Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Dicky Mulya Ramadhani

Potret Hiruk-pikuk Persoalan Kebangsaan

Politik | Wednesday, 09 Jun 2021, 02:04 WIB
Persoalan Kebangsaan Original Desain

Indonesia merupakan Negara kepulauan terbesar di dunia dan juga menjadi negara dengan penduduk terbesar di kawasan Asia Tenggara. Kondisi Indonesia yang seperti ini tentunya membuat banyak problem yang terjadi, masalah ini berhubungan erat dengan hubungan sosial di masyarakat.

Tujuh Puluh lima tahun sudah bangsa ini merdeka dari sebuah penjajahan, pergantian kepemimpinan pun sudah terlaksanakan dengan bermacam model gaya kepemimpinannya dalam memimpin sebuah bangsa ini, namun kendatinya problematika bangsa mewarnai dengan berbagai dinamikanya yang terus menerus menghantam tubuh pemerintahan dan masyarakat. Sehingga masih banyak hal besar yang menjadi polemik di Indonesia dari dulu hingga sekarang.

Akan tetapi, polemik atau masalah besar itu nyatanya tak kunjung menemui titik terang, justru terus dipelintir hingga membuatnya tak selesai. Berikut merupakan sebuah persoalan bangsa yang sedang hangat terjadi mewarnai tubuh dalam negeri ini.

Kasus Ras Papua dan OPM, hal itu merupakan persoalan lama dan baru, yang tidak ditanggapi dengan serius oleh pemerintah, padahal seyogianya itu bisa menjadi pemecahan suatu bangsa, dan saya beranggapan bisa jadi Papua benar-benar bisa memisahkan diri dari Indonesia, padahal sejatinya Papua merupakan provinsi yang kaya baik kekayaan alam, suku dan budayanya yang harus dijaga dan dipertahankan oleh negara.

Lalu pada selasa 17 september 2019 Revisi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (UU KPK) baru disahkan dengan skema secepat kilat oleh DPR, padahal kendatinya berbagai elemen baik masyarakat awam, akademisi, mahasiswa serta masih banyak unsur yang lainnya, dengan memberikan tuntutan dan perlawanan hingga demonstran menolak akan rencana Revisi UU KPK itu, karena disinyalir itu bukan sebuah upaya untuk menguatkan kualitas pada KPK, justru kiranya bertujuan untuk mematikan dan melemahkan KPK.

Ketidak konsistenan yang awalanya berstatement menolak kiranya itu hanya pemanis saja, malah pada akhirnya mendukung untuk segera mensahkannya. Entahlah ini bisa dikatakan politis atau tidak, karena baik Revisi UU KPK dan ketua KPK yang secara track record mempunyai rapor merah, malah memperoleh suara terbanyak.

Hingga kini pemecatan 75 orang para pegawai KPK yang berdalih tidak lulus tes TWK dan tak patuh kepada pimpinan KPK selama masa kerjanya, hal ini sangat tidak rasional yang berdampak negativ serta mengalami kekecewaan terhadap masyarakat. Dilain sisi para elit pemerintah banyak yang terseret kasus korupsi yang jumlahnya menjulang tinggi sehingga merugikan rakyat dan bangsa ini.

Lalu Menteri Sosial Juliari Peter Batubara terjerat kasus korupsi, dugaan korupsi yang melibatkan Menteri sosial Juliari Peter Batubara tersebut dilakukan dalam agenda penyaluran bantuan sosial (Bansos) pada saat pandemi Covid-19 yang notabennya merupakan dana penanggulangan bencana yang urgensinya untuk kepentingan rakyat, alhasil menteri sosial itu diseret ke penjara. Lalu Menteri kelautan dan perikanan yaitu Edhy Prabowo, yang menjadi juga tersangka dalam korupsi lantaran menerima suap izin ekspor benih lobster. Serta masih banyak lagi persoalan kebangsaan seperti kasus HAM Munir, Marsinah, Novel Baswedan, kualitas Pendidikan dimasa pandemi, Habib Rizieq, pengangguran, serta masih banyak persoalan yang lainnya.

Pandemi Covid-19 tahun kemarin sungguh sangat berat bagi umat manusia. Sejarah mencatatnya sebagai tahun yang kelam, tahun musibah dan tahun ujian. Secara global, pandemi corona yang amat ganas telah memakan korban jiwa dengan jutaan korban. Hingga kasus yang terus naik turun.

Dampaknya adalah krisis ekonomi yang memukul semua negara di dunia. Potret negeri kita, Indonesia, kurang lebih sama. Rakyat Indonesia yang terinfeksi Covid-19 dan yang meninggal dunia jumlahnya juga lumayan besar, dan tercatat sebagai yang terbesar di Asia Tenggara dan Asia Timur. Ekonomi kita juga mengalami resesi dan tekanan-tekanan lain, yang akhirnya menambah beban hidup dan penderitaan rakyat kita.

Itulah berbgai persoalan kebangsaan yang sedang terjadi dan hangat diperbincngkan, sekali lagi saya katakan, tak ada pemerintah yang beri’tikad baik mengungkap tuntas dan menyelesaikan dengan penuh keseriusan.

Menurut Socrates setiap kebijakan atau hukum yang dibuat oleh pemerintah itu harus dipila seksama oleh rakyat karena mereka merupakan wakil rakyat. Negara bukanlah suatu organisasi yang dibuat untuk manusia demi kepentingan pribadi atau golongan sekelompoknya saja, tapi harus termuat “Keadilan bagi Khalayak Umum”. Padahal sejatinya tujuan Negara Indoneia adalah melindungi seluruh bangsa dan tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut serta menjaga ketertiban negaranya sendiri dan dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial. Oleh karenanya Negara berkewajiban untuk memenuhi kebutuhan hidup warga negaranya. Sebagaimana Aristoteles mengungkapkan bahwa Negara dibentuk untuk menyelenggarakan hidup yang baik bagi sermua warganya.

Hari ini kita harus mengakui bahwa walaupun kekuasaan kembali lagi beralih, berpindah tangan, Keadilan, Kemakmuran dan Kesejahteraan masihlah milik kaum elit dan penguasa saja.

Kemerdekaan belumlah merata secara sempurna dan sepenuhnya menjadi milik rakyat jelata. Saat inilah kita dibukakan dengan banyak fakta bahwa kita harus masih berjuang terkadang hanya untuk hal-hal yang justru menjadi hak dasar kita sebagai rakyat. Kita harus masih berteriak keras berdemonstran hanya untuk mendapatkan keadilan, kemakmuran dan kesejahteraan ataupun kedaulatan yang itupun bagian dari hak warga negara.

Itu semua sulit terwujudkan ketika para elit politiknya masih juga bermesraan serta pesta dalam kalangan elit saja tanpa serius memikirkan problematika bangsa. Para pemudanya perlahan digiring untuk menjadi penjilat. Dan pada akhirnya memang rakyat tetaplah sendirian tanpa diperjuangkan ataupun diperhatikan dengan kebijaksanaan.

Padahal Ashgar Ali mengemukakan dalam bukunya Konsepsi Teologi Pembebasan Islam, rakyat tertindas perlu dikedepankan dalam proses pengimplementasian kehidupan berbangsa dan bernegara, Karena itu merupakan wujud perjuangan kemanusiaan yang paling tertinggi.

Oleh: Dicky Mulya Ramadhani

Mahasiswa Administrasi Publik FISIP UMJ

Kader IMM FISIP UMJ

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image