Pandemi Pergi; Shaf Rapat Lagi
Lomba | Monday, 13 Sep 2021, 14:31 WIBâMasjid nya terasa aneh. Shaf nya berjarak bahkan ada yang jauh-jauhan. Rindu shaf rapat apalagi saat shalat subuh yang dinginâ, ujar seorang jamaah sepuh sebuah masjid di Kota Bandung.
Sejak pandemi melanda dunia, banyak aktifitas yang berubah. Bukan hanya aktifitas ekonomi masyarakat, tapi juga aktifitas ritual ibadah. Kegiatan shalat berjamaah yang paling mengalami perubahan selama pandemi. Sebagaimana kita ketahui dalam melakukan ibadah setiap muslim patut berpedoman kepada Quran dan sunnah-sunnah Rasulullah ï·º. Dalam menjalankan sebuah ibadah ada yang namanya ilmu fiqh sebagai pedoman. Kaidah ilmu fiqh dengan berbagai macam penafsiran tentu menjadi rujukan umat Islam. Dalam ilmu fiqh ada banyak rukshah atau pengecualian berupa keringanan dalam beribadah. Shalat berjamaah di masjid hukumnya wajib bagi muslim laki-laki. Dari Abdullah bin Abbas radhiallahuâanhu, Rasulullah ï·º bersabda, âBarangsiapa yang mendengar adzan, namun tidak mendatanginya maka tidak ada shalat baginya, kecuali ada udzurâ (HR. Abu Daud no.551, Ibnu Majah no.793, dishahihkan oleh Ibnu Hajar dalam Bulughul Maram [114]).
Tapi dalam kondisi tertentu muslim bisa saja justru dianjurkan shalat di rumah. Pernah dikisahkan ketika Ibnu Umar beradzan ketika shalat di waktu malam yang dingin dan berangin. Kemudian Rasulullah ï·º mengatakan âAlaa shollu fir rihaalâ (shalatlah di rumah kalian). Hal ini terdapat dalam sebuah hadits, âDulu Rasulullah shallallahu âalaihi wa sallam memerintahkan muâadzin ketika keadaan malam itu dingin dan berhujan, untuk mengucapkan âAlaa shollu fir rihaalâ (hendaklah kalian shalat di rumah kalia).â(HR. Muslim no. 1632 dan Abu Daud no. 1063).
Kondisi pandemi membuat masjid terkena dampak secara luas. Aktifitas shalat berjamaah sempat dihentikan karena masjid ditutup. Walau akhirnya masjid dibuka tapi dengan segala aturan pembatasan terkait protokol kesehatan. Memakai masker dan menjaga jarak menjadi syarat utana masuk kedalam masjid. Bahkan ada masjid yang melakukan cek suhu tubuh bagi jamaah nya sebelum masuk masjid, dan menyediakan handsanitizer atau cuci tangan. Yang paling kentara adalah shaf atau barisan yang diberi jarak. Setiap masjid punya persepsi masing-masing terkait jarak shaf antar jamaah. Dari yang paling ketat dengan jarak antar jamaah 2 meter dan jarak antar barisan shaf diberi jeda satu baris. Atau ada yang formalitas memberi jarak hanya sekedar tidak menempel kaki dan kaki. Bukan hanya shalat fadhu berjamaah tapi shalat jumat juga ditiadakan dan diganti dengan shalat dzuhr di rumah. Hal ini difatwakan oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) dalam fatwa 14/2020 membolehkan Muslim yang sehat untuk mengganti shalat Jumat dengan shalat Zhuhur di rumah dan meninggalkan shalat lima waktu, shalat Tarawih, dan shalat Id di masjid atau tempat umum jika penyebaran wabah corona atau Covid-19 di daerahnya tidak terkendali. Fatwa ini kemudian diikuti berbagai kalangan di daerah dengan memperhatikan keadaan wabah setempat. Banyak masyarakat Muslim yang memutuskan shalat lima waktu di rumah, termasuk shalat Zhuhur sebagai pengganti shalat Jumat, agar penyebaran wabah corona di daerah mereka tidak meluas.
Seiring dengan membaiknya kondisi pandemi saat ini, tentu jamaah masjid berharap ada pengkondisian kembali terhadap aktifitas di masjid. Kita berhasil melalui periode kritis pandemi selama Juni-Agustus 2021 di Indonesia dimana ribuan nyawa melayang. Saat ini kondisi sudah membaik dengan berkurang signifikan kasus positif Covid-19 di berbagai daerah. Tingkat hunian kamar atau Bed Occupancy Rate (BOR) juga sudah semakin menurun. Seiring dengan masif nya gerakan vaksinasi yang dilakukan oleh pemerintah, yang bekerja sama dengan berbagai kalangan. Vaksinasi ini bertujuan untuk membentuk âherd immunityâ atau kekebalan komunitas. Jika terbentuk kekebalan komunitas maka penyebaran virus akan terkendali. Vaksinasi walau dengan berbagai keterbatasan ataupun segala macam kontroversi di dalamnya, sudah menjadi salah satu ikhtiar dari pemerintah untuk keluar dari pandemi.
Saat ini banyak negara seperti di Eropa sudah berhasil mencapai âherd immunityâ. Sehingga sudah kembali melakukan aktifitas yang bersifat masal atau kerumunan. Sebut saja sepakbola sudah bisa dilakukan dengan penonton di dalam stadion, bahkan tanpa menggunakan masker. Bagi umat muslim ini menjadi sebuah penyemangat bahwa pandemi ini dengan ijin Allah Azza Wa Jalla akan segera berakhir. Tentu harapannya bukan ingin menonton sepakbola di stadion tapi ingin kembali menikmati ibadah di masjid seperti sediakala. Jika pandemi ini berakhir maka hal yang ingin dilakukan adalah merubah kembali shaf masjid rapat seperti sediakala sesuai sunnah dari Rasulullah ï·º sebagaimana diriwayatkan dalam sebuah hadits, âLuruskanlah shaf kalian. Sejajarkanlah pundak-pundak kalian. Tutuplah celah. Janganlah kalian membiarkan ada celah untuk syaitan. Barangsiapa yang menyambung shaf, maka Allâh akan menyambung hubungan dengannya dan barangsiapa memutus shaf maka Allâh akan memutuskan hubungan dengannya.â(HR. Abu Dawud no. 666).
Bukan tanpa alasan untuk kembali merapatkan shaf. Ada alasan logis yaitu, setiap jamaah masuk masjid biasanya sudah dalam keadaan bersuci/berwudhu. Artinya mereka sudah mencuci bagian-bagian tubuhnya sehingga relatif bersih. Selain itu saat shalat berjamaah juga hanya imam yang mengeluarkan suara. Jamaah hanya mendengarkan, dan kalaupun membaca hanya di beberapa rukun dengan suara pelan. Sehingga relatif aman dari percikan cairan dari mulut. Saat shalat berjamaah juga posisi jamaah bersebelahan bukan hadap-hadapan, dan tidak ada interaksi antar jamaah. Tidak seperti makan bersama yang saat makan ada interaksi seperti ngobrol. Semoga ini menjadi perhatian pemerintah dan bisa tertuang dalam fatwa MUI. Rapatkan kembali barisan shaf agar kita bisa mendapat pahala sunnah merapatkat shaf. Dan merasakan kembali erat nya ukhuwah saat shalat berjamaah dimana kaki dengan kaki dan bahu dengan bahu rapat sesama jamaah. Semoga ini juga berimplikasi kepada erat nya persatuan antar umat Islam bahkan eratnya persatuan Indonesia.
#lombamenulisopini
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.