Media Sosial Dalam Pembentukan Politik
Teknologi | 2021-07-27 07:39:59Dalam arena politik Indonesia, kondisi pasca Soeharto telah membuka ruang di mana ekspresi politik rakyat dan wacana yang dibawakannya dapat mewarnai sebuah proses politik. Kita telah menyaksikan sekali lagi bagaimana appeal media sosial dalam menggencarkan opini rakyat terhadap suatu proses politik atau kasus dengan muatan politik yang tinggi.
Di Indonesia, sejak proses reformasi dimulai pada tahun 1998, bahkan sebagian rakyat kelas menengah perkotaan adalah pemeran utama/tulang punggung dari mobilisasi media sosial. Dengan adanya bekal kedekatan personal di dunia nyata, mereka pun terbagi ke dalam cluster-cluster yang menciptakan dan menerbitkan isu-isu kemanusiaan di dunia maya/media sosial.
Salah satu hal yang paling menonjol adalah isu yang mengarah pada kata âantikorupsiâ. Hal inilah yang tampak manakala kita mengamati dan mecermati pro dan kotra dalam isu KPK versus Polisi. Apa yang terlihat sebagai âperseteruanâ antar institusi milik negara, berdasarkan liputan media massa, bermula dari upaya KPK dengan bantuan para penyidik dari kepolisian membongkar kasus simulator.
Pihak dari kepolisian di saat yang sama tidak memberikan dukungan yang jelas meskipun secara kelembagan mempunyai kewajiban untuk mendukung investigasi yang dilakukan langsung oleh pihak KPK. Keduanya merupakan lembaga penegakan hukum, yang memperoleh konstitusi RI dan dalam naungan Negara Republik Indonesia.
Namun, yang berkembang kemudian, dalam hitungan hari Kepolisian menarik hampir seluruh penyidik dari kepolisian yang berada di KPK begitu juga termasuk hendak menarik salah satu anggotanya yaitu Komisaris Polisi Novel Baswedan, yang tengah menyelesaikan kasus dugaan korupsi simulator SIM.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.