Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Muhamad Syaiful Rifki

Profesi Penyuluh Pertanian, Apakah Akan Tetap Bertahan di Masa Depan?

Eduaksi | Sunday, 12 Sep 2021, 17:29 WIB

Di telinga sebagian orang, profesi penyuluh khususnya penyuluh pertanian mungkin terdengar asing. Keterasingan tersebut disebabkan oleh kurang terdengar dan terpublikasinya peran penyuluh pertanian di masyarakat. Padahal, peran penyuluh pertanian dalam kehidupan masyarakat terutama dalam aspek pembangunan ekonomi dan ketahanan pangan sangat krusial. Penyuluh pertanian menjadi ujung tombak dan garda terdepan di dalam kesuksesan pelaksanaan program strategis nasional di bidang pertanian yang dicanangkan oleh pemerintah. Oleh karena itu, dalam artikel ini penulis akan mencoba membedah mengenai seluk beluk tugas penyuluh pertanian serta prediksi mengenai ketahanan profesi tersebut di masa mendatang.

Penyuluh pertanian sedang memberikan penyuluhan kepada petani. Sumber : https://lintasgayo.co/2017/09/11/perlukah-penyuluh-pertanian-menulis/

Di era disrupsi teknologi dan informasi yang serba cepat seperti sekarang, informasi apapun bisa didapatkan dalam hitungan detik lewat internet. Kita dapat mencari berbagai hal hanya dengan duduk di kursi ruang tamu. Berbagai hal dapat kita ketahui mulai dari informasi politik, sosial, hukum bahkan humor-humor singkat dapat kita dapatkan lewat internet. Berbeda dengan zaman dahulu, di mana orang harus membaca ensiklopedia yang tebalnya sampai ribuan halaman hanya untuk satu informasi. Internet merupakan salah satu teknologi yang telah terbukti membantu manusia dalam berbagai hal, terutama di masa pandemi seperti sekarang di mana orang-orang dibatasi untuk melakukan mobilitas.

Namun, perlu diingat juga bahwa hadirnya internet juga membuat sebagian orang terancam kehilangan pekerjaan. Misalnya saja teller bank. Teller bank diperkirakan menjadi salah satu profesi yang akan hilang di masa depan karena digantikan oleh teknologi kecerdasan buatan. Lalu bagaimana dengan penyuluh pertanian?. Berdasarkan penjelasan sebelumnya, secara logika profesi penyuluh pertanian sangat mungkin untuk digantikan perannya oleh teknologi di masa depan. Masyarakat dapat mencari informasi cuaca, awal musim tanam, rekomendasi pupuk, serta informasi pertanian lain yang terkait secara mudah lewat internet tanpa perlu bantuan penyuluh pertanian.

Di era disrupsi teknologi yang terjadi secara massal dari tahun ke tahun, peran penyuluh pertanian semakin terpinggirkan dan tidak terdengar lagi. Berbeda halnya di era sebelum disrupsi teknologi. Kita ambil contoh pada zaman orde baru. Melalui sistem LAKU (Latihan dan Kunjungan) yang dilakukan secara teratur setiap minggu, penyuluh pertanian berperan penting dalam keberhasilan pemerintahan orde baru mencapai swasembada beras terutama dalam pelaksanaan PELITA (Pembangunan Lima Tahun) tahun 1986 hingga 1987. Namun, ketika memasuki era reformasi, di mana masyarakat menuntut agar pemerintah memberlakukan otonomi daerah seluas-luasnya di seluruh wilayah Indonesia, membuat sistem penyuluhan menjadi mati suri sehingga berakibat pada menurunnya peran penyuluh pertanian di masyarakat. Seringkali daerah otonomi mengesampingkan pertanian dan penyuluhan dalam program pembangunan wilayahnya. Hal tersebut sangat berimbas kepada pelaksanaan tugas dan wewenang penyuluh pertanian yang menjadi amburadul dan acak-acakan bahkan hilang secara perlahan.

Angin segar hadir pada tahun 2006 dengan disahkannya Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2006 Tentang Sistem Penyuluhan Pertanian, Perikanan, dan Kehutanan atau sering dikenal dengan UU SP3K. Dunia penyuluhan di Indonesia seakan menemukan kembali gairahnya untuk memberikan penyuluhan di bidang masing-masing. Namun, hadirnya undang-undang tersebut tidak memberikan efek signifikan terhadap penambahan jumlah tenaga penyuluh pertanian. Bahkan di tahun 2020, satu penyuluh pertanian mengampu dan membina wilayah kerja hingga lima desa. Padahal, idealnya satu penyuluh mengampu satu hingga dua desa. Hal tersebut tentu sangat tidak ideal, karena dari sisi waktu dan efektivitas penyuluhan menjadi terhambat. Selain itu, masih banyak penyuluh yang berasal dari disiplin ilmu non-pertanian, sehingga berimbas pada hasil capaian program pertanian yang dicapai.

Lantas, apakah penyuluh pertanian tetap diperlukan?. Menurut pendapat pribadi penulis, profesi penyuluh khususnya penyuluh pertanian tetap akan bertahan meskipun disrupsi teknologi terus terjadi secara massal. Alasan-alasan yang mendasari opini penulis yaitu :

Penyuluh Merupakan Agen yang Mengkonfirmasi Informasi

Meskipun terjadi disrupsi teknologi secara massal, klarifikasi dan konfirmasi informasi tetap diperlukan. Terlebih lagi, disrupsi teknologi juga mengaibatkan penyebaran berita hoaks semakin cepat. Seperti halnya jurnalis yang selalu mengonfirmasi dan menyelidiki informasi untuk mencari kebenaran dibalik informasi tersebut sebelum disebarkan kepada masyarakat. Penyuluh pertanian tetap diperlukan oleh masyarakat khususnya petani dan pelaku usaha pertanian untuk mengkonfirmasi informasi yang mereka dapatkan secara langsung dari penyuluh sendiri maupun melalui internet.

Literasi Masyarakat Indonesia Khususnya Masih Rendah

Alasan kedua ini berhubungan dengan alasan pertama. Literasi masyarakat khususnya petani di Indonesia masih rendah. Bahkan menurut Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi pada tahun 2020, rata-rata ndeks Aktivitas Literasi Membaca (Alibaca) berada di angka 37,32 %. Angka tersebut masih rendah karena 24 provinsi masuk dalam kategori rendah, dan satu provinsi masuk dalam kategori sangat rendah. Penyuluh pertanian masih diperlukan untuk memberikan materi kepada petani. Hal ini didukung oleh teori pendidikan orang dewasa di mana manusia dewasa lebih suka mendengar daripada membaca.

Penyuluh Pertanian Merupakan Konsultan Gratis

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2006 Tentang Sistem Penyuluhan Pertanian, Perikanan, dan Kehutanan, peran penyuluh pertanian di antaranya adalah meningkatkan kemampuan kepemimpinan, manajerial, dan kewirausahaan pelaku utama dan pelaku usaha, membantu pelaku utama dan pelaku usaha dalam menumbuh-kembangkan organisasinya menjadi organisasi ekonomi yang berdaya saing tinggi, produktif, menerapkan tata kelola berusaha yang baik dan berkelanjutan, membantu menganalisis dan memecahkan masalah serta merespon peluang dan tantangan yang dihadapi pelaku utama dan pelaku usaha dalam mengelola usaha. Peran tersebut memberi keuntungan bagi petani untuk mendapatkan konsultasi secara gratis melalui penyuluh pertanian. Alih-alih pergi ke konsultan pertanian ahli swasta yang secara umum dapat dikatakan memberikan konsultasi secara rinci, para petani lebih memilih datang ke BPP (Balai Penyuluhan Pertanian) untuk mendapatkan konsultasi secara gratis untuk meningkatkan usahanya dengan harapan agar konsultasi tersebut dapat meningkatkan pendapatannya.

Perlu diingat bahwa alasan-alasan di atas tidak serta merta dapat dijadikan sebagai acuan utama terhadap ketahanan profesi penyuluh pertanian di masa depan. Peningkatan profesionalisme penyuluh pertanian harus selalu dilakukan oleh berbagai pihak, utamanya oleh Kementerian Pertanian dan pemerintah daerah. Profesionalisme dapat dicapai melalui beberaapa hal, diantaranya peningkatan kompetensi, modernisasi kelembagaan, penambahan anggaran dan fasilitas penyuluhan, serta pembinaan yang harus dilaksanakan secara berkesinambungan. Oleh karena itu, peran penyuluh pertanian harus selalui dipublikasi di masyarakat mengingat sektor pertanian merupakan salah satu soko guru perekonomian nasional. Jika ketahanan pangan tidak tercapai maka ketahanan nasional suatu negara akan terancam. Ketahanan pangan dapat tercapai salah satunya melalui peningkatan kapasitas dan peran penyuluh pertanian karena penyuluh pertanian merupakan ujung tombak dan garda terdepan dalam pelaksanaan program pertanian.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image