Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Arief Hanafi

Adaptasi Pendidikan Pasca Pandemi

Lomba | Saturday, 25 Sep 2021, 23:35 WIB

Hampir dua tahun pandemi covid-19 melanda dunia. Kabar terbaru yang cukup melegakan datang dari Chief Executive Officer (CEO) Moderna Stephane Bancel. Ia memprediksi pandemi akan berkahir di tahun 2022, seiring dengan produksi vaksin global. Dikutip dari Reuters Bancel berasumsi bahwa mulai setahun kedepan ketika semua orang sudah melakukan vaksinasi dan memiliki kekebalan masing-masing, maka kehidupan akan kembali normal.

Tentu prediksi bos Moderna tersebut membawa optimisme baru bagi kehidupan. Bagaimana tidak, pandemi covid-19 telah mengubah seluruh sektor kehidupan masyarakat. secara sosiologis kondisi demikian ini merupakan perubahan sosial yang tidak direncanakan, suatu perubahan sosial yang tejadi secara sporadis dan tidak diinginkan kehadiranya oleh masyarakat.

Bagaimana tidak, pandemi ini berdampak pada berbagai sektor kehidupan manusia, dari ekonomi, sosial, budaya, hingga pendidikan. Dalam konteks pendidikan misalnya, karena pandemi aktivitas belajar mengajar dialihkan ke rumah masing-masing. Proses pembelajaranpun berubah dari model konvensional ke model belajar daring. Sekolah mau tidak mau harus menyusun strategi jitu agar proses belajar-mengajar tetap berjalan. Perubahan yang terbilang cepat dan fundamental tersebut mendapat respon yang beragam dari setiap satuan pendidikan. Ada yang siap, namun juga tidak sedikit yang belum siap.

Masalah Pendidikan di Masa Pandemi

Guncangan budaya yang diakibatkan karena kecepatan perubahan ini bisa kita lihat dari munculnya beberapa masalah saat pelaksanaan pembelajaran daring, pertama, internet. Untuk menghasilkan kualitas pembelajaran yang baik maka dibutuhkan akses internet yang cepat. Pasalnya beberapa aplikasi membutuhkan kecepatan akses internet, misalnya aplikasi zoom. aplikasi ini akan berjalan lancar jika akses internet yang stabil. Perubahan ke sistem daring memang belum disertai dengan kesiapan hal teknis semacam ini. Mengandalkan data seluler? Tentu guru/siswa akan berfikir dua kali jika setiap hari ada pertemuan pembelajaran. Bisa dibayangkan berapa kuota yang dibutuhkan dalam seminggu.

Kedua, kompetensi guru. Jika dengan pembelajaran konvensional, guru dengan bebas berekspresi dan berdialog dengan siswanya, bahkan dengan spontanitas terjadi tanya jawab, maka dalam sistem daring terjadi sebaliknya. Guru terjebak pada pengoprasian fungsi dalam menu aplikasi tersebut. Maka tidak heran jika hubungan guru dan siswa terkesan kaku dan tidak gayeng.

Ketiga, masalah siswa. Generasi yang ada sekarang sangat erat dengan kepemilikan gedget. Tidak hanya itu, generasi yang lahir saat boomingnya internet tersebut tidak bisa lepas dengan penggunaan internet, tentu ini tidak masalah. Namun kebiasaan mereka terhadap gedget tidak sedikit yang mereka gunakan untuk game online atau aktif di dunia maya, seperti youtube dan instagram. Tentu kebiasaan yang sudah mengakar kuat kepada generasi milenial ini sulit untuk dirubah jika smatphone di tangannya digunakan untuk aktifitas pembelajaran. Alhasil, ketika pembelajaran daring kurang maksimal atau bahkan sebagai penggugur kewajiban saja.

Cepatnya perubahan model pembelajaran yang tidak dibarengi dengan kesiapan yang matang, berpotensi tejadi guncangan budaya (Cultural Shock). Kalvero Oberg, Antropolog asal Canada ini mengatakan jika kita berinteraksi dengan kebiasaan yang berbeda maka berpotensi pada berubahnya arah/tujuan kita. Selain itu kita akan merasa tidak mengetahui harus berbuat apa atau bagaimana mengerjakan segala sesuatu di kebiasaan baru tersebut.

Pendidikan Pasca Pandemi

Meski berbagai persoalan pembelajaran muncul di saat pandemi, masyarakat pada dasarnya bersifat dinamis dan akan selalu mengalami perubahan. Maka harus disadari bersama bahwa arah gerak perubahan adalah kedepan, tidak kebelakang. Artinya orientasi pendidikan kita, cepat atau lambat pasti berbasis teknologi dan informasi. Maka dalam konteks ini pemerintah mempunyai tanggungjawab untuk memberikan edukasi secara berkelanjutan serta menyiapkan infrasturktur yang memadai, sehingga kultur akademik tetap terjaga.

Di sisi lain, kerja sama para orangtua di rumah sangat dibutuhkan. Tidak dapat dipungkiri bahwa seorang anak mempunyai kecenderungan untuk bersantai. Memang ini menjadi tantangan bagi para orangtua. Sebab, tidak semua orangtua mampu secara efektif dalam melakukan pendampingan dan pendisiplinan anak belajar baik di rumah maupun di sekolah.

Lebih dari itu, untuk mengoptimalkan proses adaptasi pendidikan setelah pandemi, maka dibutuhkan kerjasama dari guru, siswa orang tua dan pemerintah. Membangun sikap kerjasama pada masa pemulihan dampak pandemi covid-19 seperti saat ini tidaklah mudah. Butuh tanggungjawab semua pihak.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image