Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Jouron

Pulau Bali Memanggil Kita

Wisata | Wednesday, 02 Jun 2021, 08:52 WIB
Suasana di Bali

Bali sejak pandemi covid-19 berbeda jauh dari sebelumnya. Jalanan di Legian Bali yang biasa padat dan macet, sekarang sepi dan superlancar.

Bar-bar dan kafe-kafe yang biasa dipenuhi turis-turis asing kini mayoritas tutup. Jika kita jalan di sekitar Legian hanya sedikit turis asing terlihat. Tak terdengar suara keras musik dari kafe atau bar.

Kondisi di Ubud juga hampir sama. Jika biasanya kita selalu bertemu banyak turis asing berjalan atau menonton pertunjukan tari Bali, setelah pandemi pemandangan itu seperti hilang ditelan bumi.

"Saya enam bulan tidak kerja sejak pandemi meletus," kata Bli Kadek (35 tahun), rekan dan driver yang membawa saya keliling Bali. "Sekarang, sekali seminggu bisa kerja saja sudah bagus."

Bandara Ngurah Rai pun yang biasanya crowded dan sesak, sekarang terlihat sepi. Dan di kolam renang hotel tempat saya menginap --ini ketiga kalinya saya menginap di hotel ini sejak sebelum pandemi-- yang jika di pagi hari dipenuhi penghuni hotel yang berenang, saat ini sepi. Hanya satu-dua penghuni hotel yang berenang.

Lintasan lari dan jalan di belakang hotel yang menjorok ke Pantai Kuta juga tidak dipenuhi banyak orang.

Pantai Kuta Bali

Bali --sama seperti daerah-daerah wisata lainnya di Indonesia-- menghadapi masalah serius. Pandemi covid-19 telah menjungkirkan wisata dan ekonomi Bali.

"Jika ekonomi nasional mulai pulih di kuartal satu 2021, namun tidak ekonomi Bali," kata Kepala Perwakilan Bank Indonesia (BI) Provinsi Bali, Trisno Nugroho.

Pada kuartal I 2021, ekonomi Indonesia terkontraksi 0,74 persen sedangkan ekonomi Bali negatif 9,85 persen. Bali mencatat angka tertinggi kontraksi ekonomi dibandingkan semua provinsi di Indonesia.

Jika daerah-daerah lain mengalami penurunan kontraksi cukup tinggi, Bali tidak. Kontraksi ekonomi Bali sebesar 11,06% pada kuartal II 2020 dan hanya turun tipis pada kuartal I 2021.

Jika kita bandingkan dengan Kalimantan Tengah (Kalteng), sebagai provinsi dengan ekonomi paling tertekan kedua setelah Bali, selisih kontraksinya cukup jauh. Kalteng hanya mencatat kontraksi 3,12 persen.

Bahkan, Provinsi DKI Jakarta yang menjadi barometer ekonomi nasional hanya membukukan 1,65 persen kontraksi ekonomi.

Trisno Nugroho menegaskan Bali butuh pertolongan. Dari catatan BI, tekanan ekonomi di Bali ini tak lepas dari anjloknya kunjungan turis mancanegara.

Pada periode 1 Januari-30 Mei 2020, kunjungan wisatawan asing yang datang ke Bali mencapai 1,21 juta orang. Sementara pada periode yang sama tahun 2021, kunjungan itu turun menjadi 431 orang.

Wisatawan domestik yang datang ke Bali hanya 417 ribu orang sepanjang 2021 ini, turun 57,97 persen. Tingkat keterisian hotel hanya 11,15 persen dari sebelumnya di atas 90 persen.

Dampaknya, sektor transportasi terkontraksi 40,03 persen pada kuartal IV 2020 dan makin parah pada kuartal I 2021 yang mencapai 85,98 persen.

Sektor lain yang terkena imbasnya adalah hotel, penginapan, listrik, restoran, toko-toko, dan lain-lainnya.

"Obat mujarab pemulihan ekonomi Bali adalah dukungan turis-turis domestik," kata Trisno.

Tren di beberapa negara menunjukkan pemerintah mendorong warganya untuk melakukan kegiatan wisata dalam negeri. Terutama, ke daerah-daerah yang devisanya tergantung pariwisata.

Di Bali, kontribusi ekonomi pariwisata sebesar 56 persen. Tak heran jika saat ini Bali memiliki jumlah pengangguran tinggi akibat matinya sektor wisata.

Tingkat pengangguran di Bali pada 2020 merupakan yang terendah di Indonesia, hanya 1,52 persen. Sekarang, tingkat pengangguran di Bali turun ke posisi 25 karena banyak hotel merumahkan pekerja.

Uniknya, tingkat tabungan (Dana Pihak Ketiga/DPK) di Bali juga melambat. Artinya, banyak masyarakat di Bali yang sudah memakan tabungan mereka dan perusahaan-perusahaan sudah banyak ambil giro.

Solusi jangka pendek untuk menaikkan ekonomi Bali, misalnya, dengan mendorong wisatawan domestik berlibur ke Bali. Untuk memudahkan arus perjalanan, pemerintah bisa memberikan insentif atau kemudahan-kemudahan mengingat protokol kesehatan tetap utama.

Bisa saja seperti di beberapa negara di Eropa, para pelancong atau mereka yang bepergian yang sudah memiliki sertifikat vaksin tidak diwajibkan tes antigen sebelum penerbangan atau naik kereta.

Alam dan ritual di Bali

Kerja dari Bali (work from Bali/WFB) juga ide yang menarik meski mendapat pro kontra. Saat ini, sudah beberapa individu dari dalam dan luar negeri bekerja dari Bali.

Beberapa jurnalis Jakarta pun memilih stay di Bali dan bekerja dari sana. Ada yang tinggal di Bali hanya 1-3 hari, namun banyak juga yang sudah berpekan-pekan bekerja dari Bali.

Desainer grafis dari Inggris pun memilih Bali sebagai tempat bekerja. Dengan sistem kerja online tanpa tatap muka, mereka tetap bisa menghasilkan karya fantastis.

"Seperti blessing in disguise, Mas. Saya sudah sebulan bekerja dari Bali, bekerja sambil liburan," kata seorang editor media online ternama Indonesia yang sudah sejak sebelum Lebaran memilih tinggal di Canggu Bali meski kerja di Jakarta.

Ia memilih pinggir pantai dengan sepoi angin untuk mengedit berita-berita. "Dan tidak mahal kok tinggal di Bali," kata dia --sengaja saya tidak sebut nama dan medianya.

Seruan pemerintah agar ASN bekerja dari Bali juga bagus. Yang penting pengawasan atas kerja itu menjadi utama. Jangan sampai ada pegawai yang malah banyak liburan dan nongkrongnya dibandingkan kerjanya.

Banyak cara mengguncang ekonomi Bali. Suka tidak suka, Bali adalah simbol wisata Indonesia di dunia. Bali bagus, maka Indonesia bagus.

Teman-teman pegiat wisata di NTB pun menyokong penuh seruan agar WFB, kunjungi Bali, dan jalan-jalan ke Bali. Salah satunya seruan dari tokoh pariwisata NTB, Taufan Rahmadi.

Yang penting, tetap menjaga protokol kesehatan: jaga jarak, cuci tangan, pakai masker, disinfektan rutin, cek suhu tubuh di semua tempat wisata, dan utamakan wisata alam.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image