Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Maria Ulfa

Pengajar Sejati, Belajar Tanpa Henti, Mendidik Sepenuh Hati

Guru Menulis | Thursday, 23 Sep 2021, 22:59 WIB
Sumber gambar: PxHere.com.

Pandemi Covid-19 laksana drama percintaan yang memiliki episode demi episode bahkan hingga kini belum berakhir. Mobilitas masyarakat yang masih dibatasi, beragam kegiatan juga beralih bentuk dan fungsi. Berbagai lini kehidupan mengalami dampak yang sangat signifikan, salah satunya adalah pendidikan. Sebetulnya jika kita berbicara pendidikan, bukan hanya di Indonesia, di dunia pun memiliki kekhawatiran yang sama, yakni adanya lost learning dan lost generation.

Kurang lebih dua tahun sudah sekolah-sekolah dirumahkan. Belajar yang semula offline, berada di ruang kelas, di laboratorium, di perpustakaan ataupun di lingkungan sekolah lainnya, kini harus di rumah saja dan memanfaatkan kecanggihan teknologi yang sangat menolong dunia pendidikan saat ini. Walaupun penolong hebat bernama teknologi tersebut tidak dapat dirasakan oleh seluruh penduduk negeri tercinta Indonesia.

Banyak hal terjadi dalam pembelajaran daring atau lebih sering dikenal dengan sebutan Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ). Mulai dari kegiatan pembelajaran yang kurang maksimal, suasana pembelajaran yang monoton bahkan terkesan membosankan, hingga kesulitan sarana dan prasarana yang dimiliki oleh masing-masing peserta didik yang berada di rumah. Belum lagi anak-anak yang tinggal di pelosok negeri, meskipun mereka tinggal di alam yang penuh dengan sejuta pesona, namun justru segala bentuk kemajuan dan teknologi justru belum menyentuh wilayah mereka. Oleh karena itu, jangankan belajar secara daring atau online, untuk masih bisa melaksanakan pembelajaran yang baik saja dengan cara mereka itu merupakan sebuah pencapaian baik di tengah kondisi pandemi yang penuh dengan hal yang tak pasti.

Tapi segala hal yang tampak seperti benang kusut tersebut justru memantik api semangat para pendidik di negeri tercinta Indonesia. Jangan sepelekan para pendidik atau pengajar di negeri ini. Tidak sedikit dari mereka laksana lilin yang rela membakar dirinya demi menjadi sebuah pelita. Itu pula yang banyak dilakukan oleh para pendidik semasa pandemi. Jika di perkotaan problematika terbesar yang dihadapi para pendidik ialah bagaimana cara menghadirkan suasana belajar yang menyenangkan, bermakna, dan tidak membebani psikologis peserta didik. Lain halnya dengan problematika yang dihadapi di beberapa daerah yang termasuk ke dalam kategori 3T (Terdepan, Terluar dan Terisolir) maka yang dihadapi ialah dengan minimnya sarana-prasarana untuk melakukan pembelajaran daring yang sulit untuk dilakukan. Faktor utama daerah pelosok ialah belum adanya jaringan internet yang memasuki daerah tempat tinggal mereka. Jangankan internet, aliran listrik pun bahkan belum masuk.

Akan tetapi berbagai hal pelik tersebut justru tidak menghambat para pengajar sejati, para pendidik yang mengutamakan hati nurani ketika menjalankan profesi. Jika pendidik di perkotaan terus menggali berbagai hal terkait pembelajaran daring atau pembelajaran jarak jauh yang ideal. Berbondong-bondong para pendidik di perkotaan mengikuti berbagai pelatihan dan workshop yang diadakan juga secara virtual di tengah kesibukan dan tuntutan masing-masing instansi tempat mereka mengabdi. Sedangkan para pendidik di daerah pelosok juga tak kalah semangat dalaam menggali kreativitas untuk mencari alternatif pembelajaran yang maksimal meski tidak memanfaatkan teknologi mutakhir yang sepertinya sulit untuk dapat dinikmati di daerah mereka. Bahkan tidak sedikit juga di antara para pendidik daerah pelosok mengikuti pelatihan secara virtual demi memperkaya strategi dan kompetensi pendidikan yang dimiliki.

Berbagai daya, cara, upaya dan gaya dilakukan oleh para pendidik baik di perkotaan maupun di daerah demi menghadirkan pendidikan yang berkualitas. Demi melahirkan generasi cerdas, tangkas dan tangguh untuk menghadapi berbagai kondisi di masa depan. Meski tak jarang banyak stigma negatif yang justru diterima oleh para pengajar sejati, pendidik yang pantang menyerah mendidik dengan sepenuh hati tanpa berharap pamrih sekecil apapun. Kesejahteraan dan apresiasi yang jauh panggang dari api juga tak pernah memadamkan semangat juang para pengajar sejati. Bagi mereka belajar adalah suatu hal yang penuh arti. Kesuksesan peserta didik menjadi hal yang tak ternilai harganya di dunia ini juga kebahagiaan yang tak dapat dibeli. Oleh karenanya perjuangan menghadirkan pembelajaran yang terbaik menjadi harga mati bagi para pendidik yang berjuang sepenuh hati.

Jika pun ada segelintir pendidik yang memiliki orientasi lain, mungkin saja mereka sejatinya masih belum menemukan kebahagiaan yang hadir secara hakiki dari hati nurani sendiri. Belum menemukan nikmatnya ketulusan mendidik dengan hati dan kasih. Oleh karenanya, tak layak mengeneralisasikan pendidik hanya mementingkan diri sendiri. Lebih dari pada itu, ribuan pendidik di Indonesia ini siap berdiri di garis terdepan demi memperbaiki keaadaan bangsa melalui generasi yang terus dibimbing menjadi pribadi-pribadi terbaik yang kelak berkontribusi di negeri ini.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image