Stay Amazing, Meski Kuliah Daring
Gaya Hidup | 2021-09-25 14:58:30Bukan hanya soalan musibah, hadirnya pandemi covid-19 juga memberikan sinyal akan pentingnya mendeteksi kesehatan diri. Sebagian orang mungkin kaget mengapa akhir-akhir ini organisasi kampus atau komunitas-komunitas menyuguhkan pembahasan terkait penyakit mental. Hal ini menandakan bahwa penyakit mental memang benar adanya. Nyata! Hadirnya pandemi covid-19 seolah menguliti kekuatan mental seseorang, semua menjadi terlihat. Sebelum pandemi penyakit mental masih bisa terselamatkan serta tertutupi oleh riuh dan tawa dibalik nongki-nongki. Pertanyaannya bagaimana dengan hari ini? Mahasiswa yang sudah memiliki hidden illness atau sakit tidak terdeteksi menjadi nampak gejalanya. Hal ini bisa merusak produktivitas seseorang, bahkan berefek pada seluruh lini kehidupan. Baik itu lingkungan keluarga, kuliah dan lingkungan sekitar.
Destroy their lives! Kalimat tersebut setidaknya menjadi alasan penting bagi siapapun untuk berempati lebih dalam lagi kepada kawan-kawannya. Dalam rentang dua tahun kuliah online, setidaknya masyarakat menyaksikan beberapa kasus menyedihkan tentang kuliah daring. Misalnya saja MN (22) mahasiswa Universitas Negeri Malang (UM) yang hampir bunuh diri di Jembatan Soekarno-Hatta (Suhat) lantaran depresi karena masalah perekonomian, sulitnya mencari teman, khawatir gagal kuliah karena tidak memiliki laptop, ditambah lagi Ibunya yang meninggal menambah tekanan batin sang pelaku. Tahun 2020 kemarin, RS mahasiswa Unhas (Universitas Hassanudin) tewas terjatuh dari menara masjid saat mencari sinyal untuk mengirim tugas kuliah. RL yang terpaksa meminjam HP tetangga untuk kuliah online. Sebenarnya sinyal ketidak-idealan pendidikan di negeri ini bukan dimulai semenjak pandemi, sebelum pandemi pun ketika kuliah masih digelar offline banyak PR bagi pendidikan di negeri ini.
Agar masyarakat Indonesia mengetahui apa itu mental illness, masyarakat harus tahu terlebih dahulu apa yang disebut dengan kesehatan mental? World Health Organitation sendiri mendefinisikan kesehatan mental adalah kondisi dimana seseorang Individu dapat berkembang secara fisik, mental, spiritual dan sosial. Sehingga individu tersebut menyadari kemampuan sendiri, dapat mengatasi tekanan, dapat bekerja secara produktif dan mampu memberikan kontribusi untuk komunitasnya. Sehingga, kesehatan mental ini sebenarnya akan memengaruhi cara seseorang berfikir, merasakan dan bertindak, bagaimana cara mengatasi stress dan bagaimana mengambil keputusan.
Fenomena mental illness sendiri bukan sesuatu yang baru, tahun 2018 riset kesehatan dasar menyatakan bahwa penyebab kecacatan terbesar hidup dengan disabilitas (years lived disability atau YLJ) adalah gangguan mental. Hingga Juni 2020 angka kasus gangguan jiwa di Indonesia sudah mencapai 227 ribu jiwa. Sedang di tahun 2019 ada 197 ribu jiwa. Angka prevalensi di Indonesia sendiri 6,2 persen. Hal ini menandakan diantara 100 remaja, akan ada 6 orang atau lebih yang menderita penyakit mental.
Setidaknya terdapat tiga faktor yang menyebabkan munculnya mental illness. Pertama faktor individu yang bisa dibagi menjadi tiga aspek: biologis, psikis dan spiritual. Biologis adalah kondisi kesehatan individu yang kurang optimum yang menyebabkan seseorang terkena gangguan jiwa, genetik, misalnya seperti kanker, sakit pinggang, vitiligo. Psikis adalah kondisi emosi individu, kemampuan seseorang mengatasi situasi, memanajemen stress, belief system yang dipenuhi trauma di masa kecil, tumbuh kembang yang tidak optimum, dukungan orang sekitar yang kurang. Kemudian dari aspek spiritual berkaitan dengan bagaimana seseorang bisa mengolah pemikiran tentang Allah.
Faktor kedua dari tatanan masyarakat, yang juga memiliki pengaruh terhadap kondisi kesehatan mental mahasiswa. Tatanan masyarakat modern yang individualis, menyebabkan support system bagi mahasiswa tidak ada sehingga banyak yang merasakan kesepian, sendirian, tidak memiliki teman. Kondisi ini semakin diperparah dengan faktor ketiga, adanya promosi besar-besaran untuk mengejar kepuasan pribadi, kebebasan dalam segala hal, untung rugi yang selalu dinilai dengan materi.
Oleh karena itu untuk memberikan solusi terhadap permasalahan penyakit mental ini, kita harus mengetahui apa yang menjadi sumber masalah, ternyata ada tiga faktor yakni faktor individu, masyarakat dan negara. Ketiga faktor ini harus dikelola dengan landasan yang benar. Sebab jika landasannya masih untung rugi, ataupun materi maka tidak akan tercipta kebaikan yang akan menyejahterakan. Individu harus di rawat oleh negara dengan sebaik-baik perawatan. Misalnya saja terdapat individu yang memiliki masalah biologis, negara harus menyediakan layanan kesehatan masyarakat yang dapat diakses oleh masyarakat dengan gratis, sehingga problematika biologis bisa teratasi. Sama halnya dengan problem psikis, negara juga harus hadir menyediakan lingkungan yang aman agar tidak terjadi hal yang tidak diinginkan di dalam lingkungan masyarakat, akhirnya masyarakat hidup dengan tenang, individu juga harus berprogress menjadi hamba yang bertaqwa, selalu terkoneksi dengan Allah dalam setiap kesempatan.
Masyarakat juga harus memiliki sense of belonging yang tinggi satu sama lain, ketika ada yang sakit ditolong, ketika ada yang melakukan kemaksiatan dan penyimpangan diingatkan, ketika ada yang melakukan kebaikan didukung, akhirnya tercipta sebuah tatanan sistem yang harmonis. Ditambah lagi peran negara yang mensupport penuh pendidikan, pendidikan ditujukan untuk membentuk kepribadian Islami dan membekali siswa dengan ilmu (tsaqafah Islam) dan pengetahuan yang berhubungan dengan masalah kehidupan. Negara hadir sebagai pengelola langsung pelayanan pendidikan yang nantinya akan menyediakan guru berkualitas, menyediakan sarana dan prasarana yang tidak bergantung pada swasta.
Kombinasi ketiga hal tersebut ditambah kesadaran mahasiswa untuk berpikir dengan baik (memasukkan informasi pada akalnya dengan yang baik-baik) niscaya akan bertambah pula kebaikannya, mari kita bandingkan mahasiswa yang hidupnya hanya melihat drama korea, maka cara berfikirnya, aspirasinya semua seputar cinta dan menjadi seperti idol-nya. Tetapi seandainya yang dibaca adalah tentang bagaimana kisah sahabat nabi, niscaya kita akan mendapatkan motivasi bagaimana sejatinya kehidupan pemuda muslim? Pahami dasar aqidah dengan turut menyibukkan diri mengkaji Islam (membahas qadha dan qadar, bahasan area mana yang harus dikuasai, area mana yang tidak) supaya tidak salah fokus dalam bertindak. Terakhir milikilah guru kehidupan yang memberi pandangan untuk membantu pengobatan dan membangun diri kita.
Solusi yang kita berikan ini akan optimal jika Islam yang menjadi asas dalam segala hal, sebab Islam bukan hanya agama ritual, ia juga merupakan sistem kehidupan yang akan menjadi rahmat bagi seluruh alam.
Putri Hanifah, CHt., C.NNLP (Hypnotherapist, Learning Facilitator)
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.