Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Syahruddin E

Begini Kode Etik Seni yang Dibolehkan dalam Islam

Agama | 2021-06-29 11:59:24

BEGINI KODE ETIK SENI YANG DIBOLEHKAN DALAM ISLAM

Oleh Syahruddin El-Fikri

//Sedikitnya ada sembilan syarat mutlak yang harus dipenuhi.//

JAKARTA—Karya seni yang sesuai dalam Islam menjadi perdebatan yang seolah tak pernah selesai. Selalu saja menjadi pro dan kontra, antara kelompok yang melarang dan yang membolehkan. Bagi yang kontra (tidak setuju), mereka beralasan bahwa seni tak pernah dicontohkan oleh Rasulullah SAW, sehingga tak layak dikembangkan. Bahkan, bagi kelompok ini, mereka mengajukan dalil-dalil hukum untuk membenarkan alasan mereka.

Di antaranya tentang larangan menggambar //(tashwir)// sesuatu. //“Sesungguhnya orang yang paling pedih siksanya pada Hari Kiamat kelak adalah orang yang suka menggambar.”// (HR. Bukhari-Muslim).

Kemudian hadis tentang mendendangkan lagu. Abu Bakar Ra pernah marah besar karena ada seseorang yang mendendangkan lagu. Kala itu, Abu Bakar menyebutnya dengan senandung setan. “Suatu ketika, Abu Bakar As-Shiddiq Ra masuk ke rumah putrinya, Aisyah Ra. Ia menjumpai dua budak orang Anshar sedang mendendangkan nyanyian di Hari Ba’ats. Aisyah mengatakan bahwa keduanya tidaklah terlalu pandai dalam bernyanyi. Lalu Abu Bakar marah dan berkata: “Seruling-seruling setan (kalian perdengarkan) di kediaman Rasulullah Saw.” Peristiwa ini terjadi pada Hari Raya ‘Id. Maka bersabda Rasul Saw, “Wahai Abu Bakar, sesungguhnya setiap kaum memiliki hari raya, dan sekarang ini adalah hari raya kita.” (HR. Bukhari, Muslim, Ibnu Majah, dan Ahmad).

Kemudian dalil lainnya yang dijadikan argumentasi adalah hadis yang diriwayatkan dari Abu Hurairah Ra. “Rasul Saw bersabda, “Para Malaikat tidak akan masuk ke dalam rumah yang di dalamnya terdapat patung-patung atau gambar-gambar.” (HR. Muslim, No. 5545).

Berangkat dari sejumlah dalil di atas, maka sejumlah ulama mengharamkan ‘berkesenian’ seperti melukis, menggambar, memahat, dan mendendangkan lagu. Namun demikian, ada pula sejumlah ulama yang membolehkan. Alasannya juga berangkat dari sejumlah dalil Al-Quran dan hadis Nabi Muhammad Saw. Di antaranya, //“Innallaha Jamiil, Yuhibbul Jamaal,”// (Sesungguhnya Allah itu Maha Indah, dan menyukai yang keindahan). (HR. Muslim, Ahmad, Tirmidzi).

Dalam banyak riwayat, Rasul Saw. mengapresiasi ekspresi seni. Rasul Saw. adalah orang yang paling fasih dan paling indah dalam mebaca Al-Quran. Meski demikian, beliau sering meminta sahabatnya membacakan Al-Quran untuknya. Beberapa sahabat yang diminta untuk membacakan Al-Quran adalah Abu Musa Al-Asy’ari, dan Abdullah bin Mas’ud. Tak jarang, beliau meneteskan air mata saat mendegarkan kalam Allah tersebut dibacakan, dan beliau memuji keindahan suara yang didendangkan. Beliau bersabda; //“Tidak termasuk golongan kami orang-orang yang tidak memperindah suaranya ketika membaca Al-Quran.” (HR. Bukhari).

Dalam riwayat lain Rasul Saw. mengapresiasi syair yang dibacakan oleh Kaab bin Zuhair, bahkan beliau memberikan hadiah ‘burdah’ (selendang) untuknya. Di lain kesempatan, beliau memuji seorang penyair jahiliyah yang bernama Labid bin Rabi’ah al Amiri. “Kalimat paling benar yang diucapkan seorang penyair adalah kalimat Labid, //Ingat, segala sesuatu selain Allah adalah batil (rusak).”// (HR. Muslim). Selain itu, Rasul Saw. juga memuji Hasan bin Tsabit Ra. Beliau mengarahkan karya seni untuk berdakwah dan membela dakwah Islam. (HR. Bukhari). Juga, Beliau pernah menyarahkan Aisyah Ra. agar mengirim anak perempuan yang menabuh //duff// (kendang) kepada kerabat Aisyah yang menikah.

Merujuk pada riwayat di atas, Komisi Pembinaan Seni dan Budaya Islam Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang kini berganti nama menjadi Lembaga Pembinaan Seni, Budaya, dan Peradaban Islam MUI Pusat, bekerja sama dengan Republika Penerbit, menghadirkan sebuah buku yang berjudul //’Prinsip dan Panduan Umum Seni Islami’.//

Dalam buku setebal 144 halaman tersebut, Habiburrahman El-Shirazy (Kang Abik) dan tim penulis, menyusun kode etik tentang seni yang diperbolehkan dalam Islam. Setidaknya ada sembilan prinsip dan karakteristik yang harus dipenuhi agar kesenian itu boleh dilaksanakan sesuai kaidah Islam.

//Pertama, Tauhid (al-Adab ar-Rabbaniyah).// “Ini adalah karakteristik paling utama dan paling penting,” kata Kang Abik, dalam bedah buku “Prinsip dan Panduan Umum Seni Islami” pada Sabtu (26/6) melalui Zoom Meeting.

Kang Abik menyatakan, Islam adalah agama yang dibawa oleh seluruh nabi dan rasul. Dan inti ajaran Islam adalah tauhid, yakni meyakini bahwa tidak ada Tuhan yang wajib disembah selain Allah. //Laa ilaaha illallah.// “Seni Islami tidak mungkin mengekspresikan gambaran yang bertentangan dengan tauhid. Seniman Muslim tidak mungkin menciptakan karya seni, membuat lukisan, membuat lirik lagu, atau lainnya yang menodai atau merendahkan kesucian dan kebesaran Allah SWT,” ujarnya.

Ia menegaskan, bukanlah seni Islami segala jenis karya sastra, baik itu puisi, syair, lagu, cerpen, novel, nasah drama, dan lain sebagainya, jika bertentangan dengan ajaran tauhid atau membawa pesan kemusyrikan, atau merestui kemusyrikan.

//Kedua, karya seni berkomitmen pada Islam (Iltizam bil Islam).// Seni Islami adalah seni yang berporos pada kebenaran ajaran Islam. Seni Islam berkomitmen secara total pada aturan syariat Islam. “Bukan komitmen pura-pura apalagi keterpaksaan, dan merendahkan ajaran Islam,” tegas Novelis No. 1 di Indonesia, ini.

Kang Abik mengutip QS Al-An’am ayat 162-163. “Sesungguhnya shalatu, ibadahku, hidupku, matiku, untuk Allah, Tuhan seluruh alam, dan tidak ada sekutu bagi-Nya; dan Demikianlah yang diperintakan kepadaku dan aku adalah orang yang pertama-tama berserah diri (muslim).”

//Prinsip ketiga adalah Selaras dengan Kebenaran (Al Haq).// Kang Abik menjelaskan, dalam Al-Quran, kata //Al-Haq// disebutkan sebanyak 283 kali. Para ulama, kata dia, menjelaskan bahwa makna //Al Haq// bermacam-macam, sesuai dengan konteksnya. Di antaranya bermakna Allah, Al-Quran, Islam, keadilan, tauhid, kebenaran, kejujuran, penjelasan, dan bisa bermakna sesuatu yang melawan kebatilan.

“Kebenaran itu dari Tuhanmu, maka janganlah kamu sekali-kali termasuk orang yang ragu.” (QS Al-Baqarah; 147, 149, Ali Imran; 60, Yunus; 94, Sajdah; 3, Hud; 17, dll).

//Keempat, dalam rangka Ibadah.// Tujuan diciptakannya jin dan manusia adalah untuk beribadah kepada Allah. (QS Adz-Dzariyat; 56). Karena itu, kata Kang Abik, seorang Muslim yang membuat karya seni harus mendedikasikan karyanya sebagai bagian dari Ibadah kepada Allah SWT. Dalam bahasa seniman Sadali, ungkap Kang Abik, kesenian itu adalah //tasbih,// yakni memuji kebesaran dan keagungan Allah.

Dengan demikian, kata dia, tujuan dan fungsi seni itu bisa bermakna memberikan pendidikan, mempertajam jiwa, memberikan hiburan kepada manusia, untuk tujuan terapi, dan lainnya. “Namun dalam Seni Islami, ada tujuan yang menjadi ruhnya, yakni Ibadah kepada Allah.

//Kelima, universal (Asy-Syumul).// Sebuh karya seni, kata Penulis Novel //Ayat-ayat Cinta// ini, bersifat universal. Contohnya, ukiran kayu oleh pengrajin atau seniman dari Jepara, memiliki keindahan universal, yang apabila dinikmati orang lain, mereka merasa itu adalah bagian dari dirinya, miliknya. “Mereka tidak merasa karya itu sesuatu yang asing, sebab ruhnya sama, yakni tauhid. Namun yang membedakannya hanya sentuhannya saja,” ujarnya.

Kang Abik mencontohkan film karya Sineas Iran yang berjudul //Children of Heaven.// “Umat Islam dari negara manapun akan melihat bahwa itu adalah karya seni milik mereka, sebab ruhnya sama, yakni tauhid. Yang berbeda hanya sentuhan kekhasan Iran, bahasa, setting-nya, masalah sosial di Iran,” ungkapnya.

Adapun prinsip seni yang //keenam, adalah seimbang (tawazun).// Dalam dunia seni dikatakan, //”At Tawazun mi’yar al Jamaal,”// (keseimbangan adalah ukuran keindahan). Keseimbangan dalam bentuk presisi, ukuran, komposisi, dan lainnya. Kang Abik mencontohkan karya kaligrafi. Ukurannya seimbang, ukuran huruf tegak dan miring serta lengkungnya tegas dan jelas.

“Seimbang bermakna umum, mulai dari zahirnya maupun batinnya. Selain itu juga seimbang dalam sisi //jasmaniyah, ruhiyah, fikriyah, syakliyah (bentuk), maknawiyah, duniyawiyah dan ukhrawiyah,”// jelasnya.

//Ketujuh, berkualitas (Al-Itqon wal jaudah).// Seni Islami, kata Kang Abik, mengutamakan keindahan dan kualitas. Seorang muslim yang membuat karya seni dituntut untuk menghasilkan karya yang berkualitas dan indah. Hal ini sebagaimana ditegaskan dalam Al-Quran surat At-Taubah ayat 105. //”Dan katakanlah; Beramallah kamu, maka Allah dan Rasul-Nya serta orang-orang mukmin, akan melihat amala pekerjaanmu itu.”//

“Allah Azza wa Jalla menyukai jika salah seorang di antara kalian mengerjakan suatu perbuatan maka ia melakukannya dengan kerja terbaik (Itqon).” (HR. Muslim).

//Kedelapan, manusiawi (al-Insaniyyah).// Seni Islami, kata Kang Abik, adalah seni yang manusiawi. Ia hadir untuk menjaga kemanusiaan manusia. Ia lahir dari peradaban manusia, ditulis sepenuhnya untuk kepentingan manusia, berdialektika dengan realitas yang dihadapi manusia. “Ia bukan sastra yang datang dari alam malaikat, bukan dari dunia iblis, dan juga bukan dari alam binatang,” ungkapnya.

Dan karakateristik seni Islami yang //kesembilan adalah fleksibel (al-Murunah).// Seni Islami bukan seni yang kaku. Seni islami bersifat fleksibel dan lentur. Ia bisa hadir di mana saja dan kapan saja. Ia bisa menyatu dengan segala jenis kearifan local, selama selaras dengan //al-haq//, seiring dengan //al-khair,// dan //al-ma’ruf.//

“Seni islami itu dinamis mengikuti dinamika manusia, sesuai perkembangan zaman, mengikuti tren atau selera kekinian dan cita rasa keindahan yang bisa bergeser dari masa ke masa, dari generasi ke generasi,” ungkap Kang Abik.

Bila memiliki sembilan prinsip dan karakteristik ini, ujarnya, maka sebuah karya seni dapat digolongkan dalam seni Islami dan dibolehkan dalam Islam. Kesembilan prinsip dan karakteristik ini, kata dia, menjadi panduan dan pedoman dasar bagi setiap muslim untuk berkarya dan menghasilkan karya terbaik dan senafas dengan jiwa islami.

Dengan merujuk pada pedoman dan prinsip dasar ini, maka ini menjadi kesempatan bagi generasi muda muslim untuk terus berkarya dengan baik tanpa khawatir karya tersebut terlarang apalagi diharamkan. Yuk semangat berkarya. Mari kita melukis, menyanyi, membuat lirik, membuat syair (puisi), membuat cerpen, membuat novel, membuat lagu, yang terbaik agar karya kita bermanfaat dan menjadi amal jariyah. (*)

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Terpopuler di

 

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image