Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Upik Kamalia

Berharap Kemajuan Pada Kurikulum Merdeka Belajar

Eduaksi | Saturday, 21 May 2022, 23:14 WIB

Hari itu adalah hari pertama pelaksanaan Pesantren Ramadhan. Guru-guru datang ke sekolah dengan wajah segar setelah diberi libur selama 12 hari. Selamat datang Bapak ibu guru dihari pertama kita sekolah ini, semoga puasa kita hari ini diterima oleh Allah, SWT. Baiklah untuk pelaksanaan pesantren ramadhan kita hari ini apakah pemateri sudah datang semua? Kepala sekolah membuka pembicaraan pada rapat pagi itu. Sudah pak, pemateri guru-guru sesuai jadwal, jawab wakil kurikulum. Untuk materi yang akan disampaikan apakah sudah ada? Sudah pak, kan disediakan dinas pendidikan dan sudah dishare ke ibu bapak guru. Berarti persiapan kita sudah matang dan tinggal dijalankan. Bagaimana dengan evaluasi yang juga harus dilaksanakan diakhir kegiatan? Sebaiknya dari sekarang ditunjuk guru yang akan membuat soalnya. Wakil kurikulum kemudian mulai menuliskan pembuat soal. Tiba-tiba ada gur yang menyeletuk , soalnya sudah ada pak lengkapdengan jawabannya. Kalau itu saja yang kita pakai gimana pak? Oh ada ya, ndak apa itu saja. Briefing pagi itu selesai dan guru masuk ke ruang kelas masing-masing.

Besoknya kembali diadakan briefing. Kali ini yang dibicarakan adalah kesiapan sekolah menghadapi kurikulum merdeka belajar. Kepala sekolah menyampaikan agar kita tidak tertinggal oleh sekolah lain maka harus pula mengikuti kurikulum terbaru tersebut. Memang ada semacam penawaran kepada sekolah untuk memilih ,tetapi karena pihak kabupaten sudah memutuskan untuk menggunakan kurikulum tersebut maka otomatis semua sekolah mengikutinya.

Dua situasi diatas terjadi disekolah yang akan menerapkan kurikulum terbaru yang dikeluakan pemerintah, kurikulum merdeka belajar. Secara kasar pemahaman kita terhadap kurikulum tersebut adalah adanya kemerdekaan dari siswa dan guru dalam proses pembelajaran. Berulang kali Mas Menrtri mengatakan bahwa beban guru yang begitu berat dikurikulum sebelumnya harus dikurangi mulai dari menghilangkan UN, menyederhanakan RPP hingga memberi kesempatan guru untuk berkembang melalui penerimaan PPPK.

Penerapan kurikulum baru tersebut tentu tidak sesederhana itu saja. Semuanya menuntut kesiapan sekolah, guru dan siswa. Kesiapan sarana prasarana misalnya sekolah dituntut untuk menyiapkan sarana pembelajaran yang dapat menunjang keberhasilan kurikulum tersebut. Komputer dan jaringan internet selayaknya tersedia jika kurikulum merdeka belajar hendak dilaksanakan sepenuhnya. Beragam aplikasi harus diunduh untuk memudahkan semua pekerjaan guru dan tenaga kependidikan. Hal itu lagi-lagi menuntut adanya komputer, laptop dan HP yang memadai sesuai dengan perkembangan. Semua itu tidak masalah bagi sekolah negeri , pemerintah cukup menganggarkan bantuan ini dan itu agar semuanya lancar. Namun bagaimana halnya dengan sekolah swasta atau sekolah pemerintah juga yang letaknya jauh di pelosok?Ini tentunya akan menjadi kendala yang tidak bisa diabaikan.

Dari sudut pendidik dan tenaga kependidikan tidak kurang pula harus disiapkan. Ilustrasi yang disampaikan di awal tulisan ini menunjukkan bahwa pendidik dan kepala sekolah sebagai pemimpin pembelajaran masih membawa cara berpikir yang singkat. Kurikulum merdeka belajar setidaknya menuntut kreatifitas guru dan kepala sekolah . Nah bagaiamna jadinya kurikulum tersebut diterapkan ditengah sudut pandang masih serba instan.Rasanya guru tidak akan jauh berbeda cara mengajarnya jika sudut padang mereka tidak diubah, jika kreatifitasnya tidak ditumbuhkan . Alhasil percuma sajalah semua uang yang dikeluarkan untuk pelatihan, sosialisasi, bimtek dan segala tetek bengek persiapan guru dan tenaga kependidikan selama ini.

Kita lihat dari sisi kesiapan siswa, beragam persoalanpun menjadi tanda tanya. Kurikulum merdeka belajar yang membebaskan siswa untuk belajar bidang studi yang diminatinya hanya cocok untuk siswa yang memang telah mengetahui dan menyadari kecendrungannya terhadap satu mata pelajaran. Sementara banyak kita temui siswa yang tidak mengetahui atau belum mengetahui kecendrungannya sendiri. Terlebih jika dikelas sebelumnya minat siswa tidak tergali dengan baik, BK tidak berfungsi sebagaimana diharapkan. Maka yang akan terjadi adalah kurikulum coba-coba, guru coba-coba, kepala sekolah coba-coba dan siswapun dicoba-coba.

Bukan bermaksud untuk merasa pesimis dengan kurikulum merdeka belajar ini, namun kita sebaiknya bersikap realistis melihat dari segala sudut pandang. Pemerintahpun dalam hal ini kementerian pendidikan juga sebaiknya terbuka terhadap masukan dan saran dari berbagai pihak, bersikap terbuka terhadap berbagai kritikan yang diberikan termasuk mau membagi kisah “sukses” penerapan kurikulum ini yang konon kabarnya telah dicobakan selama 2 tahun ini dibeberapa sekolah. Masyarakat tidak mengetahui dengan pasti bagaimana betul keberhasilan yang telah dicapai oleh sekolah yang menerapkan kurikulum baru tersebut. Jika memang penerapannya tidak dipaksakan sebaiknya pemerintah daerah tidak pula memaksakan diri untuk menerapkan kurikulum ini secara menyeluruh di daerah mereka . Biarkanlah sekolah-sekolah yang memang memadai dari semua segi menerapkannya terlebih dahulu. Jika berhasil dan berdampak sangat nyata bagi kemajuan pendidikan maka sekolah lain akan belajar dari keberhasilan tersebut. Namun jika memang tidak atau kurang tepat tidak perlu malu untuk berbalik pulang, sebelum kaki terlalu jauh melangkah. Wallahualam

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image