Survei: 54 Persen Anak di Asia Pasifik Pilih Belajar Tatap Muka
Eduaksi | 2021-08-05 19:32:17Menurut survei Kaspersky baru-baru ini, lebih dari separuh anak-anak di kawasan Asia Pasifik (55%) yang beralih ke pembelajaran jarak jauh akibat pandemi lebih memilih pendidikan tatap muka.
Meskipun persentasenya tinggi, dengan hampir 1 dari 2 anak-anak Asia lebih menyukai kelas tatap muka daripada sesi pembelajaran online, nyatanya Asia Pasifik merupakan yang terendah dibandingkan dengan wilayah lain secara global.
Anak-anak di Amerika Latin memiliki preferensi paling tinggi terhadap pendidikan tradisional (75%), diikuti oleh Afrika (73%) dan Timur Tengah (58%).
Mayoritas anak-anak di Asia Pasifik tidak menyukai belajar online karena harus menghabiskan banyak waktu di depan layar (74%). Masalah teknis yang sering terjadi juga menjadi salah satu faktor kekecewaan (60%).
Sebanyak 57% siswa juga lebih sulit untuk memahami materi pendidikan pada pembelajaran jarak jauh dibandingkan dengan kelas offline.
Lebih dari setengahnya juga mengaku bahwa mereka merindukan aktivitas bermain dan mengobrol dengan teman-teman di sela-sela kelas.
Meskipun begitu, hampir setengah (45%) masih menyatakan bahwa mereka lebih menyukai pembelajaran jarak jauh.
âTransisi menuju pembelajaran jarak jauh selama pandemi telah menjadi tantangan nyata bagi anak-anak, orang tua, dan guru. Kurikulum pendidikan juga perlu segera direstrukturisasi agar tidak memengaruhi pembelajaran siswa. Namun sayangnya, karena berbagai keadaan, ini nampaknya belum memungkinkan. Berdasarkan penelitian kami, satu dari setiap lima keluarga, secara global, mengatakan bahwa kurikulum sepenuhnya disesuaikan dengan kondisi terbaru," komentar Andrey Andrey Sidenko, Head of Online Child Safety Department di Kaspersky.
"Meskipun cara offline masih merupakan bentuk pendidikan sekolah yang paling efektif, menurut kami, penting untuk memperkenalkan berbagai elemen digital dan interaktif ke dalam proses pendidikan," tambahnya.
Data kami juga menunjukkan mata pelajaran yang paling sulit dipahami oleh anak-anak di kawasan Asia Pasifik selama pembelajaran jarak jauh adalah eksakta dan ilmu alam: matematika (48%), kimia (28%), fisika (25%) dan biologi (25%). Tren ini juga hampir sama ditunjukkan pada wilayah lain secara global.
Sedangkan sebanyak 68% orang tua di kawasan Asia Pasifik menyatakan tidak ingin melanjutkan format pembelajaran ini setelah pandemi. Alasan utamanya adalah kekhawatiran tentang anak-anak yang menghabiskan terlalu banyak waktu di depan layar (68%) dan penurunan kualitas pendidikan secara umum (48%).
"Pembelajaran jarak jauh selama pandemi nyatanya telah membuat semua orang yang terlibat mengalami cukup rasa stres dan kelelahan, baik itu terhadap anak-anak, orang tua, dan guru. Namun, bahkan orang dewasa sekalipun tidak selalu membuat keputusan yang tepat untuk membantu mempermudah kehidupan anak-anak mereka karena mereka juga beradaptasi dengan format baru. Ini dapat dilihat dengan jelas di polling. Kesimpulannya sederhana: ketika dunia modern menghadapi situasi yang belum pernah dihadapi sebelumnya, para pengajar dan edukator harus menguasai keterampilan mengajar terbaru untuk pembelajaran jarak jauh menggunakan berbagai alat digital yang dikombinasikan dengan pembelajaran offline," komentar Chris Connell, Managing Director untuk Asia Pasifik di Kaspersky.
Untuk menjaga anak Anda tetap aman saat online, apa pun aktivitas yang mereka lakukan â bermain, belajar, atau mengobrol dengan teman â Kaspersky menawarkan solusi Kaspersky Safe Kids. Ini memungkinkan orang tua untuk mengetahui persis berapa lama anak mereka menghabiskan waktu online, dan juga melindungi mereka dari konten yang tidak pantas dan berbahaya. Selain itu, orang tua dapat melihat lokasi anak mereka terkini, yang sangat berguna ketika anak pulang dari sekolah sendirian, terutama saat metode pembelajaran offline kembali diterapkan.
*Catatan: Survei dilakukan oleh Toluna (Online Market Intelligence) ditunjuk oleh Kaspersky, dan dilakukan pada periode April - Mei 2021. Responden di Asia Pasifik meliputi 517 orang tua dan guru serta 64 anak yang sedang mengikuti pembelajaran online.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.