Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Fadia Pramesti

Keterlibatan Kelompok Kepentingan di Tengah Pandemi Covid-19

Politik | 2021-07-21 21:02:36

Sudah satu tahun lebih pandemi Covid-19 berlangsung di Indonesia. Kebijakan dan peraturan terus dikerahkan oleh pemerintah untuk menanggulangi wabah ini. Namun sangat disayangkan, wabah ini sering kali dimanfaatkan oleh beberapa elite politik sebagai komoditas politik kekuasaan untuk kepentingan politiknya.

Hadirnya kelompok kepentingan di masa pandemi sering kali dimanfaatkan untuk mendapatkan keuntungan sebesar-besarnya. Semakin hari wabah Covid-19 juga semakin marak dipolitisasi yang mana tindakan tersebut tidak lazim dilakukan apalagi harus mengorbankan kesejahteraan ataupun keselamatan rakyat.

Dalam dunia politik, kelompok kepentingan (interest group) dimaknai sebagai sekumpulan individu yang mengadakan persekutuan dan mempunyai tujuan untuk memengaruhi serta meyakinkan keputusan politik para pejabat publik agar bertindak sesuai dengan kepentingan anggota kelompoknya. Kelompok kepentingan sering kali menjadi penggalang isu, penyebar gagasan, maupun perumus kebijakan. Umumnya kekuatan yang dimiliki kelompok kepentingan berasal dari status anggota kelompok tersebut ataupun sumber daya manusia yang dimiliki baik berupa dana maupun koneksi.

Menurut Gabriel Almond, terdapat empat tipe kelompok kepentingan yaitu:

1. Institutional interest groups, merupakan bagian dari beberapa elite politik, seperti para alim ulama, anggota parlemen, tentara, dan berbagai elite politik.

2. Associational interest groups, yaitu kelompok yang bersifat formal dan anggotanya berasal dari profesi yang sama, seperti IDI, PGRI, KDI, dan lain-lain.

3. Non-associational Interest groups, yaitu kelompok yang terorganisasi secara informal terdiri atas kelompok etnis, suku, agama, dan lain-lain.

4. Anomic Interest groups, yaitu kelompok yang bersifat spontan dalam beberapa kejadian misalnya, kelompok demonstrasi.

Dari empat tipe kelompok kepentingan di atas yang paling efektif dalam menyampaikan pendapat kepada pemerintah serta mendapatkan dukungan dari rakyat adalah kelompok institusional dan asosiasional.

Pada dasarnya kelompok kepentingan hampir sama dengan partai politik yaitu sebagai katalisator penghubung utama antara pemerintah dan yang diperintah (masyarakat). Hanya saja fungsi kelompok kepentingan terbatas pada agregasi kepentingan dan artikulasi kepentingan. Kelompok kepentingan hanya bertujuan untuk memengaruhi kebijakan pemerintah ataupun partai politik yang berwenang agar mendukung setiap kegiatan sesuai dengan keinginan kelompoknya. Sedangkan partai politik secara terang-terangan bertujuan untuk memperoleh, bahkan menguasai jabatan-jabatan politik maupun pemerintahan melalui pemilu.

Dalam mengartikulasikan kepentingannya, kelompok kepentingan memanfaatkan beragam macam cara, seperti melobi dengan para birokrat, negoisasi terhadap politisi, membuat riset dan petisi serta mengoordinasikan gerakan-gerakan hingga melakukan aksi-aksi kekerasan tertentu. Metode atau cara yang digunakan oleh kelompok kepentingan untuk memberikan pengaruh dapat dilakukan melalui: (1) Birokrasi, (2) Partai politik, (3) Media massa, dan lainnya.

Seiring perkembangan zaman, pengaruh yang dibawa oleh kelompok kepentingan menjadi semakin meningkat dan cukup luas. Seperti yang terlihat saat ini, keterlibatan kelompok kepentingan di tengah pandemi kian memanas, bahkan sampai menimbulkan isu provokasi. Terlebih saat ini masyarakat sangat sensitif terhadap pemberitaan mengenai para pejabat atau elite politik yang ingin mendapatkan perlakuan berbeda dengan rakyat lainnya terkait pelayanan kesehatan.

Contohnya, berita minggu lalu yang menjadi sorotan masyarakat mengenai pernyataan yang dilontarkan oleh Waksekjen dari salah satu partai politik – di mana dalam pernyataannya ia meminta pemerintah untuk menyediakan rumah sakit Covid-19 khusus bagi pejabat negara. Tentu saja hal ini menyulut emosi masyarakat. Tanggapan yang dikemukakan masyarakat pun cukup beragam. Mengingat bahwa kesehatan merupakan hak asasi manusia artinya semua warga negara berhak mendapatkan pelayanan yang sama tanpa harus memandang status ataupun jabatan sehingga dapat dikatakan bahwa pernyataan tersebut tidak baik dilontarkan apalagi melihat kondisi masyarakat saat ini masih susah mendapatkan pelayanan rumah sakit, bahkan sampai ada yang meninggal dunia karena terlambat ditangani.

Contoh lainnya yaitu ketika peluncuran program kartu prakerja pada awal pandemi yang kemudian dimanfaatkan oleh kelompok kepentingan dengan alasan sebagai solusi masalah publik dan belum lama ini terjadi pula korupsi dana bantuan sosial yang dilakukan oleh pihak-pihak tidak bertanggung jawab. Padahal bantuan-bantuan tersebut sangat dibutuhkan oleh masyarakat di keadaan pandemi seperti ini.

Hadirnya kelompok kepentingan yang memanfaatkan kondisi pandemi untuk kepentingan dan keuntungan pribadi merupakan bentuk pengkhianatan terhadap Undang-Undang Dasar 1945, di mana di dalamnya terdapat tujuan bangsa Indonesia, yang salah satunya adalah "memajukan kesejahteraan umum". Hal ini dikarenakan kelompok-kelompok yang terlibat saja yang semakin sejahtera, sedangkan rakyat kecil semakin sengsara.

Seharusnya di masa pandemi ini yang kita lakukan adalah saling bahu membahu dalam menekan angka kasus Covid-19. Seperti yang dikatakan oleh PP Muhammadiyah, Abdul Mu’ti, bahwa seharusnya elite partai politik maupun para pejabat tidak membuat penyataan yang dapat meresahkan rakyat.

Oleh karena itu, sebagai pengguna media sosial yang bijak tentunya kita harus pintar dalam memilah serta memilih berita yang sedang beredar dan jangan sampai kita terbawa oleh arus provokasi kelompok kepentingan yang memanfaatkan pandemi Covid-19 hanya untuk kepentingan kelompoknya. Marilah kita bersatu dan saling perduli dengan cara menanamkan jiwa solidaritas kemanusiaan demi Indonesia sehat.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Terpopuler di

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image