Menulis di Era Terhubung (2): Budayakan Membaca!
Eduaksi | 2021-06-16 17:52:56Menulis dan membaca adalah dua aktivitas yang tak terpisahkan. Ada orang yang sudah banyak membaca, tapi enggan atau belum punya keinginan untuk menulis. Ada juga yang malas membaca atau sudah membaca sedikit-sedikit, tapi sambil belajar menuangkannya lewat tulisan.
Rasanya mustahil memang orang yang tidak suka membaca memiliki kemampuan menulis yang baik. Begitu pun sebaliknya. Kemampuan menulis, tidak sekadar kemampuan merangkai kata-kata, tapi juga merangkai makna dan pesan-pesan dengan tujuan tertentu.
Namun, menulis dan membaca tak bisa dilakukan dalam waktu bersamaan, tetapi keduanya saling terkait dan memiliki keterhubungan. Misalnya, orang yang malas membaca bisa dipastikan tulisannya buruk. Sebab, dalam proses menulis ada aktivitas membaca. Baik itu membaca referensi saat hendak mulai menulis, membaca tiap kalimat dan paragraf saat menulis, ataupun membaca hasil tulisan kita saat melakukan review.
Dalam proses menulis kita juga memikirkan bagaimana pesan itu bisa sampai dengan kalimat yang jelas dan gaya bahasa yang enak dibaca. Mustahil bisa merangkai kalimat yang baik bila kita sendiri belum pernah melihat contoh kalimat yang baik. Sebab itu membaca jadi penting.
Kerap kali dalam pelatihan atau kelas menulis muncul pertanyaan, "Ketika menulis, kita sering mengalami mandek atau kehilangan ide di tengah jalan, bagaimana solusinya?" Kira-kira si narasumber atau mentor akan menjawab, "Perbanyak membaca, perbanyak referensi." Memang, jawaban itu betul dan tidak ada salahnya. Namun, yang jadi masalah adalah bagaimana cara kita meningkatkan kuantitas dan kualitas bacaan? Sementara tradisi membaca kita belum bagus-bagus amat. Ini yang jarang dibahas.
Kemampuan membaca seseorang bisa jadi berbeda dengan orang lainnya. Bergantung daya tangkap, kesabaran, mood, dan ketekunannya. Ada yang cepat menangkap. Ada yang perlu dibaca pelan-pelan untuk menangkap maksud tulisan. Ada yang membaca berulang-ulang baru paham maksud tulisannya. Sebab itulah, kebiasaan membaca perlu dibangun mulai dari yang ringan-ringan. Jadikan aktivitas membaca sebagai suatu kegiatan yang menyenangkan. Tentu saja, motivasi ini mesti lahir dari diri kita sendiri.
Di era terhubung ini, banyak bahan bacaan yang bisa kita akses dengan smarpthone kita. Tentu saja, referensi kita jadi tak terbatas hanya pada buku dan media cetak saja. Kita bisa mengakses jutaan bacaan, mulai dari artikel-artikel di media daring, jurnal penelitian berskala lokal hingga internasional, dan aneka informasi lain yang kita butuhkan. Kondisi inilah yang mesti kita manfaatkan untuk meningkatkan budaya membaca kita. Bukan malah sebaliknya.
Selanjutnya, bagaimana kita tentukan bacaan apa yang mau kita lahap. Sebab, terlalu banyak informasi kadang malah membuat kita jenuh dan berbalik malas membaca. Jadi, pilihlah bacaan-bacaan yang menurut kita menarik dan memang betul-betul kita butuhkan. Yang tentu saja bacaan itu menunjang mengenai apa yang mau kita tulis nantinya.
Selain itu, kita juga harus menyiapkan waktu untuk membaca setiap harinya. Baik itu sebelum tidur, pagi-pagi, ataupun di waktu istirahat. Budaya membaca yang baik dapat meningkatkan kualitas tulisan kita. Budaya membaca yang baik juga bisa memperkaya khazanah pengetahuan kita. Jadi, bila mau menulis, lebih dahulu budayakan membaca!
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.