Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image padma malikahani

Indonesia, Humor dan Komedi yang Membudaya

Sastra | Monday, 23 May 2022, 11:03 WIB

Berbicara mengenai humor dan komedi, keduanya bukanlah hal yang asing lagi bagi Negeri Zambrud Khatulistiwa ini, pertunjukan seni hiburan yang mengandung gelak tawa sudah menjadi hal yang lumrah untuk dikonsumsi bagi setiap masyarakatnya, derit kehidupan yang rumit telah berhasil mendorong rating tontonan bergenre komedi menjadi yang paling digandrungi dan digemari khalayak ramai.

Komedi merupakah suatu bentuk seni yang dilahirkan dari sebuah refleksi, dengan sifatnya yang plural, tak selesai, menyebar, bergantung pada konteks intertekstualitas penciptanya. Sedangkan, humor adalah sesuatu yang dapat muncul dari adanya penyimpangan verbal, keanehan, keganjilan, ketidakwajaran dan memunculkan tawa pada individu karena rangsangan dari dalam (bukan rangsangan fisik), maupun luar yang mengundang perhatian dan ketertarikan bagi orang lain, serta dapat tampil sebagai penyegar pikiran dan menyalurkan perasaan tanpa menimbulkan rasa tidak menyenangkan.

Humor memberikan suatu wawasan yang arif sambil tampil menghibur. Humor dapat pula menyampaikan siratan menyindir atau suatu kritikan yang bernuansa tawa. Selain itu, Humor juga sebagai sarana persuasi untuk mempermudah masuknya informasi atau pesan yang ingin disampaikan sebagai sesuatu yang serius dan formal.

Di dalam komedi kita merayakan kebebasan sebagai menusia, dengan kata lain “komedi memanusiakan manusia”. komedi juga dapat menjadi alarm yang membuat kita siaga bahwa selalu ada yang tidak beres dalam sistem logika. Melalui penyampaiaanya yang ringan dan menarik, komedi dapat menjadi lelucon karena terhubungkan dengan realitas sosial dan kultural.

Sepanjang sejarah manusia, komedi memiliki fungsi yang beraneka ragam diantaranya: menjadi ruang publik yang kreatif, mengajukan kritik dan pandangan alternatif dengan cara persuasif, menggugat kemapanan, dan sebagainya. Tetapi, pada saat yang sama, komedi juga merekatkan kembali masyarakat.

Dunia lawak Indonesia, boleh dikatakan berdiri otonom dan tidak dipengaruhi oleh unsur asing manapun, dalam tradisi lawak di Indonesia telah menyatu dengan arus utama budaya lokal yang berkembang di dalamnya. Hal ini yang menjadikan Indonesia sebagai negeri jenaka bertaut gelak tawa, Humor menjadi sebuah konsumsi pokok bagi masyarakat Indonesia tanpa menutup kemungkinan, serta dapat dinikmati dari rentang usia anak-anak bahkan hingga usia senja sekalipun.

Humor dan komedi sejatinya, sudah mendarah daging dalam perkembangan budaya Indonesia. Dalam sejarahnya, Sastra yang pertama kali dikenal oleh masyarakat di Indonesia sejak zaman dahulu yaitu sastra lisan. Sastra lisan merupakan jenis sastra yang dilestarikan secara turun-temurun di Indonesia, misalnya seperti mitos, legenda, dongeng, lagu, dan sejenisnya. Sastra lisan sejak dulu juga dijadikan sebagai media hiburan, sebagaimana tampak dalam pantun, syair, lagu, dan juga humor. Adapun Stand Up Comedy juga turut berkontribusi dalam menambah khasanah baru dalam dunia sastra lisan yang ada di Indonesia, Stand Up Comedy biasa digunakan sebagai media penyampaian ide, gagasan, dan keresahan dari pengarangnya.

Di Indonesia, secara informal, humor juga sudah menjadi bagian dari kesenian rakyat, seperti ludruk, ketoprak, lenong, wayang kulit, wayang golek, dan sebagainya. Unsur humor di dalam kelompok kesenian menjadi unsur penunjang, bahkan menjadi unsur penentu daya Tarik performanya.

Humor yang tumbuh dalam budaya, muncul karena adanya paradoks kebudayaan itu sendiri, yaitu mengenai hal yang kuno dengan yang baru. Hal yang kuno dan yang baru inilah yang kerap kali menjadi bagian dari sebuah materi untuk melucu. Humor mengebiri universalitas yang kolot dan monoton baik dalam bahasa maupun kehidupan yang hanya berpusat pada tataran bahasa, dimana pembentukan bahasa beserta maknanya tak lepas dari pengaruh subjek dan historisnya yang juga turut mempengaruhi sistem logika. Hal ini dapat memperlihatkan bagaimana suatu bangsa membangun peradaban, karena peradaban yang bagus akan membentuk selera masyarakat dan bukan mengikuti selera pasar dari kalangan masyarakat setempat.

Seiring berkembangnya zaman, Komedi kian menjadi salah satu pelarian dan hiburan dari peliknya kehidupan di dunia ini yang semakin ruwet. Semakin kritis suatu masyarakat, semakin tinggi pula permintaan mereka terhadap humor terutama yang tampak pada penekanan syarat intelektual antara pelaku dan penikmatnya. Komedi kerap dipakai sebagai alat untuk memahami isu politik atau meningkatkan kefektifan dari pesan politik. Komedi memang memiliki nilai jual dan daya tarik yang tinggi.

Charlie Chaplin, merupakan suatu simbol universal tentang kemenangan individualitas atas kesengsaraan dan penganiayaan, yang membuat Chaplin diakui sebagai seorang tragikomedian yang berhasil. di tangan Charlie Chaplin, humor dan komedi menjadi media untuk melawan kesengsaraan dan penganiayaan terhadap ketidakadilan. Sementara di tahun 1997 acara Stand up Comedy Open Mic pertama kali dikenalkan dan diadakan di Indonesia yang dipelopori oleh Ramon Papana.

fungsi humor yang paling menonjol, yaitu sebagai sarana penyalur perasaan yang menekan diri seseorang. perasaan itu bisa disebabkan oleh macam-macam hal, seperti ketidak- adilan sosial, persaingan politik, ekonomi, suku bangsa atau golongan, dan kekangan dalam kebebasan gerak, seks, atau kebebasan mengeluarkan pendapat.

Di Indonesia sendiri, humor dan komedi kerap kali digunakan dalam mengungkapkan suara dari relung hati terdalam tanpa harus bergelut dengan kekerasan. Maka dapat dikatakan, humor sebagai bambu runcing bagi orang-orang cerdas, ia kerap membunuh ketidak acuhan yang menggerogoti orang-orang berkepala batu. karenanya mereka yang berwawasan rendah dan picik lebih memilih untuk bergelut dengan kekerasan daripada beradu argumen secara sehat.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image