Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Gita Nur Fajriani

Guru: Tangguh Sebelum, Selama, dan Setelah Pandemi

Guru Menulis | 2021-09-21 19:41:13

Jika kita mampu membaca tulisan ini, berarti kita sadari bahwa ada peran guru mengakar dalam diri kita. Selama menempuh pendidikan formal dari jenjang dasar sampai menengah, guru sangat familiar di kepala kita. Betapa besar jasa guru-guru sehingga kita sekarang telah mampu bekerja dan memiliki penghasilan untuk hidup. Dahulu kita sangat mengidolakan dan memimpikan menjadi seperti guru-guru kita. Sekarang setelah dewasa dan sedikit banyak memahami ritme negeri ini, berapa banyak dari kita yang masih ingin menjadi guru?

Sumber: www.republika.co.id/berita/qj42q5428/sebelum-bicara-kompetensi-pastikan-dulu-status-guru

Profesi guru, sangat disayangkan, masih dipandang sebelah mata bahkan oleh guru sendiri. Banyak orang merasa bahwa guru adalah pekerjaan dengan gaji kecil, tak sampai sepertiga upah minimum regional, bahkan terkadang ada guru yang bayarannya ditunggak berbulan-bulan. Kenyataan yang pahit tapi memang benar adanya. Selain itu sebenarnya sebagian saja guru yang menjalani profesinya karena passion dan cita-cita. Sebagian lagi hanya 'tercemplung', terlanjur kuliah di jurusan pendidikan, atau asal memiliki pekerjaan saja. Jika tidak mengingat tabungan akhirat, maka berat sekali menjalani profesi guru.

Akibat gaji kecil, guru jarang sekali yang memiliki rumah besar atau hidup bermewah-mewah. Asal saja dapat makan dan hidup sehari-hari. Bahkan penghasilan pengemudi online lebih besar dibanding gaji profesi guru. Melihat hal ini sepertinya pemerintah pun tak tinggal diam. Pemerintah berbenah sistem kesejahteraan guru yaitu dengan tunjangan sertifikasi guru. Maka ada harapan yang dikejar bagi guru disela kesempitan sehari-hari.

Sambil menanti keberuntungan tunjangan sertifikasi, beberapa guru bertahan dengan gaji seadanya sambil beberapa berbisnis sampingan dengan berjualan. Bayangkan Bapak Guru yang sudah usia 50-an membawa wadah baki besar berisi roti untuk dijual di sekolah. Ibu Guru sambil berjualan baju online. Semuanya dilakukan bukan karena hobi belaka melainkan kebutuhan. Gaji kecil memaksa guru untuk cerdik menyiasati hidup agar mampu bertahan.

Agar guru dapat menikmati tunjangan sertifikasi, banyak sekali tahap dan syarat yang harus dipenuhi. Sudah harus terdaftar di Data Pokok Pendidikan (Dapodik) Kemendikbud, sudah memiliki Nomor Unik Pendidik dan Tenaga Kependidikan (NUPTK), mendaftar di Sistem Informasi Manajemen Pengembangan Profesional Berkelanjutan (SIMPKB), lolos Ujian Kompetensi Guru (UKG) dan mengikuti Pendidikan dan Pelatihan Guru (PPG). Semua tahap tersebut tidak instan, perlu ketekunan menyiapkan dokumen, dan tahap yang paling melelahkan adalah menunggu. Secara sistemik, guru pun dipaksa untuk giat dan ulet dalam karir profesionalnya.

Saat Maret 2020 dimana sektor pendidikan terpengaruh oleh pandemi covid-19, banyak sekali tangan yang menunjuk dan mulut yang berbusa-busa membahas tanggung jawab guru. Banyak tajuk-tajuk menggelitik di media yang meragukan kualitas dan kesiapan guru mengajar daring. Hal itu merupakan ketakutan belaka dari orang-orang yang tidak benar-benar melihat bahwa sebelum pandemi pun guru telah berjuang dengan gigih untuk hidup. Belajar daring memang merupakan hal baru dan perlu penyesuaian hanya saja tidak menampar guru sekeras itu. Buktinya guru bertahan, siswa bertahan, sekolah tetap berjalan, dan pendidikan Indonesia tetap bergeliat bahkan sepanjang pembelajaran daring diberlakukan.

Guru bahkan mencari cara kreatif untuk tetap mengajar di tengah keterbatasan daring. Ada yang yang menggunakan kemampuannya membuat video pembelajaran, menggunakan Learning Management System (LMS), membuat simulasi praktikum daring, serta mengikuti banyak pelatihan untuk menyelenggarakan pembelajaran daring. Malah dapat dikatakan pandemi ini merupakan kesempatan bagi guru-guru untuk menjadi dan berkarya lebih dibanding sebelumnya.

Ketika bulan Oktober 2021 pemerintah mulai mengijinkan kembali sekolah tatap muka, kegiatan guru di sekolah kembali ke awal seperti sebelum pandemi. Hanya saja guru telah upgrade kemampuan melebihi sebelumnya. Maka terdapat optimisme bahwa guru Indonesia akan mampu menghadapi tantangan dunia pendidikan apapun di depan setelah pandemi. Kiranya wajar jika ketangguhan dan kegigihan guru diapresiasi oleh pemerintah dan masyarakat dengan sebaik-baiknya. Pemerintah mengapresiasi melalui program-program kesejahteraan, sementara masyarakat mengapresiasi dengan stigma positif mengenai profesi guru. Profesi ini tangguh, profesi ini membanggakan.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image