Andai Pandemi Pergi, Apakah Kualitas Pendidikan di Indonesia akan Kembali?
Lomba | 2021-09-24 07:09:42Pendidikan merupakan salah satu korban jangka panjang bagi hadirnya kecamuk pandemi di berbagai belahan dunia, termasuk juga di Indonesia. Kenapa saya katakan jangka panjang? Karena pendidikan tidak hanya tentang sekarang saja, melainkan tentang masa depan generasi bangsa. Jika pendidikan hari ini mengalami penurunan kualitas di masa pandemi, maka generasi selanjutnya akan mengalami impact yang cukup signifikan di masa mendatang.
Dilansir dari Republika.co.id, menurut Direktur Jenderal PAUD dan Dikdasmen Kemendikbud Jumeri, setidaknya secara global terdapat 1,25 miliar peserta didik di dunia terdampak pandemi, sedangkan 5,44 persennya atau kisaran 68 juta peserta didik tersebut berada di Indonesia.
Banyak elemen masyarakat yang mengakui penurunan kualitas pendidikan di Indonesia selama pandemi ini. Sebagaimana yang dilansir dari berbagai pendapat yang dikutip dari beberapa laman di Republika.co.id, bahwa menurut Sekretaris Jenderal Komnas Pendidikan Andreas Tambah mengatakan mutu pendidikan memang turun sejak penerapan pembelajaran jarak jauh (PJJ) selama pandemi Covid-19. Begitupun dengan Dewan Pendidikan Kota Makassar, Sulawesi Selatan, yang menyebutkan adanya penurunan kualitas pendidikan di tengah pandemi Covid-19. Sebab, tidak semua siswa bisa memahami materi yang diberikan secara virtual. Sebagaimana dalam kasus pendidikan yang dituturkan oleh Bupati Cianjur, Jawa Barat, Herman Suherman, menyatakan pihaknya mencatat adanya penurunan kualitas pendidikan selama pandemi COVID-19, terlebih banyak ditemukan siswa kelas 4 SD yang belum dapat membaca. Padahal, standarnya semenjak menduduki Taman Kanak-Kanak, siswa seharusnya sudah mampu menguasai kemampuan baca tulis.
Inilah implikasi nyata dari monsrotnya pendidikan hari ini di masa pandemi. Jangankan di Cianjur atau skala Indonesia, bahkan dalam skala global yang dilansir dari Republika.co.id bahwa menurut UNICEF dan UNESCO akhir Maret lalu tahun 2021, menyebutkan 124 juta anak-anak di seluruh dunia telah kehilangan kemampuan membaca.
Lantas, bagaimana nasib pendidikan Indonesia pasca pandemi? Jika mengetahui fenomena menurunnya tingkat kualitas pendidikan di Indonesia. Apakah pendidikan hanya akan begitu-begitu saja menjalankan pendidikan sebagaimana biasanya jikalau pandemi telah sirna?
Menurut saya, tentu saja itu sebuah langkah yang kurang tepat jika menjalankan pendidikan sebagaimana biasanya di masa pasca pandemi. Justru jika pandemi telah pergi, diperlukan banyak gebrakan yang cukup revolutif untuk mendongkrak kualitas pendidikan Indonesia di masa pasca pandemi.
Bahkan tidak hanya pasca pandemi saja, jika memang kasus Covid-19 telah melandai dan sudah dapat dikendalikan pun, perlu dilakukan gebrakan di sektor pendidikan. Sebagaimana yang terjadi akhir-akhir ini yang mulai menerapkan sistem pembelajaran tatap muka (PTM) secara terbatas untuk daerah-daerah tertentu yang memang angka Covid-19 menurun dan termasuk dalam golongan PPKM level satu hingga tiga.
Namun, pembelajaran tatap muka saja menurut saya masih jauh dari ata cukup untuk memperbaiki kualitas pendidikan di Indonesia. Apalagi pembelajaran tatap muka tersebut dilakukan secara terbatas, yang menunjukkan bahwa masih ada peserta didik lain yang masih menerapkan pembelajaran jarak jauh (PJJ).
Oleh karena itu, perlunya langkah-langkah yang harus diambil, terutama ketika memang pasca pandemi telah pergi. Pasalnya, ketika pandemi telah pergi, maka kebijakan-kebijakan perihal pendidikan dapat dilakukan lebih leluasa dan fokus memperbaiki kualitas pendidikan. Salah satu langkah awal untuk memperbaiki kualitas pendidikan adalah menitik fokuskan pada guru selaku titik sentral pendidikan dan elemen pendukung seperti pemerintah untuk merumuskan kurikulum yang tepat dalam menjalankan proses pendidikan di masa pandemi telah pergi. Kurikulum tersebut harus memuat langkah-langkah konkrit untuk mengatasi berbagai problematika pendidikan di masa pendemi, seperti ketertinggalan pelajaran, menurunnya kemampuan intelektual, semangat belajar dan lain sebagainya.
Kurikulum pasca pandemi harus âinteraktifâ, untuk menampilkan pendidikan yang lebih ekspresif, bersahabat dan mampu menggugah semangat belajar pasca pembelajaran jarak jauh yang cukup membosankan. Pasalnya, pembelajaran jarak jauh hanyalah seputar penugasan yang hanya bisa memberatkan peserta didik itu sendiri. Oleh karena itu, membangun semangat belajar di masa pandemi telah pergi, menjadi kunci untuk mengembalikan semangat peserta didik dalam menempuh pendidikannya, terutama dalam situasi kemunduran kualitas pendidikan saat ini.
Kurikulum pasca pandemi, harus âsolutifâ, untuk memilah maupun memilih peserta didik yang mengalami ketertinggalan dalam proses pembelajaran jarak jauh berlangsung, baik itu tertinggal dalam perihal materi maupun perihal kemampuan intelektualnya seperti baca tulis. Agar peserta didik yang semacam ini dapat diberikan pelatihan, pembelajaran maupun bimbingang khusus untuk meningkatkan kualitas skill-nya dan daya pengetahuannya yang tertinggal dengan kawan-kawan lainnya.
Kurikulum pasca pandemi, harus ârealistisâ, untuk menciptakan pola pikir peserta didik yang lebih kontekstual di masa akhir gemburan pandemi, sehingga menumpuhkan kesadaran pada peserta didik mengenai apa yang harus dilakukannya di masa pandemi pergi. Bagaimana menciptakan pendidikan yang lebih melihat kejadian yang ada di masyarakat. Sehingga tidak terpaku pada materi-materi dalam tembok ruang kelas.
Melalui berbagai langkah tersebut dapat menjadi gebrakan untuk memperbaiki pendidikan di Indonesia pasca gempuran pandemi yang berlangsung bertahun-tahun ini. Pendidikan adalah kunci dari keberlangsungan suatu peradaban bangsa. Jika hari ini pendidikan memburuk dan tidak ada perbaikan setelahnya, maka jangan harap bangsa ini akan maju di masa depan.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.