Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Sigid PN

Memaknai Kata Asah, Asih dan Asuh Dengan Tepat

Guru Menulis | Tuesday, 10 May 2022, 17:35 WIB

Pastilah setiap orang menginginkan terjalinnya harmonisasi dan sinergitas dalam keluarga, kelompok ataupun komunitasnya kecuali bagi orang-orang tertentu yang menginginkan terjadinya kekisruhan lalu dapat mengambil keuntungan dari kejadian tersebut.

Sangat lucu apabila pihak-pihak yang bekerjasama dalam kekisruhan tersebut lantas berharap terjadinya saling asah, asih dan asuh karena ketiganya hanya bisa diperoleh dengan komunikasi, hubungan yang baik serta tidak saling menjatuhkan.

Saling asah (belajar) dimaksudkan dengan saling memberikan pembelajaran, saling memberi koreksi, saran, dan masukan.

Saling asih (menyayangi) dimaksudkan dengan saling menyayangi, mengasihi, mencintai, menghargai, dan menghormati. Oleh sebab itu dikarenakan setiap karakteristik manusia berbeda, maka dibutuhkan keahlian melakukan pendekatan secara emosional.

Sedangkan asuh (perduli) dimaksudkan dengan saling membina, memelihara, memperhatikan, saling menjaga, dan saling bantu.

Asah, asih dan asuh merupakan satu kesatuan yang tak dapat dipisahkan. Agar tercipta harmonisasi, maka tiga hal tersebut harus ada, jadi tidak perlu mengedepankan arogansi apalagi hingga menjatuhkan orang lain. Sebelum dapat mencapai sistem yang memiliki sifat asah, asih, asuh ada baiknya setiap anggota keluarga, kelompok maupun komunitas mampu untuk mengasah, mengasih, dan mengasuh dirinya sendiri terlebih dahulu.

Kekeluargaan dalam asah, asih, asuh dan keberagaman perbedaan tidak harus berarti kebencian. Apakah anda akan membenci semua orang atas dasar perbedaan-perbedaan yang terjadi? Apabila benar demikian, maka anda akan membenci semua orang di muka bumi ini.

Keberagaman perbedaan dapat menciptakan anggapan bahwa ‘saya’ adalah yang lebih baik, lebih benar dan sebagainya dari pada orang lain. Hal ini dapat mendorong terjadinya ‘eksklusivisme’, yaitu memisahkan diri dari orang atau kelompok lain. Jika ekskluvisme sudah terbentuk, maka tinggal tunggu waktu untuk terjadi konflik karena eksklusivisme menciptakan kesenjangan, prasangka, kecemburuan dan kebencian.

Sebenarnya justru dengan adanya perbedaan maka kita dapat mempunyai peluang untuk saling belajar satu dengan yang lain, saling perduli dan saling menyayangi.

Apakah hanya seorang pemimpin/tetua saja yang dituntut untuk dapat saling asah, asih dan asuh? Jawabnya tentu tidak. Setiap anggota keluarga, kelompok maupun komunitas juga sangat penting untuk mengimplementasikan tiga hal tersebut agar dapat terbina keharmonisan dan mempermudah meraih tujuan dengan hasil yang optimal.

Dampak dari asah, asih dan asuh dapat menghindarkan saling membenci, bermusuhan dan saling menyakiti karena perbedaan. Mari kita belajar untuk saling menghargai, mengisi dan bukan saling memanfaatkan perbedaan. Kita belajar menciptakan sinergi dari perbedaan dan bukan saling meniadakan atau menjatuhkan.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image