Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Putri Safira Pitaloka

Penipuan Akibat Recycle Nomor Ponsel? Pemilik Nomor Juga Bertanggung Jawab!

Curhat | Friday, 28 May 2021, 07:52 WIB
Ilustrasi kartu SIM. Doc: Uswitch

Beberapa minggu yang lalu, teman saya membeli kartu SIM (Subscriber Identity Module) berisi kuota internet di salah satu gerai terkenal di kota kami. Teman saya ini, sebut saja Ara, memang sudah menjadi pelanggan tetap counter tersebut. Setiap kali kuota internetnya habis, tempat yang pasti ia serang adalah stasiun kota, karena tepat di seberangnyalah gerai kuota ini berdiri.

Gerai ini tidak terlalu besar, hanya cukup untuk menampung sekitar 3 karyawan dengan etalase-etalase tersusun rapi di barisan depan. Waktu itu Ara membayar sebesar 45 ribu rupiah untuk 28 gigabyte kuota internet beserta kartu barunya. Angka yang terbilang cukup murah, mengingat mayoritas counter lain bisa menjual paket yang sama hingga 10 ribu di atas harga tersebut. "Lagi diskon," katanya. Tak heran, lokasi strategis dan harga yang aduhai membuat konter ini tak pernah sepi pengunjung.

Sesampainya di rumah, Ara membuka bungkusan yang baru dibelinya, kemudian langsung mengambil dan memasangkan isinya pada smartphone kesayangannya. Lalu setelah kartu terpasang, ia menyalakan data seluler di ponselnya dan mulai berselancar di internet.

Bapak penjaga kios bilang kalau kartu tersebut bisa langsung digunakan tanpa perlu melakukan registrasi, "Sudah terdaftar" katanya. Ara tak ambil pusing sebab yang ia butuhkan adalah paket kuota internetnya. Masa bodoh dengan tata cara penggunaan, yang penting bisa internetan, pikirnya.

...Mamah?

Setelah dua hari menggunakan kartu tersebut sebagai energinya untuk surfing, di hari ketiga ia mendapat telepon dari nomor tak dikenal. Ketika diangkat, terdengar suara pria berusia sekitar pertengahan kepala 2 berkata, "Halo, Mah".

Terkejut Ara terheran-heran, sebab dipanggil dengan sebutan "Mah" padahal pacar pun tak punya. Sontak ia bertanya, "Ini siapa ya?" , dan dari sanalah percakapan bermula.

Beberapa saat mengobrol dengan orang di ujung telepon, Ara akhirnya mengetahui bahwa si penelepon adalah seorang pria asal Bandung. Ia hendak menelepon ibunya, namun malah terhubung ke ponsel Ara. Si pria yang Ara panggil "Mas" ini kemudian menyadari bahwa kemungkinan nomor ibunya telah di-recycle.

Nomor Recycle

Recycle nomor ponsel sudah tak asing terdengar di telinga kita. Kata recycle sendiri bermakna daur ulang, sesuai dengan praktik yang kerap kali dilakukan beberapa penyedia layanan telekomunikasi. Menurut Tri Wahyuningsih, Group Head Corporate Communication XL Axiata, recycle terjadi karena memang nomor ponsel adalah sumber daya negara yang sangat terbatas, sehingga penggunaannya pun sebisa mungkin diefektifkan.

Wanita yang akrab disapa Ayu ini menyebutkan, kalau nomor ponsel sudah tidak digunakan, pasti harus di-recycle supaya dapat digunakan kembali oleh pengguna lainnya. Aturan ini tertuang dalam Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika No. 14 Tahun 2018.

Datanya Tersebar?

Usai Ara bercerita, saya langsung menyarankannya untuk memastikan nomor tersebut melalui aplikasi Get Contact. Dan benar saja, nomor tersebut memang disimpan oleh orang lain dengan nama Suharti, bukan nama sebenarnya, yang mana merupakan ibu dari penelepon tadi.

Tak berhenti sampai di situ, saya yang masih penasaran kemudian menyuruh Ara untuk mengecek apakah ada NIK yang terdaftar di dalamnya dengan menghubungi 4444. Saya kaget ketika Ara mengirim screenshot berisi kalimat yang menginformasikan bahwa nomor tersebut telah terdaftar dengan angka depan NIK 3217.

Karena gregetan dan tak ingin hanya menduga, saya pun menelusuri angka depan NIK tersebut untuk mengetahui dari wilayah mana sebenarnya nomor prabayar ini berasal. Perkiraan saya ternyata benar, angka depan NIK tersebut adalah kode untuk wilayah Kabupaten Bandung Barat. Berarti, pria tadi tidak berbohong.

Aman Nggak Tuh?

Dilansir dari Narasitv, praktik recycle nomor sendiri membutuhkan waktu yang cukup lama. Sebelum bisa didaur ulang, nomor ponsel yang sudah tidak aktif diberi masa tenggang selama 60 hari. Jika dalam waktu tersebut tetap tidak ada aktivitas, maka nomor akan masuk masa karantina selama 90 hari hingga akhirnya bisa di-recycle.

Dari sini saya memahami bahwa nomor yang telah di-recycle ini sangat rentan digunakan untuk tindak kejahatan jika jatuh pada orang yang salah. Karena nomor yang telah melalui proses sebegitu lamanya pun masih meninggalkan data dari pemilik sebelumnya.

Di sisi lain, maraknya kasus penipuan berbasis nomor ponsel kian menghantui masyarakat. Penipuan yang umumnya bermodus SIM Swap Fraud dan phising ini memungkinan penipu untuk membobol bank hanya dengan bermodalkan nomor ponsel.

Cara Melindungi Data

Jika nomor yang masih aktif saja berpotensi untuk diretas, lalu bagaimana dengan keamanan nomor yang di-recycle?

Pertanyaan ini dijawab oleh Tri Wahyuningsih yang menyebutkan bahwa keamanan data tak sepenuhnya menjadi tanggungan operator, tetapi pengguna juga bertanggung jawab atas datanya sendiri. Usaha yang dapat pengguna lakukan untuk mencegah terjadinya kejahatan berbasis nomor ponsel adalah dengan menonaktifkan layanan perbankan atau data yang terkait dengan nomor tersebut.

"Karena pasti kan pengguna yang paling tahu ya, kapan nomor tersebut sudah tidak dipakai lagi oleh yang bersangkutan," tuturnya.

Jadi intinya, kalau punya nomor yang didaftarkan pada layanan perbankan atau semacamnya dan nomornya sudah tidak aktif, ada baiknya untuk segera menonaktifkan layanan tersebut. Atau paling tidak menggantinya dengan nomor baru, deh. Karena kita tidak tahu kapan akun bank kita akan dibobol, dan kapan kita sebagai korban akan diminta pertanggungjawaban atas kesalahan yang sering kita anggap remeh.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image