Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Sutanto

Novel Era 80an Karya Sumartono, Akan Segera Terbit

Sastra | Wednesday, 25 Aug 2021, 22:28 WIB
Cover Buku yang akan segera terbit

Burung-burung itu kini mulai dapat berkicau riang, semenjak dia dapat terbang kesana-kemari, semenjak bulu sayapnya tumbuh menjadi halus dan dapat mengepak-epak.

Kini dari atas pohon yang tinggi itu, dia dapat menyaksikan sawah-sawah hijau membentang, sungai yang berliku, ah senang (bingung)

Aku menarik nafas perlahan, yang sungguh sangat mengejutkanku, burung itu kini sering berdua hinggap di atas atap gereja, berkasih-kasihan, bercumbu, berkicau bersama. Ah, mesraaaa!

Aku tertegun, kupikir kejadian alam adalah kehendak Tuhan untuk menyindir umatnya yang mau berpikir. Ternyata kini aku menyadari, seberapa kerasnya karang di laut akan terkikis juga perlahan-lahan oleh riak pantai, memang masuk akal.

Siang itu aku sempat bersenandung sambil berjalan menyusuri lorong-lorong kecil yang sering digunakan cowok-cowok untuk bergerombol, sehingga membuat perempuan-perempuan yang mau lewat menjadi ketakutan. Tapi juga masih ada beberapa perempuan bawel yang justru...(bingung), sambil cerewet, ah lagaknya saja bawa buku, tak tahunya sampai di kantin buku itu telah menjadi satu dengan tahu susur, ah kejadian tragis! Namun tak banyak orang yang sempat memperhatikan “sumber ilmu” yang tak dirawat pemiliknya. Mereka lebih asyik mengunyah emping sambil (bingung) membicarakan ulangan matematikanya Pak Yatno tadi.

Almarhum Sumartono

Penggalan cerita di atas merupakan bagian dari buku berjudul Burung-Burung yang Hidup di Pohon Kamboja dengan nomor ISBN 978-623-367-097-5 karya almarhum Sumartono yang ditulis ulang pihak keluarga dan diterbitkan melalui Komunitas Yuk Menulis (KYM) pimpinan Vitriya Mardiyati.

Buku tersebut merupakan kisah nyata dari penulis, saat dia menempuh Pendidikan di Sekolah Pendidikan Guru Bantul (SPGN Bantul) kisaran tahun 1979 sampai dua bulan sebelum menghadap Sang Khalik.

Dengan gaya tutur yang lugas dan diselipi beberapa bahasa jawa, penulis berupaya mengajak pembaca akrab masuk dalam ceritanya. Keceriaan anak sekolah yang penuh dinamika digambarkan secara gamblang, membuat pembaca seakan ikut terlibat dalam kisah ini.

Keisengan seorang remaja belasan tahun kepada teman, bahkan kepada gurunya saat pembelajaran maupun mengikuti kegiatan ekstra, menjadi bumbu yang menarik.

DR. Suhandano,M.A

Menurut Dosen Ilmu Bahasa dan Budaya UGM, Dr. Suhandano, MA , Novel tersebut mengingatkan novel-novel remaja di Indonesia yang ditulis pada akhir tahun tujuh puluhan dan awal tahun delapan puluhan yang saat itu sangat digemari dan bahkan sebagian di antaranya diangkat ke dalam film. Tema ceritanya soal percintaan remaja dengan seting sekolah atau kampus. Alur cerita terbangun melalui konflik-konflik percintaan antartokoh seperti rasa cemburu dan gengsi, liku-liku pelajaran, kegiatan ekstra kurikuler, dan naik turunnya prestasi belajar. Bagi pembaca yang saat ini berusia sekitar lima puluh tahunan membaca novel ini seperti kembali ke masa lalu, mengenang kembali peristiwa-peristiwa lucu pada saat itu.

Handano menambahkan, yang istimewa dalam novel tersbut adalah pengarangnya. Jika novel-novel remaja pada saat itu banyak ditulis oleh orang dewasa, novel ini ditulis oleh seorang remaja. Dengan menggunakan sudut penceritaan orang pertama atau penulis sebagai pelaku utama, cerita dalam novel ini terasa alami. Mungkin, sebagian peristiwa yang diceritakan merupakan pengalaman nyata penulisnya. Pengalaman nyata dan fiksi diramu sedemikian rupa sehingga menyatu, membangun alur cerita yang runtut dan mudah dipahami. Cerita disajikan dalam bahasa Indonesia dengan kosa kata yang pas dan struktur kalimat yang tidak berbelit sehingga mudah dicerna. Penyisipan ungkapan dalam bahasa Jawa pada beberapa bagian tidak mengganggu pemahaman dan malah dapat membuat cerita lebih hidup.

Sri Mulyani (adik ipar almarhum)

Sebagai adik ipar, Sri Mulyani mengakui bahwa almarhum adalah sosok insipiratif. Beliau adalah Pembina Pramukanya sejak kelas 6 SD hingga kelas 3 SMP (1980 s.d 1983).

Bersamanya kepramukaan menjadi kegiatan yang menarik dan menyenangkan, karena kepandaiannya mengelola kegiatan. Pribadinya ramah namun tegas, ada wibawa yang terpancar di wajahnya. Beliau tidak hanya membina di satu sekolah, namun di beberapa SD dan SMP. Di masa itu kegiatan kepramukaan tumbuh subur di sekolah-sekolah dan menjadi kegiatan ekstra kurikuler yang wajib diikuti.

Jiwanya benar-benar seorang Pandu Sejati. Hal ini telah terbukti. Selesai mendampingi kemah sekolah saya (21 s.d 23 Desember 1983), beliau mengawal perkemahan di Sembungan (26 s.d 28 Desember 1983). Saat itulah dia pertaruhkan jiwa raga untuk menolong adik binaannya yang jatuh ke sungai, padahal tidak bisa berenang. Ternyata peristiwa itu menjadi akhir kehidupannya. Dia dekapi Tri Satya dan Dasa Dharma Pramuka, menolong sesama, bertanggungjawab dan rela berkorban meski jiwa sebagai taruhan.

Hidupnya memang tak lama, namun begitu banyak kebaikan dan kenangan yang ditorehkan. Kepergiannya membuat saya sadar, bahwa hidup tak boleh disia-siakan. Harus selalu diisi kebaikan karena umur kita belum tentu panjang, agar tak ada penyesalan saat ajal menjelang.

Dia berharap buku yang berisi kisah hidupnya bisa menjadi penawar kerinduan keluarga dan orang-orang yang mengenalnya. Menggali kenangan indah saat masih bersamanya.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image