Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Adam Kusuma

Menjadi Keliru.

Olahraga | 2021-05-30 19:10:55

Bertanya ke diri sendiri dan meragukan pikiran serta keyakinan kita adalah suatu hal yang cukup sulit untuk dikembangkan. Namun ini bisa dilakukan.

“Bangaimana kalau gue salah?’

Gue yakin pasti pertanyaan seperti itu pernah terlintas dalam diri lo, kan? Ya, itu akan muncul ketika kita merasa nggak pasti atau ragu dalam suatu hal. Gue punya kasus yang mungkin bisa memberikan lo sedikit bantuan untuk mengembangkan kepastian/keyakinan dalam hidup lo.

Temen gue baru aja jadian. Cowok yang nembak dia merupakan teman sekolah dia dulu. Si cowok ini ga minum-minuman keras. Ga bersikap kasar. Ramah dan udah punya pekerjaan yang lumayan. Cukup untuk meyakinkan bahwa dia akan bahagia dengan si cowok itu.

Tapi sejak resmi pacaran, sahabat karibnya itu nggak berhenti menasihati tentang ketidakdewasaan ia dalam memilih, memperingatkannya bahwa dia akan melukai dirinya sendiri jika berpacaran dengan pria ini, bahwa dia membuat suatu kesalahan, bahwa dia ceroboh. Dan setiapkali dinasihati seperti itu, temen gue bertanya ke sahabatnnya itu,”Masalah lo apa sih? Emangnya lo keganggu?”, dia berlagak seperti ga ada masalah, bahwa nggak ada hal yang mengganggunya soal pacaran, bahwa dia hanya berusaha menjaga sahabat kesayangannya.

Namun jelas ada sesuatu yang mengganggu-nya. Mungkin inilah bentuk keraguannya sendiri tentang berpacaran. Mungkin ini adalah kecemburuan. Atau barangkali dia hanya tenggelam dalam perasaan menjadi korban, bahwa dia ga tau cara untuk menunjukkan kebahagiaan kepada orang lain tanpa harus membuat orang itu merasa bersalah.

Ada yang pernah bilang, bahwa kita itu pengamat terburuk di dunia, khususnya jika diminta untuk mengamati diri sendiri. Saat kita marah, cemburu, atau kecewa. Pertanyaan untuk diri sendiri yang pas untuk ini adalah;

“Apakah gue kecewa, dan kalau iya, kenapa?”

“Apakah gue marah?” “Sepertinya dia bener, gue cuma melindungi ego sendiri”

Pertanyaan seperti itu perlu untuk menjadi satu kebiasaan. Dalam banyak kesempatan, tindakan sederhana seperti itu membangkitkan ketenangan dan kerendahan hati untuk mulai menyelesaikan masalah.

Seperti kasus temen gue tadi, pertanyaan yang pas buat sahabat dia adalah,”Apakah ternyata pendapat gue salah? Apakah gue keliru tentang hubungan sahabat gue?”. Jawaban dari pertanyaan itu seharusanya blak-blakan (seperti,” Ya, gue orang yang egois/rapuh/menyebalkan). Jika tenyata dia keliru, dan ternyata hubungan sahabatnya baik-baik aja, sehat dan bahagia, sungguh nggak ada penjelasan lain selain dia memiliki rasa ragu, dan terlalu cemas atau bahkan ia ga mau sahabatnya menjauh. Dia mengira dirinya tau yang terbaik untuk sahabatnya dan sang sahabat ga bisa memilih keputusan besar dalam hidupnya; dia berasumsi dirinya memiliki hak dan tanggungjawab untuk ikut ambil bagian dalam membuat pilihan hidup sahabatnya.

Ketika hal seperti itu terungkap, entah dari dalam diri sahabat temen gue itu maupun diri kita sendiri, pengakuan semacam itu sulit untuk diterima. Menyakitkan emang. Itulah kenapa cuma sedikit orang yang mampu melakukannya. Meski begitu, pertanyaan-pertanyaan itu diperlukan untuk menemukan masalah inti yang memicu perilaku kita yang menyebalkan.

Adam Kusuma

Mahasiswa Administrasi Publik, FISIP UMJ

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image