Habis Pandemi Terbitlah Inovasi
Lomba | 2021-09-22 16:01:24Pandemi COVID-19 bak banjir besar dalam riwayat Nabi Nuh. Berbagai sendi kehidupan di muka bumi luluh-lantak. Bangsa kita juga mengalami situasi yang sama akibat keganasan virus SARS CoV-2 tersebut. Bahkan perekonomian negara kita telah merugi Rp 1.356 triliun akibat pandemi (www.republika.co.id, 21/5/2021). Meskipun demikian, di akhir riwayat Nabi Nuh muncullah kehidupan baru yang lebih baik. Kehidupan baru pasca pandemi juga akan segera hadir.
Secara geografis, kita berada di kawasan Cincin Api Pasifik. Sebuah sabuk berbentuk tapal kuda sepanjang 40 ribu kilometer di cekungan Samudera Pasifik. Sebanyak 90% gempa dari 80% gempa terbesar di planet bumi terjadi di kawasan ini. Menurut Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), tercatat 19.779 kali gempa di Indonesia dalam kurun waktu tahun 2019-2020. Kita juga memiliki predikat pemilik gunung berapi terbesar di dunia. Ada 127 gunung berapi dari sekitar 450 gunung berapi di sepanjang sabuk sirkum Pasifik.
Dengan kondisi geografis tersebut, bangsa kita masih kokoh berdiri mewarnai peradaban dunia. Kita terbukti dan teruji sebagai bangsa yang tumbuh dengan tangguh. Bangsa Indonesia berisi manusia-manusia pembelajar. Pandemi akan mengajari cara hidup yang semakin adaptif, gesit, dan resilien karena di sana ditemukan blessing in disguise yang dinamakan inovasi.
Inovasi Ekonomi
Tutik tinggal di sebuah kelurahan di Yogyakarta yang mayoritas warganya berprofesi sebagai petani. Suaminya membuka bengkel sepeda onthel di pinggir jalan raya. Di saat pandemi, ia melihat ada berkah di baliknya. Berbekal gawai sederhana dengan aplikasi WhatsApp (WA), ia mulai mengunggah hasil produk dapurnya. Mulai dari cendol, ongol-ongol, ayam goreng, dan berbagai variasi makanan rumahan. Lambat laun ia akhirnya bergabung dengan berbagai grup WA pasar online. Barang dagangannya pun tidak hanya urusan dapur tapi juga merambah ke berbagai jenis tanaman dan perabot rumah tangga.
Pengalaman Tutik hanyalah sekelumit kisah dari menggeliatnya ekonomi kreatif di tengah pandemi. Terpaan pandemi menjadi pemantik inovasi ekonomi. Kebijakan pembatasan mobilitas memaksa terjadinya adaptasi baru. Konsumen tradisional menjelma menjadi konsumen digital. United Nations Conference on Trade and Development (UNCTAD) melaporkan bahwa terjadi peningkatan e-commerce. Transaksi barang dan jasa secara online meningkatkan pangsa pasar e-commerce dari perdagangan ritel global dari 14% pada tahun 2019 menjadi sekitar 17% pada tahun 2020.
Riset Kredivo dan Katadata Insight Center yang dirilis republika.co.id (10/6/2021) menyimpulkan bahwa e-commerce di Indonesia juga mengalami peningkatan selama pandemi. Terjadi peningkatan rata-rata nilai transaksi secara konsisten di hampir semua kategori produk yang disebabkan oleh konsumen yang bergeser ke pembelanjaan online. Konsumen yang berusia lebih tua semakin nyaman berbelanja online yang ditunjukkan dengan adanya peningkatan jumlah transaksi berbelanja online dari 13% pada 2019 menjadi 19% pada 2020.
Inovasi Edukasi
Pandemi juga memaksa terjadinya revolusi pendidikan. Meski awalnya para aktor pendidikan tergagap dengan wajah baru pembelajaran daring, tapi akhirnya banyak inovasi edukasi bermunculan. Mereka mampu membuat terobosan baru dalam mengajar dengan menggunakan Google Classroom, Zoom Meeting, Virtual Labs, Geogebra, Cloud Computing, dan berbagai aplikasi lain yang selama ini tidak dikenal sama sekali. Pembiasaan digitalisasi edukasi yang diprediksi akan memakan waktu puluhan tahun, disulap menjadi beberapa bulan saja.
Ibarat peribahasa Jawa âtumbu nemu tutupâ (wadah yang menemukan tutupnya), inovasi edukasi akibat pandemi sangat pas bagi Generasi Z dan Alfa saat ini. Sudah menjadi rahasia umum bahwa masih banyak pendidik yang terlahir dari generasi X, bahkan Baby Boomer, mengajar Generasi Z atau Alfa dengan metode pembelajaran tradisional nan usang. Para guru baru mengetahui perangkat digital di saat dewasa. Sedangkan Gen Z memulai teknologi saat duduk di bangku SD dan Gen Alfa sudah dininabobokan oleh teknologi digital sedari balita. Semenjak pandemi, internalisasi teknologi digital menjadikan para guru semakin memahami karakter belajar i-Generation tersebut.
Inovasi Manusiawi
Zefa seorang murid kelas X SMA swasta di Yogyakarta di tengah kesibukannya menjalani pembelajaran daring ternyata memiliki waktu lebih untuk menjelajah media instagram. Ia dan beberapa teman warganet mampu menggalang dana lebih dari 600 juta rupiah melalui akun instagram @zefanyainp #ayojadiyangbermanfaat. Dana tersebut digunakan untuk membeli sepasang tangan robot bagi seorang pelajar SMK di Klaten yang mengalami kecelakaan saat menjalani praktik industri.
Pandemi semakin menguatkan rasa kemanusiaan melalui media-media digital yang mudah dijangkau seperti yang dilakukan Zefa. Tidak seperti era sebelum pandemi yang harus mengedarkan proposal dari rumah ke rumah. Saat ini tinggal klik dan dana kemanusiaan mengalir. Ada sedekah jelantah sebagai perwujudan Jogo Tonggo melalui @wadaskelir05, gerakan penyediaan tabung oksigen lewat @oxygenforindonesia, @sudahdong untuk membantu mengatasi kecemasan terlebih di saat pandemi, dan berbagai akun media sosial humanis lainnya.
Pandemi ini memang menyesakkan dada. Tapi seperti pidato Steve Jobs di Stanford University (12/6/2005), bahwa tahap kehidupannya tersusun dari connecting dots. Dalam dunia digital, dots atau piksel adalah elemen terkecil penyusun citra digital. Ilustrasi dalam tampilan layar digital tersusun dari jutaan dots yang akhirnya memunculkan citra halus dan menarik. Ia meyakini bahwa apa pun yang dialami di masa lalu ada kaitan dan manfaat untuk masa-masa berikutnya. Pandemi adalah dots itu. Agar tidak terjadi silang sengkarut dan bisa membangun connecting dots, kebiasaan baru tidak mungkin difasilitasi dengan cara pikir lama. Praktik baik dengan berbagai inovasi di masa pandemi selayaknya tetap dihidupi dan dipertajam; tidak justru kembali pada kebiasaan lama.
#lombamenulisopini
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.