Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Achmad Zunaidi

ANDAI PANDEMI PERGI, PRODUK DALAM NEGERI BISA MENJADI RAJA DI NEGERI SENDIRI

Eduaksi | Sunday, 19 Sep 2021, 16:45 WIB

Selama Juni-Juli 2021, masyarakat yang terpapar Covid-19 mengalami lonjakan. RSUD Kota Bekasi dipenuhi pasien yang terpapar Covid-19, bahkan luber sampai di halamannya (Republika 27/06/2021). Entah karena tidak tertampung atau sebab lain, sebagian tetangga saya yang terpapar menjalani Isoman.

Bulan Juli 2021, harga kelapa ijo di Bekasi melonjak drastis sampai 100 persen dari harga normal. Semula, harga kelapa ijo Rp15 ribu menjadi Rp30 ribu per butirnya.

Dua fenomena tersebut terhubung sebagai berikut. Beragam tindakan diambil masyarakat dalam menghadapi pandemi Covid-19. Namun tujuannya sama, yaitu: mencoba mendapatkan komoditas yang menambah imun tubuh. Bagi si kaya, membeli vitamin ber-merk dari perusahaan farmasi yang harganya mahal tidak masalah. Namun tidak bagi si miskin dan yang pendapatannya turun di masa Pandemi Covid-19. Yang dilakukan adalah mencari komoditas pengganti yang lebih murah.

Dalam kasus ini, Ketua RT saya mencoba membantu warga yang Isoman dengan biaya murah, yaitu membelikannya kelapa ijo selama tiga hari. Anggaran kelapa ijo sebesar Rp90 ribu (setelah ada kenaikan harga). Masih lebih murah dibanding harga satu paket vitamin per orang, sekitar Rp300 ribu.

Pembenaran tindakan tersebut didasarkan alasan logis sebagai berikut:

1. Harga vitamin dari perusahaan farmasi yang mahal;

2. Bantuan kepada warga bukan semata masalah uang tetapi ‘kehadiran pengurus RT’ lebih penting dalam upaya menenangkan warga;

3. Kelapa ijo diketahui dan diyakini oleh masyarakat mempunyai khasiat sebagai penyembuh penyakit karena keracunan atau masalah perut, serta menambah imun tubuh (Republika 01/09/2021).

Upaya tersebut dapat dikatakan berhasil karena tidak ada warga yang meninggal dunia karena Covid-19. Kalau ditanya, apakah ini karena kelapa ijo? Ketua RT saya menjawab seperti para peneliti,” Perlu ada penelitian lanjutan.”

Berikut ini adalah analisis saya. Semua harga komoditas kesehatan yang dikaitkan peningkatan imunitas tubuh menjadi lebih mahal. Kalaupun ada, barangnya belum tentu tersedia atau langka. Masyarakat tentu mencari komoditas substitusi dengan harga lebih murah.

Hubungan harga dan kuantitas yang diperjualbelikan bertolak belakang. Saat harga lebih rendah, lebih banyak unit komoditas dibeli orang karena efek substitusi dan efek pendapatan. Efek substitusi bermakna bahwa orang normal akan membeli unit barang (komoditas) lebih banyak untuk mengganti barang lain yang harganya tetap atau lebih mahal. Sementara efek pendapatan berarti daya beli orang meningkat dan mampu membeli barang yang harganya turun dengan unit lebih banyak (Salvatore, Diulio. 2019. Schaum’s Easy Outline: Prinsip-Pronsip Ekonomi).

Dari fenomena tersebut di atas, saya menyimpulkan dan sekaligus sebagai dasar berpikir bagaimana mewujudkan produk dalam negeri menjadi raja di negeri sendiri. Jelas ada peluang memanfaatkan produk dalam negeri meskipun saat ini masih potensial. Produk tersebut mempunyai manfaat nyata untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Daya beli masyarakat menjadikannya mampu bersaing dengan produk lain yang sejenis.

Oleh karena itu, saya mengusulkan beberapa hal agar produk dalam negeri menjadi raja di negeri sendiri. Pertama, pemerintah perlu mengambil kebijakan unutk memaksimalkan potensi komoditas dalam negeri dalam penanganan Covid-19. Apabila tidak terkait langsung, minimal salah satu aspek yang membantu penanganan Covid-19, yaitu meningkatkan imunitas tubuh.

Dua, pemerintah membuat daftar komoditas yang dapat dikaitkan dalam penanganan pandemi Covid-19. Tentunya, upaya ini perlu didukung dengan riset sebagai dasar keyakinan medis dan klinis soal khasiatnya. Syaratnya adalah komoditas tersebut telah digunakan masyarakat sebelumnya karena dipercaya khasiatnya.

Tiga, pemerintah mendata dan melakukan penelitian yang serius atas beragam komoditi tersebut. Kalau perlu, pemerintah membuat kebijakan: dana hanya diberikan pada penelitian yang dikaitkan dengan Covid-19, utamanya atas penggunaan bahan produksi dalam negeri. Hal ini dilakukan untuk meyakinkan masyarakat soal kesehatan yang mendapat perhatian di masa Pandemi Covid-19.

Empat, pemerintah secara masif menyebarkan manfaat dari komoditas hasil penelitian tersebut. Di sini, pemerintah juga meng-edukasi mengenai bagaimana cara menggunakan, berapa takarannya, dan hal-hal teknis lainnya.

Merujuk kasus kelapa ijo di Bekasi, gambaran berjalannya program atau kebijakan tersebut.

Masyarakat akan memilih komoditas yang menguntungkan, baik dari sisi manfaat dan harganya. Dalam kasus kelapa ijo, industri akan tumbuh dan berkembang. Karena, alasan orang membeli kelapa ijo adalah karena kepuasan (utilitas) yang diterima saat mengonsumsinya. Semakin banyak komoditas dikonsumsi pada suatu waktu, banyak juga kepuasan total yang diterimanya. Tugas pemerintah dalam kondisi tersebut hanyalah mendukung dan memastikan lingkungan industri komoditas kelapa ijo berjalan dengan baik.

Dalam kaitannya dengan teori ekonomi, hal ini juga sejalan. Transaksi kelapa ijo yang tinggi dapat menggerakkan mesin ekonomi di masyarakat. Pergerakan ekonomi tersebut didukung oleh daya beli masyarakat melalui upaya mencari komoditas substitusi. Di samping itu, manfaat komoditas telah diyakini masyarakat sebagai hasil edukasi pemerintah.

Di sisi yang lain, pergerakan ekonomi akan menurunkan tingkat pengangguran. Alasannya, permintaan terhadap sumber daya (termasuk tenaga kerja) memang dibutuhkan dalam menghasilkan kelapa ijo yang menjadi primadona. Kalau permintaan komoditas tersebut semakin besar dan sumber dayanya semakin produktif, harga yang akan dibayar perusahaan/bisnis atas sumber daya tersebut akan semakin tinggi pula. Artinya, tenaga kerja mendapat penghasilan yang layak. Dan pemerintah akan mendapat pemasukan dari sektor pajak. Logis kan!

#LombaMenulisOpini

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image