dengan cara apapun. Guru dituntut untuk menyampaikan materi dengan cara yang tidak menyulitkan siswa, dan siswa dituntut memahami materi yang disampaikan guru tanpa bertatap muka. Jangan dibayangkan melalui daring semua berjalan dengan lancar. Melalui daring baik guru dan siswa dianggap sudah canggih menerapkan pembelajaran berbasis Information and Technology (IT). Pekerjaan guru menjadi ringan, dan guru dianggap makan gaji buta. Sebab, tanpa ke sekolah guru bisa memantau siswa melalui gadget. Padahal sebaliknya. Banyak guru yang kurang menguasai IT sedangkan siswa masih awam. BDR melalui daring dapat berjalan jika kedua pihak dapat saling mendukung. Baik dari segi fasilitas maupun kemampuan.

Bagi guru yang ditempatkan di daerah perkotaan dengan fasilitas yang mumpuni dapat melenggang begitu saja. Sedangkan bagi guru yang ditempat tugaskan di daerah terpencil harus terseok-seok. Kebanyakan dari mereka terhalang oleh akses jaringan internet dan juga gawai yang kurang mumpuni. Informasi yang baru saja di bagikan tak jarang baru tersampaikan 2 hari setelahnya bahkan lebih. Miris memang. Selain itu guru harus ekstra sabar dalam membimbing siswa yang masih awam menggunakan media daring untuk pembelajaran daring jarak jauh. Selain itu, gawai harus terhubung dengan jaringan internet 24 jam. Tak ayal demi lancarnya pelaksaan pembelajaran daring harus merogoh kocek lebih dalam lagi dibandingkan dengan hari biasanya.

Bagi saya yang mengajar ditempat jauh dari perkotaan, BDR berbasis IT sedikit memprihatinkan. Contoh hal kecil, saya berusaha membuat grup whatsapp/telegram/ google classrom alih-alih agar mempermudah untuk menyebarkan informasi baik materi, tugas sekolah ataupun informasi yang berkaitan dengan sekolah justru seperti formalitas saja. Masih banyak siswa ataupun walimurid yang berdatangan ke sekolah untuk menanyakan hal serupa ke sekolah baik yang sudah bergabung dengan grup maupun yang belum. Satu kelas yang seharusnya berjumlah 40 anak justru hanya berisi 20 anak saja yang bergabung di grup yang telah saya buat. Jika membagikan materi via grup maupun google classroom, siswa yang belum bergabung akan tertinggal jauh. Oleh karena itu, seminggu sekali dengan membagi beberapa kelompok saya berkunjung ke rumah siswa, untuk memberikan materi ataupun tugas.

Tahun ajaran barupun berganti. Baik guru maupun siswa harus melewati Masa Pengenalan Lingkungan Sekolah (MPLS). MPLS yang biasanya dilakukan dengan tatap muka, dari mulai mengenal lingkungan sekitar sekolah, guru yang mengajar, ruangan yang ada di sekolahan kini beralih ke daring. Guru memiliki tugas di awal tahun ajaran baru. Selain membuat perangkat pembelajaran, guru dituntut menghafal nama siswa beserta wajah siswa yang tidak pernah berhadapan langsung. Selain itu, guru juga diminta untuk menganalisis kemampuan siswa tanpa tatap muka. Padahal jika tugas yang diberikan dan dikerjakan di rumah, guru tidak bisa memantau. Apakah tugas tersebut murni dari hasil pemikiran siswa atau justru dari pemikiran orang terdekat mereka. Saat inilah hasil evaluasi pembelajaran tidak bisa dijadikan tolok ukur hasil belajar siswa. Sulit memang, namun demi kebaikan bersama lambat laun BDR ini mengajarkan kami untuk serba bisa dan serba mandiri. BDR tidak memandang usia, baik guru dengan usia yang hampir mendekati purna maupun yang masih muda dituntut untuk menguasai IT. BDR tidak memandang status, baik guru yang masih wiyata bakti ataupun Aparatur Sipil Negara (ASN) semua memiliki tanggung jawab yang sama. Dengan demikian apapun statusnya, berapapun usianya, apapun tingkat jabatannya, berapapun besar kecilnya gaji, guru harus berjibaku untuk menguasai IT.

Tidak mudah memang belajar dengan jarak jauh. Bosan, lelah, harus merogoh kocek lebih, sulit memahami, sulit menyampaikan materi, sulit menerima materi jika tidak bertatap muka, banyak yang tertinggal informasi, tidak efektif, terlalu rumit, menyita banyak waktu, dan masih banyak lagi keluhan selama BDR. Posisi guru dan siswa yang bertemu via daring diibaratkan sepasang kekasih yang menjalani Long Distance Relationship (LDR). Jarak rumah siswa ke sekolah meskipun tak begitu jauh justru berubah serasa menjadi sekian kilometer. Dengan demikian, kehadiran sosok guru dihadapan siswa tidak bisa digantikan oleh apapun dan siapapun. Mereka membutuhkan guru sebagai pengganti orangtua tatkala disekolah. Orangtuapun mulai kelimpungan menggantikan peran guru sementara di rumah. Sekolah yang biasanya menjadi tempat aman bagi penghuninya kini berubah menjadi sesuatu yang menyeramkan. Kebiasaan yang dilakukan disekolah kini harus dinikmati sendiri. Jarak mengajarkan kepada kami, bahwa sebuah pertemuan merupakan hal yang istimewa. Sekolah yang seharusnya setiap hari dipenuhi dengan canda dan tawa anak-anak. Berubah menjadi bangunan tak berpenghuni. Pandemi Covid-19 ini telah membuat sekat antara kami-guru dan siswa. Kami pernah sedekat Desember ke Januari, Sebelum kini sejauh Januari ke Desember. Tetap tangguh para pejuang LDR. Jangan kalah dengan jarak. Jangan sampai pandemi ini menjadikan kita yang saling menjadi masing-masing kemudian asing. (Tyas Pitaloka)

Pin by Dhiyakalam on beutiful viewwz | Movie posters, Art, Fictional characters (pinterest.com)" />
source: Pin by Dhiyakalam on beutiful viewwz | Movie posters, Art, Fictional characters (pinterest.com)

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image