Kata Backpacker tentang Batavia: Jejak Jakarta Masa Lampau
Wisata | 2021-07-04 10:46:29Apa yang Anda pikirkan sebagai orang Indonesia tentang Batavia ? sepertinya akan menjawab nama Djakarta / Jakarta di masa lampau.
Batavia merupakan nama untuk Jakarta saat VOC dan kolonial penjajahan Belanda mencengkram Sunda Kelapa. Batavia dijadikan ibukota dari Hindia Belanda sebutan untuk Indonesia di masa itu.
Ini kisah ku ketika menjejak Batavia dengan langkah kaki. Saya dua kali berkeliling ke sudut-sudut Batavia yang belum banyak diketahui oleh masyarakat. Pada kedua momen itu saya menjelajah Bersama Klub Sejarah dan Museum Backpacker Jakarta (SEMU BPJ)
Saya merupakan traveler yang juga pecinta sejarah. Batavia menjadi salah-satu destinasi traveling yang ingin saya ketahui penampakan dan ceritanya.
Tentunya Batavia dimasa lalu dengan Djakarta saat ini sudah sangat berubah. Tetapi dengan peninggalan-peninggalan yang tersisa akan membuat imajinasi saya seperti dibawa kembali ke masa lampau.
Dua kali sudah saya menjelajahi sudut-sudut Batavia. Pertama pada tanggal 20 Agustus 2017 yang kedua pada tanggal 13 Juni 2021.
Weltevreden itu yang kami jelajahi di tanggal 20 Agustus 2017, sedangkan pada 13 juni 2021 menjelajahi Kota Tua Batavia.
_
1. Mengelilingi Weltevreden (20 Agustus 2017)
Bila saya menyebutkan Weltevreden kepada warga Jakarta pastinya banyak yang mengira itu nama sebuah kota atau distrik di Eropa.
Padahal Weltevreden bila kita kulik sejarah merupakan kawasan pusat kota baru pengganti Batavia di era Deandles berkuasa.
Empat tahun lalu (2017) dengan kedua langkah kaki saya bersama 10 backpacker Klub Museum dan Sejarah komunitas Backpacker Jakarta menjelajahi Kawasan ini yang ternyata berada di Kotamadya Jakarta Pusat.
Komunitas Backpacker Jakarta mengajak lulusan sejarah dari UIN Yogyakarta untuk menceritakan tentang Kawasan Weltevreden. Backpacker lulusan sejarah tersebut bernama Reyhan.
Lulusan sejarah sekaligus Backpacker ini mengajak kami mengelilingi Kawasan yang dulunya merupakan Weltevreden.
Beberapa lokasi yang kami datangi yaitu Passer Baroe, Vihara Dharma Jaya, Sekolah Santa Ursula, Museum Filatelli Jakarta, Gedung Kesenian Jakarta, Lapangan Banteng, Gedung Kementerian Keuangan (Istana Deandles), Gereja Katedral dan berakhir di Masjid Istiqlal (Benteng Frederik Hendrik).
Sambil kami melangkah mengelilingi sebagian Kawasan Weltevreden, Reyhan menceritakan sejarah terbentuknya kawasan Weltevreden dimana awalnya dirancang untuk menjadi pusat pemerintahan Batavia dengan lokasi yang baru.
Kawasan ini berdiri atas inisiasi Gubernur Jenderal Daendels dimana pusat pemerintah baru Batavia ini berada di sekitar Kawasan Lapangan Banteng. Bahkan untuk menopang sebagai berdirinya kawasan pusat pemerintahan baru ini, Deandles membuat istana yang saat ini menjadi Gedung Kementerian Keuangan RI.
Weltevreden saat itu tidak hanya dirancang sebagai pusat pemerintahan saja, juga di design sebagai tempat kediaman orang-orang Eropa. Kawasan tempat tinggal orang Eropa tersebut menjadi pemukiman elit di jamannya.
Pusat pemerintahan Hindia Belanda di Kota Tua dipindah akibat meletusnya Gunung Salak pada 1699. Bencana ini berdampak pada kota Batavia (Kota Tua Jakarta) sehingga sungai terbenam lumpur dan menjadi sarang penyakit.
Proses sedimentasi dan pendangkalan sungai membuat meluapnya kotoran di sungai-sungai yang mengalir didalam kota. Air menjadi keruh, berbau, nyamuk dan lalat berkembang biak merongrong warga kota.
Kanal-kanal yang membelah kawasan kota tua debit airnya makin menurun. Selain itu, banyaknya mayat yang ditemukan di muara kali-kali Batavia. Tidak hanya itu saja, kekurangan air bersih membuat Batavia dijangkiti wabah penyakit.
Rayhan mengungkapkan, tujuh dari sepuluh orang Eropa yang singgah ke kawasan Batavia Lama meninggal dunia, sebuah ironi
Lulusan sejarah ini menggambarkan Batavia Lama menjadi kawasan yang tidak sehat ditambah pula padatnya penduduk.
Melihat kondisi ini, Deandles pun akhirnya memutuskan membongkar tembok kota dan kastil Batavia agar lingkungan di dalam kota lebih sehat.
Batu-batu tembok kota digunakan untuk mengembangkan kawasan Weltevreden yang terdiri dari pusat pemerintahan, religi, tempat tinggal dan pergaulan masyarakat.
Lokasi Weltevreden saat ini berada dikisaran silang monas sampai dengan Rumah Sakit Gatot Subroto Jakarta Pusat.
_
2. Menjejak Kota Tua Batavia ( 13 Juni 2021)
Kota Tua Batavia akhirnya saya jelajahi. Sama dengan trip Weltevreden, saya menjejak Kota Tua Batavia bersama Klub Sejarah dan Museum BPJ.
Trip yang diselenggarakan 13 Juni 2021 disaat matahari sedang terik-teriknya ternyata bikin tambah wawasan.
Trip ini dipimpin oleh salah seorang leader BPJ sekaligur tour guide yakni Desi Safari (Leader SEMU 2017 s/d sekarang). Jumlah yang ikut serta sebanyak 15 (lima belas) backpacker, baik itu member atau pun Non Member BPJ.
Desi sebagai nara sumber meninformasikan lokasi mana saja yang akan kami kunjungi. Lokasi pertama Asemka, dilanjutkan menuju Masjid Langgar Tinggi, kemudian Museum bank Mandiri dan di akhiri mencicipi kuliner di Kedai Seni Djakarta di kawasan Kota Tua.
Sama dengan trip Weltevreden, banyak kisah yang didapat oleh para peserta trip menjejak Kota Tua Batavia.
Desi sesaat sebelum menuju pasar Asemka mengungkapkan bahwa pada abad ke 17-awal 18 M, di daerah Asemka dahulu terdapat pintu kecil untuk masuk Kota Batavia khusus bagi etnis Cina.
Pintu kecil itu diberi nama kleine port oleh pihak Kolonial Belanda. Kawasan Asemka dikenal sebagai pecinan nya Batavia Lama.
Dahulu kala kawasan Asemka menjadi tempat berkumpulnya etnis China / Tiongkok yang diperkerjakan di Kota Tua Batavia.
Desi bercerita kenapa Belanda memperkerjakan etnis Tiongkok karena mereka ulet, pekerja keras dan memiliki kemampuan yang dibutuhkan oleh VOC.
Selain Pecinanan bagi tempat domisili etnis Tiongkok, VOC dan Kolonial Hindia Belanda menempatkan keturunan Asia Tengah (Arab) di Pekojan.
Pekojan berasal dari kata âKojaâ atau Muslimin asal India, terutama orang Bangli atau Bengali. Koja lebih spesifik ke orang-orang suku Moor.
Pekojan merupakan kampung Arab pertama di Kota Tua Batavia. Di kampong Arab ini terdapat Masjid Langgar Tinggi.
Langgar merupakan masjid yang berukuran kecil ya bisa dibilang Mushola. Masjid Langgar Tinggi merupakan salah satu bangunan ibadah yang usianya tua di wilayah Jakarta dan dijadikan cagar budaya., Sampai saat ini Masjid langgar Tinggi masih difungsikan sebagai rumah ibadah
Bangunan Masjid ini masih terjaga bentuknya dan memiliki ciri khas bangunan era Batavia. Saat kami berada di dalam Masjid Langgar Tinggi terlihat jendela-jendela yang besar dan alas terbuat dari papan-papan kayu.
Lokasi selanjutnya ialah Museum Bank Mandiri yang berlokasi di samping Museum Bank Indonesia dan disebrang Halte Busway Kota Tua.
Museum Bank Mandiri awalnya adalah Gedung Nederlandsche Handel-Maatschappij (NHM) atau Factorji Batavia.
Gedung ini dahulu di era kolonial merupakan perusahaan dagang milik Belanda yang kemudian berkembang menjadi perusahaan di bidang perbankan. Gedung inilah yang saat ini menjadi Museum Bank Mandiri.
_
Kedua trip bersama klub SEMU BPJ memberi banyak pengetahuan bagaikan dua kisah tapi seribu cerita. Bisa dibilang trip yang ketjeh, karena trip yang mencari keindahan alam itu sudah biasa.
Salam hangat Blogger Udik
Andri Mastiyanto
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.