Bagaimana Mengajar Project-Based Learning dengan Keluaran Call to Action (CTA)
Eduaksi | 2022-05-09 15:04:36Oleh: Iswahyudhi Rahman, S.Pd.,Cert.ELS.,Cert.TM.,C.MIET
Dalam pendekatan project-based learning (PBL), puncak dari hasil belajar berbasis proyek ini seharusnya adalah “produk publik” yang berfungsi sebagai bentuk kesempatan siswa untuk memamerkan pembelajaran mereka. Dalam produk publik, karya yang dihasilkan oleh siswa disajikan di luar kelas bahkan di luar sekolah termasuk anggota masyarakat, pakar industri, politisi lokal, dan dinas pendidikan kota setempat.
Bentuk keluaran ini, adalah kulminasi yang kuat untuk unti pembelajaran berbasis proyek karena siswa menjadi termotivasi untuk menempatkan polesan terbaik mereka padakerya yang mereka ketahui akan dilihat oleh orang lain. Menambahkan CTA, atau Call to Action adalah bentuk tindakan yang mengintegrasikan teknologi ke dalam presentasi mereka sehingga dapat mendorong dan meyakinkan orang-orang untuk hadir, melihat langsung apa yang telah dikerjakan oleh siswa tersebut untuk menyelesaikan suatu masalah dari sebab yang mereka kaji. Sebagai contoh, siswa dapat mendorong bentuk partisipasi dalam acara lingkungan seperti membersihkan pantai dengan memasukan gambar-gambar terkait sampah plastik dalam bentuk infografis yang mampu menarik perhatian orang lain. Mereka, yakni siswa juga dapat membentuk komunitas mereka dengan sadar tentang bagaimana bertindak untuk menyelesaikan masalah sosial yang kritis dengan menggunakan media sosial.
Kadang-kadang bentuk dari CTA itu sangat sederhana seperti menyediakan dua kata yang memiliki tautan, contohnya “Recycle Now” atau yang lebih panjang dalam bentuk kalimat seperti “Jika ingin mendukung kami terhadap masalah kekerasan seksual, silakan subscribe blog kelas kami dan YouTube channel kami!” dengan ini siswa sebenarnya sedang belajar bagaimana membangun produk publik dengan CTA yang mudah diingat dan bisa dilakukan. Maka, kendaraaan apa yang tepat untuk CTA siswa seperti yang telah dilakukan oleh sekolah kami, Sekolah Harapan Bangsa yang telah memberikan ruang kepada seluruh siswa dalam bentuk kegiatan proyek berbasis CTA pada program TLC dan Warrior Camp, dimana seluruh tim melakukan Call to Action dengan menggunakan sosial media, yakni Instagram. Ada banyak kendaraan untuk CTA yang bisa digunakan oleh siswa, yaitu sosial media, artikel, blog, vlog, website, dan podcasts.
Selain itu, mengingat topik yang dipelajari oleh siswa, menyusun CTA yang dapat ditindaklanjuti sama pentingnya untuk memenuhi tujuan proyek yang dikerjakan oleh siswa. Pekerjaan siswa tidak selesai apabila segala tahapan proyek berakhir – harus ada tindaklanjut. Untuk itu bahwa siswa perlu memahami bahwa mereka sedang berlatih advokasi yang tak hanya menyatakan pengetahuan tentang proyek yang dikerjakan, namun memberikan langkah-langkah terukur untuk menuju hasil yang diinginkan oleh siswa tersebut. Oleh sebab itu, seorang guru harus memiliki pengetahuan dan pemahaman bagaimana memfasilitasi CTA kepada siswanya.
MEMBIMBING SISWA UNTUK MEMBUAT CTA YANG BAIK
PBL yang efektif mengharuskan siswa untuk terlibat dalam penelitian, pengamatan, dan membangun ruang kerja untuk melatih kemampuan advokasi melalui eksplorasi proyek yang dikerjakan. Investigasi dan pengembangan solusi yang dberikan harus didorong dan selaras dengan CTA yang akan dilakukan.
Maka guru harus memulai mengajarkan siswa untuk memahami apa itu CTA dan bagaimana mereka menggunakannya untuk mengajak orang lain terhadap sesuatu yang bisa dikerjakan. Sebagai contoh guru bisa mengenalkan beberapa proyek dengan bertemakan isu sosial seperti berikut:
Menghentikan perundungan Gerakan menghemat air Ajakan menggunakan sabuk pengaman Menjadi teman untuk pengungsi remaja Daur ulang
Di sini, siswa diajarkan bagaimana membuat atau membangun kata-kata yang mengajak atau dikenal dengan Call to Action. Ada pun ketentuan yang digunakan untuk membuat CTA adalah menggunakan kata kerja tindakan yang berfuks pada manfaat untuk orang lain, dan bahkan mampu memancing rasa ingin tahu. Agar CTA efektif maka perlu dilengkapi dengan presentasi yang menampilkan data, kesimpulan, urgensi, dan keterbatasan solusi yang diusulkan sebagai contoh berikut:
“Subscribe buletin parenting kami tentang bagaimana menjadi partner bagi anak anda dalam belajar” “Dengarkan podcast kami untuk mendapatkan informasi-informasi penting tentang penyalahgunaan narkoba pada remaja” “Bergabung dengan kami untuk melindung lingkungan kita”
Untuk mengartikulasikan CTA mereka secara efektif kepada orang lain, siswa juga harus menyajikan fakta, motivasi, dan langkah-langkah yang sesuai. Ini akan mengharuskan mereka untuk mengetahui isu-isu yang mereka advokasi baik di dalam maupun di luar, untuk mempersiapkan audien, menjadikannya intensional, dan tentu juga dibantu oleh guru.
MENGGUNAKAN TEKNOLOGI UNTUK MENINGKATKAN CTA
Seorang guru harus tahu betul basis pelaksanaan pembelajaran berbasis proyek dengan Call to Action memerlukan dukungan penggunaan teknologi. Untuk itu saya merekomendasikan untuk guru menggunakan keenam standar indikator yang tercantum dalam International Society for Technology in Education Standards for Students, yang mana ini akan sangat membantu siswa melakukan komunikasi serta meningkatkan keterampilan verbal mereka pada CTA, dan teknologi yang digunakan akan meningkatkan kreativitas siswa dan berdampak dengan baik.
Sebagai contoh, di Harapan Bangsa, untuk menjadi salah satu sekolah unggulan yang terbaik dalam layanan, apabila guru menggunakan pendekatan pembelajaran berbasis proyek, maka guru diberikan penguatan literasi teknologi terkait teknologi atau aplikasi apa yang bisa digunakan untuk mengajar dengan Project-based Learning dengan CTA, sebagai contoh:
MenggunakanAdobe Sparkuntuk membuat dan membagikan konten seperti grafik, cerita dalam bentuk web, dan video animasi untuk sosial media bahkan juga bisa dalam bentuk produk digital yang lain (seperti blog, artikel, digital esai). Alternatif lain selain Adobe Spark, guru dan siswa bisa menggunakan Canva. Siswa juga diajarkan untuk membuat surat advokasi yang ditujukan kepada legistlatif setempat seperti DPR tentang kenapa isu ini penting dan bagaimana hal itu bisa berpengaruh terhadap lingkungan dan masyarakat lokal. Untuk itu maka siswa perlu mengetahui dari gurunya bahwa mereka akan menjadi perwakilan untuk masyarakat lokalnya karena mereka terpelajar. Oleh sebab itu, guru mengajarkan bagaimana membuat surat advokasi tersebut dan melatih siswanya bagaimana membuatnya. Karena Harapan Bangsa, adalah sekolah yang menggunakan bahasa Inggris sebagai bahasa instruksional dalam pembelajaran, maka Harapan Bangsa, melalui guru-guru terbaiknya, merujuk pada advocacy letter templateberbahasa Inggris yang tentu saja bisa disesuaikan dengan bahasa Indonesia jika diperlukan.
Dengan demikian siswa bersama timnya membuat karya orisinil yang bisa dipertanggungjawabkan dengan pendekatan remix digital. Kunci keberhasilan PBL dengan keluaran CTA ini ada terletak pada pengetahuan isu yang dibahas, solusi yang dibangun, dan teknologi yang digunakan. Sebagai contoh:
Untuk mengidentifikasi isu, siswa bisa menggunakan Google Workspace atau Office 365 untuk menyusun presentasi, makalah, hingga rencana CTA. Untuk meyakinkan komunitas hingga masyarakat, CTA dibuat dengan melibatkan sosial media dengan menggunakan aplikasi Flipgrid dan YouTube yang merupakan platform video yang cocok untuk model pembelajaran ini.
Begitulah bagaimana seorang guru, melalui sekolahnya, memberikan metode pengajaran terbaik melalui integrasi teknologi dan keterampilan. Harapan Bangsa, melalui Quality Research and Innovation melakukan penguatan kepada guru untuk menjadikan Harapan Bangsa sebagai sekolah unggulan di Balikpapan, baik SD Favorit Terbaik Balikpapan, SMP Favorit Terbaik Balikpapan, dan SMA Favorit Terbaik Balikpapan,yang tak hanya mengetahui bagaimana pengajaran yang berdampak semestinya dilakukan, namun juga membekali bagaimana guru bisa secara optimal mengajar menggunakan metode pengajaran yang tepat, serta modifikasi untuk hasil yang maksimal seperti penggunaan Call to Action sebagai bentuk keluaran yang terukur.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.