Apa Itu Separation Anxiety Disorder
Info Terkini | 2022-05-16 14:40:51Separation anxiety disorder atau gangguan kecemasan berpisah biasanya dialami bayi sampai umur tiga tahun. Tahapan itu wajar ketika masa pertumbuhan. Gangguan kecemasan berpisah pun dapat dialami orang dewasa. Apa itu sebenarnya Separation Anxiety? Simak penjelasannya berikut ini.
Baca juga
Berapa Lama Gangguan Kecemasan Bisa Sembuh
12 Risiko Fatal Mengonsumsi Obat Terlarang
Jenis Zat Adiktif yang Bisa Menimbulkan Ketergantungan
6 Alasan Mengapa Narkotika dan Psikotropika Dilarang Peredarannya
Penyebab Gangguan Kecemasan Berpisah
Separation anxiety adalah perasaan takut atau rasa cemas yang timbul ketika seseorang jauh secara fisik dengan orang yang punya hubungan emosional. Umumnya dialami mulai umur 6 bulan sampai tiga tahun. Muncul perasaan cemas saat berpisah dengan orang yang disayangi. Itu adalah tahapan yang normal. Namun memang usia anak ini cukup rentan dengan rasa cemas karena berpisah dari orang dekat dalam masa stres.
Ketahui juga narkoba jenis putaw bisa menyebabkan gangguan kecemasan lho!
Gangguan kecemasan berpisah berbeda dengan keadaan tak mau dipisahkan yang normal. Anak-anak yang mengalami gangguan itu tak bisa berpikir mengenai apa saja selain rasa cemas karena perpisahan. Anak-anak itu boleh jadi bermimpi buruk atau gejala fisik yang dialami secara teratur. Mereka boleh jadi tak mau berangkat ke sekolah ataupun tempat lain. Berikut beberapa hal yang menyebabkan gangguan kecemasan berpisah pada anak-anak :
· Perubahan Lingkungan Sekitar : ketika anak mengalami pindah rumah atau berpindah ke sekolah baru, boleh jadi mereka menjadi tak akrab dengan lingkungan yang baru itu. Faktor tersebut dapat merangsang munculnya gangguan kecemasan berpisah.
· Stres Karena Situasi Tertentu : di situasi tertentu, anak pun dapat menjadi stres kemudian tertekan. Misalnya, ketika anak mesti ikut-serta orangtua pindah rumah keluar kota yang membuatnya harus pindah di sekolah baru. Di samping itu, orangtua yang cerai atau kerabat terdekat meninggal pun dapat memicu anak stres yang menyebabkan munculnya gangguan kecemasan berpisah.
· Orangtua Kelewat Protektif : para orangtua pastinya berkeinginan melindungi anak mereka setiap saat. Hanya saja, langkah over protektif semacam itu malah dapat mengakibatkan perasaan cemas dan takut berlebihan. Ketika kelewat khawatir berlebihan pada anak maka anak pun dapat mengalami situasi yang sama ketika mesti berpisah dengan orang tua.
Menangani Gangguan Kecemasan Berpisah
Para orang tua sebenarnya tidak perlu khawatir, sebab kondisi tersebut masih dapat disembuhkan. Menggunakan dukungan dokter atau ahli terapi, atau orangtua sendiri. Ada berbagai cara yang dapat dijalankan dalam menangani gangguan kecemasan berpisah pada anak yaitu :
· Mendiskusikan rasa takut yang diderita anak : para orangtua harus menjadi pendengar yang baik bagi anak-anak mereka. Ada baiknya orang tua tak menganggap remeh rasa takut yang dialami anak, namun hargai kondisi itu. Sehingga, anak akan merasa dihargai dan bukan disepelekan. Langkah itu dapat ikut memberikan dukungan emosional yang penting. Di samping itu, coba berdiskusi dengan anak menyangkut rasa takut yang dialaminya itu. Orangtua harus memiliki empati ke anak, dengan begitu anak tak merasa sendiri menghadapi situasi tak menyenangkan itu.
· Antisipasi masalah yang mungkin terjadi ketika berpisah dengan anak : sesudah berulang kali menangani anak ketika terkena gangguan kecemasan berpisah, maka orangtua harus memiliki langkah antisipasi dari masalah yang mungkin terjadi. Misalnya, ketika akan mengantar anak ke sekolah baru maka pilih dulu siapa yang akan mendampingi. Bila anak lebih sulit berpisah dengan ayahnya maka ibu yang harus mengantarkan ke sekolah baru itu.
Yang terpenting dari situasi gangguan kecemasan berpisah itu adalah peran orangtua yang harus lebih banyak dalam mendukung anak melewati masa kecemasannya itu.
Kunjungi juga https://www.smarteknologi.com/
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.