Work From Bali : Kebijakan Pro Pengusaha
Politik | 2021-05-28 12:36:44Penulis : Ummu Azka
Di tengah pandemi yang tak kunjung mereda, pemerintah terus melakukan gebrakan melalui kebijakan yang dikeluarkan. Pasca larangan mudik, penutupan tempat wisata, hingga viralnya TKA masuk tanpa hambatan, kini pemerintah mengadakan program Work From Bali (WFB). Program yang rencananya akan direalisasikan pada kuartal 3 tahun 2021 tersebut, akan mengirim sebanyak 25 persen ASN yang berada di tujuh kementrian/ lembaga di bawah Kemenko bidang kemaritiman dan investasi untuk bekerja dari Bali.
Tujuh kementerian yang dimaksud adalah Kementerian Kelautan dan Perikanan, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Kementerian Perhubungan, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), dan Kementerian Investasi.
Kepala Biro Komunikasi Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Vinsensius Jemadu mengatakan, kuota ASN yang diwajibkan untuk bekerja di Bali akan mempertimbangkan kemampuan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Lalu, kebijakan ini juga akan mempertimbangkan aturan work from office(WFO) bagi ASN yang hanya 50 persen.(suara.com)
Rencana pemerintah terkait WFB patut kita kawal sebaik mungkin. Pasalnya, program WFB yang digadang gadang bertujuan untuk menggebrak pariwisata di Bali menunjukkan indikasi yang kurang baik. Sebagaimana diketahui, memberangkatkan ASN ke Bali membutuhkan akomodasi yang tak sedikit. Terlebih jika pendanaan yang harus disiapkan untuk menanggung sebanyak 25 persen ASN di bawah kemenko marves selama program berjalan , membutuhkan nominal yang besar. Semuanya bersumber dari APBN.
Rencana tersebut menuai kritik salah satunya dari pengamat kebijakan publik Universitas Trisakti , Trubus Rahahdiansyah. Dia menilai bahwa wacana pemerintah untuk mengirimkan 25 persen ASN bekerja di Bali dinilai tidak akan efektif. Alih-alih menguntungkan dan memulihkan pariwisata Bali, rencana itu justru dinilai akan lebih boros. Negara masih memiliki banyak kebutuhan yang seharusnya diutamakan ketimbang menggunakan anggaran untuk memberangkatkan ASN ke Bali. (Dilansir dari detiknews.com)
Dari sini kita memandang bahwa rencana WFB sarat akan kongkalingkong antara penguasa dan pengusaha. Pasalnya kebijakan yang menyedot anggaran tak sedikit ini jelas menguntungkan pengusaha ketimbang memikirkan nasib rakyat yang masih berada dalam himpitan ekonomi. Efektifitas dan efisiensi kebijakan ini pun masih diragukan, mengingat masa pandemi mengharuskan pemantauan ketat kala bepergian ke tempat wisata.
Karenanya pemerintah diharapkan bisa kembali mempertimbangkan efektifitas WFB serta efisiensi dana yang akan digunakan. Hal tersebut untuk menghindari asumsi negatif yang kelak berkembang dan semata menuding bahwa rencana WFB ini bukanlah semata untuk menggeliatkan dunia pariwisata. Namun lebih kepada proyek bagi bagi anggaran kepada para pengusaha.
Islam memiliki pandangan khas terkait kebijakan penggunaan anggaran. Dalam Islam, anggaran negara sejatinya digunakan untuk kemashlahatan rakyat. Distribusi harta negara dilakukan sebaik mungkin dengan mencukupi kebutuhan rakyat, baik kebutuhan individu maupun kebutuhan kolektif. Kewajiban negara dalam memenuhinya diatur sedemikian rupa sehingga tak ada anggaran yang terkesan dihambur haamburkan secara percuma. Sistem islam juga mengikat setiap pejabat agar senantiasa memiliki idraksillabillah , yang akan membentuk mereka menjadi pribadi yang amanah.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.